Wajib Baca! Ramalan Ekonomi 2023 dari 5 Bank Top Dunia

Tim Redaksi, CNBC Indonesia
11 January 2023 09:45
Logo Deutsche bank (REUTERS/Kai Pfaffenbach/File Photo)
Foto: Logo Deutsche bank (REUTERS/Kai Pfaffenbach/File Photo)

4. Morgan Stanley

Bank asal Amerika Serikat (AS) Morgan Stanley melihat 2023 adalah periode di mana ada rasa sakit yang harus diterima dalam jangka pendek, tapi baik untuk jangka panjang.

Meskipun, berdasarkan kurva imbal hasil yang menunjukkan posisi terbalik, hal ini dinilai mengisyaratkan potensi perlambatan ekonomi di beberapa titik di tahun depan. Yang perlu diwaspadai pada awal tahun 2023, Morgan Stanley melihat kemungkinan penurunan pendapatan yang tajam yang akan berdampak pada penurunan pasar saham.

Bank ini memprediksi di awal tahun 2023, akan ada perbaikan berkelanjutan mengenai tingkat inflasi dunia sehingga ini akan dapat membawa pertumbuhan yang baik di kuartal pertama 2023.

Sejalan dengan hal itu, Pasar non-AS perlahan menunjukkan performanya. Bank ini melihat peluang China untuk menjadi area ekuitas yang menarik pada 2023 ketika China berhasil membawa kebijakan nol-Covid China menuju moderat.

"Pasar non-AS akhirnya mulai mengungguli AS ketika dolar memuncak pada akhir September. Asia kecuali Jepang telah memimpin sejak akhir Oktober, mengungguli Eropa dan Jepang, dimana keduanya telah mengungguli AS," tulis laporan itu.

Morgan Stanley melihat angka inflasi AS akan tetap berada pada level yang tinggi. Hal ini disebabkan oleh kondisi pandemi yang menyebabkan kekurangan pasokan dan kelebihan permintaan yang didorong oleh stimulus fiskal. Akibatnya, The Fed memperketat kebijakan moneter untuk mengatasi inflasi yang meroket.

Morgan Stanley menilai memang terjadi penurunan tajam harga inflasi barang pada akhir tahun 2022, tapi mereka melihat inflasi sektor jasa akan tetap tinggi dan menjadi lebih sulit untuk dijinakkan.

"Pelakunya? Pasar tenaga kerja yang ketat membuat inflasi upah tetap tinggi. The Fed mengalihkan perhatiannya untuk melemahkan pasar tenaga kerja, cukup tetapi tidak terlalu banyak," jelas laporan tersebut.

Morgan Stanley melihat pada tahun 2023 ada peluang besar di pasar berkembang negara berkembang. Terlepas dari perlambatan di China, mereka memperkirakan banyak negara berkembang lainnya akan menunjukkan percepatan pertumbuhan yang akan mendorong pendapatan dan pangsa pasar. Hal ini sejalan dengan pemulihan pasca pandemi, kebangkitan manufaktur, hambatan komoditas, digitalisasi, dan siklus politik yang menguntungkan.

"Pasar negara berkembang memiliki pertumbuhan yang lebih baik, inflasi yang lebih rendah, dan utang negara dan swasta yang lebih sedikit, namun ekuitas dan mata uang mereka diperdagangkan pada penilaian tingkat krisis," prediksinya.

5. Deutsche Bank

Momentum pelemahan ekonomi akan berlanjut di awal 2023. Baik Eropa dan Amerika Serikat akan terjebak antara kebijakan moneter yang menekan inflasi dan ekonomi.

Tidak hanya dua hal tersebut, ekspansi fiskal yang seharusnya menjadi penopang ekonomi dan bantalan dari efek krisis energi akan terbatas tahun ini.

Hal ini diungkapkan oleh Chief Investment Office Deutsche Bank Christian Nolting dalam catatannya di akhir 2022.

"Kami mengharapkan resesi ringan secara keseluruhan di Zona Euro pada pergantian tahun. Dengan pemulihan yang dimulai pada kuartal kedua, pertumbuhan ekonomi untuk setahun penuh 2023 kemungkinan besar akan menjadi 0,3%," ungkap Nolting dalam laporannya.

Dia menilai faktor risiko utama tetaplah energi, ditambah dengan kemungkinan kekurangan gas di musim dingin 2023-2024.

Untuk Zona Euro, dia melihat suku bunga deposito ECB akan meningkat menjadi 3% sepanjang tahun 2023. Sedangkan Jerman, misalnya, telah merencanakan langkah-langkah fiskal yang setara dengan sekitar 7,5% dari produk domestik brutonya. Hal ini dilakukan untuk mempertahankan ekonominya agar tidak jatuh terpuruk.

Namun, Deutsche Bank memperkirakan Negeri Bavaria akan mengalami stagnasi di 0% pada tahun ini, lebih rendah dari proyeksi mereka untuk Prancis dan keseluruhan Zona Euro sebesar 0,3%.

Sementara itu, Nolting mengungkapkan ekonomi AS kemungkinan akan mengalami soft landing atau perlambatan.

Namun, Nolting melihat perlambatan ekonomi yang nyata sejauh ini tidak akan menghasilkan peningkatan pengangguran yang signifikan karena masih banyak lowongan yang tidak terisi.

Bukti yang berkembang dari tren inflasi yang sedikit menurun di AS diyakini dapat membuat Fed semakin fokus kepada upaya mendorong ekonomi ke depannya. Dia yakin kenaikan suku bunga di AS akan lebih lamban dari tahun lalu.

Bahkan, jika tingkat inflasi terus menurun, Deutshce Bank melihat intervensi Fed yang kuat tidak akan diperlukan.

"Ekonomi AS dapat kembali tumbuh pada paruh kedua tahun 2023, dengan menyelesaikan tahun secara keseluruhan di +0,4%," ungkap Nolting dalam laporan tersebut.

Mengenai China, Nolting yakin China akan bankit lebih kuat pada tahun ini. Dia memperkirakan ekonomi China akan kembali tumbuh 5% pada tahun 2023.

"Kami mengharapkan pertumbuhan sekitar 5% pada tahun 2023 setelah diperkirakan 3,3% tahun ini," katanya.

Deutshce Bank berharap pemulihan ekonomi China yang diharapkan pada tahun 2023 dapat menstabilkan ekonomi negara tetangga dan banyak negara-negara pengekspor komoditas, seperti di Amerika Latin, mengingat China adalah yang dominan konsumen komoditas.

(haa/haa)
[Gambas:Video CNBC]


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular