Fantastis! Pungutan Iuran Batu Bara Bisa Tembus Rp100 Triliun

Verda Nano Setiawan, CNBC Indonesia
Selasa, 10/01/2023 16:30 WIB
Foto: Aktivitas Bongkar Muat Batu Bara di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Senin (22/11/2021). (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) mengusulkan agar pemerintah dapat menunjuk Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara (Ditjen Minerba) sebagai pihak yang bertanggung jawab untuk memungut iuran batu bara perusahaan tambang.

Hal tersebut menyusul rencana penunjukan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif yang berfungsi untuk memungut iuran batu bara.

Ketua Umum Perhapi Rizal Kasli menilai, alih-alih menunjuk BUMN sebagai badan yang memungut iuran batu bara pada perusahaan tambang, ia mengusulkan sebaiknya pemerintah menunjuk Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara dengan sistem onlinenya, sebagai pihak yang bertanggung jawab untuk memungut dana tersebut. 


Adapun mekanisme penyetorannya dapat melalui mekanisme PNBP yang langsung disetorkan ke kas negara.

Dengan demikian, menurutnya dibutuhkan mekanisme manajemen pemungutan, penyetoran dan pengeluaran atau penyaluran dananya yang lebih bagus.

"Hal ini mengingat dana yang akan dipungut bisa di atas Rp 100 triliun per tahun dan ini bukan dana yang kecil," kata Rizal kepada CNBC Indonesia, Selasa (10/1/2023).

Adapun untuk lembaga pemungut iuran batu bara yang semula direncanakan berbentuk Badan Layanan Umum (BLU), namun terakhir ada kabar bahwa jenis lembaga tersebut berubah, bukan lagi berupa BLU.

Terbaru, kabarnya pemerintah mengubah mekanisme pelaksanaannya menjadi Mitra Instansi Pengelola (MIP).

Ketua Indonesian Mining & Energy Forum (IMEF) Singgih Widagdo menyampaikan bahwa BLU batu bara sangat ditunggu oleh hampir sebagian besar perusahaan tambang yang memasok batu bara di dalam negeri.

Namun demikian, menjelang BLU final, justru pemerintah mengubah dari mekanisme BLU menjadi Mitra Instansi Pengelola (MIP).

"Pemerintah telah memberikan klarifikasi, bahwa pola MIP secara isi hampir tidak merubah apa yang ada dalam BLU," ujar dia kepada CNBC Indonesia, Selasa (10/1/2023).

Awalnya, BLU batu bara ini akan bertugas memungut iuran batu bara dari penambang dan kemudian menyalurkan dana terkumpul kepada PT PLN (Persero) untuk menggantikan biaya pembelian batu bara PLN pada harga pasar.

Pasalnya, harga batu bara untuk kepentingan dalam negeri (Domestic Market Obligation/ DMO) seperti untuk pembangkit listrik masih tetap akan dipatok maksimal US$ 70 per ton. Namun saat pembelian, PLN harus membayar sesuai dengan harga pasar terlebih dahulu.

Dengan demikian, BLU batu bara ini akan menutup selisih antara harga beli batu bara PLN dengan US$ 70 per ton atau harga patokan batu bara tersebut, dengan sistem reimbursement.

Berdasarkan paparan Kementerian ESDM beberapa waktu lalu, dengan asumsi HBA rata-rata US$ 200 per ton, dana kompensasi yang dikelola BLU diestimasikan sekitar Rp 137,6 triliun.

Sementara konsep besaran pungutan berdasarkan kalori ditambahkan dengan nilai PPN 11%, dengan jadwal penyesuaian setiap tiga bulan dan waktu pemungutan dibayarkan di awal bersamaan dengan royalti.

Adapun terhadap dana kompensasi yang dipungut, BLU akan menyalurkannya kepada badan usaha pemasok PLN dan industri domestik lainnya berdasarkan potensi selisih pembayaran sesuai harga batu bara aktual. Dalam hal ini badan usaha pertambangan akan mengeluarkan invoice yaitu invoice HBA kepada PLN atau juga kepada HBA industri.


(wia/wia)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Menilik Prospek & Tantangan Akselerasi Hilirisasi Minerba