Bu Sri Mulyani, Ini Lho Saran Pengamat Soal Pajak Natura!

Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia
29 December 2022 18:50
Suasana pelayanan pembayaran pajak di Kantor Pelayanan Pajak Sudirman Jakarta, Selasa,  (13/3).  (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah resmi akan memperhitungkan pajak natura atau kenikmatan sebagai objek pajak bagi pihak penerima. Sejumlah pengamat pajak pun buka suara terkait aturan ini.

Pengamat Pajak Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Bawono Kristiaji menjelaskan, tantangan sesungguhnya mengenai pajak natura adalah terletak pada desain ketentuan teknisnya.

Dia menyoroti sejumlah hal yang mungkin bisa dipertimbangkan oleh otoritas dalam menyusun aturan teknis pengenaan pajak natura.

Menurut Bawono, dalam UU HPP dan PP 55/2022 pengenaan pajak natura bersifat negative list atau hanya mengecualikan jenis natura/kenikmatan yang disebutkan, sedangkan di luar itu seolah dipajaki.

"Oleh karena itu, ada baiknya bahwa skema pengenaan pajak natura dalam ketentuan teknis di level PMK (Peraturan Menteri Keuangan) diubah menjadi berbentuk positive list," jelas Bawono kepada CNBC Indonesia, dikutip Kamis (29/12/2022).

Sehingga bentuk natura/fasilitas apa saja yang dijadikan sebagai objek pajak, harus dijelaskan secara jelas, detail, dan eksplisit tercantum di dalam PMK.

Adanya positive list tersebut akan memberikan kepastian bagi wajib pajak (WP) mengenai apa saja natura yang harus dihitung, dibayar dan dilaporkan pajaknya. Lewat positive list, kata Bawono juga dapat mencegah adanya ruang lingkup natura.

"Misalnya yang sifatnya sulit diatribusikan secara individual, karena bersifat kolektif ataupun jenis natura/kenikmatan tertentu yang diberikan, dalam rangka mendukung produktivitas," jelas Bawono.

Penerapan positive list, lanjut dia juga sejalan dengan praktik internasional. Dari catatanya, ada sekitar 34 negara di dunia yang menganut skema positive list, seperti Australia, Singapura, dan Selandia Baru.

Selain itu, pemerintah juga harus menjamin prinsip simetri dalam pengenaan pajak natura/kenikmatan. Karena sebelum adanya UU HPP, natura/kenikmatan tidak dikenakan pajak (non taxable) dan bagi pemberi kerja juga tidak bisa dibebankan sebagai biaya (non deductible).

Dengan adanya pajak natura (taxable income), maka atas biaya natura yang dikeluarkan perusahaan dapat dibiayakan secara fiskal (Deductible expense).

"Ketika prinsip ini simetris tidak sepenuhnya diimplementasikan atau dibatasi, maka akan menimbulkan pertanyaan," jelas Bawono.

Pemerintah juga diharapkan dapat mengatur tentang threshold (batasan) nilai yang dikecualikan dari pengenaan pajak natura.

Threshold tersebut diselaraskan dengan tujuan dan narasi pemerintah dalam pengenaan pajak natura, yakni agar menciptakan keadilan, khususnya bagi karyawan di posisi tertentu. "Dengan demikian nilainya sebaiknya tidak terlalu rendah."

Adapun valuasi natura dan/atau kenikmatan. Dalam PP 55/2022 telah disampaikan bahwa untuk natura akan berdasarkan nilai pasar, sedangkan untuk kenikmatan berdasarkan nilai riil yang dikeluarkan.

"Khusus untuk nilai pasar, perlu diperjelas mengenai bagaimana tata cara penghitungannya, siapa yang berhak menghitung, dan sebagainya. Sebisa mungkin penggunaan nilai pasar juga tidak memberikan cost of compliance bagi wajib pajak," jelas Bawono.

Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute (TRI) Prianto Budi Saptono menambahkan, pemerintah terkesan setengah-setengah dalam mengatur pajak natura di tanah air.

Pengaturan di PP 55/2022 belum tuntas, karena masih memerlukan Peraturan Menteri Keuangan yang belum terbit hingga saat ini.

Selain itu, ketentuan tentang PPh 21 atas imbalan natura ini berada di hierarki peraturan yang berbeda-beda.

"Sehingga berpotensi meyulitkan pemahaman wajib pajak pemberi kerja. Penerbitan PP 55/2022 memiliki jeda waktu cukup lama, hampir 12 bulan jika dibandingkan dengan pemberlakuan revisi UU PPh melalui UU HPP," jelas Prianto.


(cap/cap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Aturan Baru! Dapat Fasilitas Kantor, Siap-siap Kena Pajak

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular