Fasilitas Kantor Dipajaki, Gaji Karyawan Bisa Berkurang?

Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia
29 December 2022 17:25
Suasana gedung perkantoran di Jakarta, Kamis (20/9/2018). Lembaga riset properti Colliers International Indonesia dalam laporannya menyebutkan ada 500.000 ribu square meter lahan perkantoran baru yang siap disewakan di Jakarta hingga akhir 2018. Di mana 64% di antaranya berada di kawasan sentral bisnis atau Central Business Dictrict (CBD).Sayangnya, naiknya jumlah kantor tidak diikuti dengan kenaikan permintaan. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Ilustrasi Gedung (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) sudah disahkan pada 29 Oktober 2021. Dari sekian banyak perubahan regulasi, pajak natura patut mendapat perhatian masyarakat.

Pemerintah pun telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2022, yang di dalamnya mengatur pelaksanaan dari ketentuan tentang imbalan natura/kenikmatan menjadi bagian dari Pajak Penghasilan (PPh).

Sebelum adanya UU HPP, pemberian natura atau kenikmatan dalam bentuk barang/jasa atau fasilitas tidak dianggap sebagai penghasilan karyawan, sehingga tidak ada standar besaran pajak yang berlaku.

Pun sebelumnya natura tidak dapat diklaim sebagai komponen beban biaya bagi perusahaan. Tanpa adanya aturan natura, banyak praktik yang menyiasati tanpa bisa dicap sebagai pelanggaran.

Misalnya, berbagai macam natura/kenikmatan diberikan oleh perusahaan yang diambil dari laba usaha. Akibatnya laba usaha berkurang, sehingga pembayaran pajak (PPh Badan) menjadi lebih rendah dari yang semestinya harus disetorkan ke negara.

Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute (TRI) Prianto Budi Saptono memandang, pengenaan PPh 21 atas imbalan natura/kenikmatan merupakan respon pemerintah atas perilaku oportunistik perusahaan selaku pemberi kerja.

"Alasannya adalah karena ada tax loopholes (celah pajak) di UU PPh sebelum pengesahan UU HPP," jelas Prianto kepada CNBC Indonesia, dikutip Kamis (29/12/2022).

Sebelum adanya UU HPP, ada dua opsi di UU PPh. Seringkali kedua opsi tersebut dinamakan sebagai deductibility-taxability dan non deductibility-non taxability.

Pada opsi deductibility-taxability, biaya imbalan natura bagi perusahaan merupakan pengurang penghasilan bruto (allowable deduction) saat penghitungan PPh badan dan menjadi objek PPh Pasal 21.

"Opsi ini biasa diterapkan untuk pegawai dengan penghasilan rendah (level pelaksana hingga supervisor)," jelas Prianto.

Di opsi kedua (non deductibility-non taxability), imbalan natura tidak menjadi allowable deduction. Dari sisi payroll tax, imbalan natura tersebut bukan merupakan objek PPh 21.

Nah, dengan adanya UU HPP dan lewat PP 55/2022 maka pemberlakuan PPh Pasal 21 atas imbalan natura/kenikmatan, perusahaan kini hanya memiliki satu opsi, yaitu deductibility taxability.

Sebagai konsekuensinya, penghasilan pegawai yang dipotong PPh Pasal 21 oleh pemberi kerja akan meningkat.

"Pada gilirannya, lapisan wajib pajak tertinggi, (tarif PPh Pasal 21 yang 35%) akan diterapkan ketika imbalan natura berupa fasilitas mewah seperti rumah tinggal, kendaraan, sarana transportasi, dan sebagainya, ditambahkan dengan imbalan tunai lainnya baik pegawai perusahaan," jelas Prianto.

Untuk itu, perusahaan harus mengatur ulang kebijakan pajak tentang siapa yang menjadi penanggung PPh 21, apakah pemberi kerja atau pekerja.

Hal yang merepotkan jika PPh 21 atas imbalan natura ditanggung oleh pegawai.

"Dengan cara demikian, take home pay (imbalan bersih tanpa ada potongan apapun) akan berkurang," kata Prianto lagi.

Di sisi lain, Pengamat Pajak Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Bawono Kristiaji memandang, adanya penerapan pajak natura di Indonesia merupakan sesuatu yang memiliki dampak positif.

Adanya penerapan pajak natura, kata Bawono mencegah tax planning yang timbul dari adanya kenaikan tarif PPh Orang Pribadi, khususnya shifting penghasilan berupa tunai ke bentuk natura.

Selain itu, dengan adanya pajak natura maka dapat mengurangi ketimpangan. Pasalnya, kelompok karyawan berpenghasilan tinggi umumnya mendapatkan fasilitas atau natura lebih besar dari karyawan lain.

"Jika tidak dipajaki, maka ketimpangan kian tinggi," ujar Bawono.

Penerapan pajak natura juga, kata Bawono sejalan dengan praktik internasional yang sudah banyak menerapkan pajak natura (fringe benefit tax).


(cap/cap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Aturan Baru! Dapat Fasilitas Kantor, Siap-siap Kena Pajak

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular