Enak Banget Eksportir! Keruk Bumi RI Tapi Parkir Dolar di LN

Tim Redaksi, CNBC Indonesia
26 December 2022 08:30
Pekerja melakukan bongkar muat di kapal tongkang bermuatan batubara dari Kalimantan di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Kamis (4/8/2022). (CNBC Indonesia/Tri Susilo)
Foto: Pekerja melakukan bongkar muat di kapal tongkang bermuatan batubara dari Kalimantan di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Kamis (4/8/2022). (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Perihal eksportir yang membawa devisa hasil ekspor (DHE) untuk disimpan di bank luar negeri masih menjadi sorotan pemerintah. Hal ini miris, karena terjadi di tengah tekanan terhadap nilai tukar.

Padahal, surplus neraca perdagangan tercatat cukup tinggi dan bahkan, terjadi hingga 31 bulan beruntun. Kenyataannya masih sedikit eksportir yang melaporkan DHE-nya.

Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2019, eksportir di sektor SDA wajib melaporkan dan memasukkan DHE mereka ke rekening khusus di bank persepsi dan melaporkannya ke Bank Indonesia (BI). Jika dalam kurun waktu tiga bulan setelah ekspor DHE belum masuk maka BI akan menghubungi eksportir untuk melakukan pelunasan. Jika sampai bulan ketujuh belum ada pelaporan maka BI akan meminta DJBC untuk menerbitkan surat tagihan.

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) pelaporan dari eksportir telah diwajibkan, tetapi kepatuhan tersebut tidak diikuti dengan langkah eksportir untuk menaruh DHE di dalam bank dalam negeri dalam periode tertentu atau mengkonversinya dari dolar AS ke rupiah.

Kasubdit Ekspor Direktorat Teknis Kepabeanan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Vita Budhi Sulistyo memperkirakan eksportir di sektor sumber daya alam (SDA) mencapai 13.000 lebih. Mereka adalah eksportir di bidang kehutanan, pertambahan, perikanan, dan perkebunan.

DJBC telah menerbitkan 216 surat tagihan pelanggaran eksportir dari 2021 Desember 2022.

Dengan jumlah eksportir di sektor SDA mencapai 13.000 lebih sementara surat tagihan hanya 216 maka artinya hanya 1,6% dari total eksportir SDA yang lalai menempatkan DHE nya di rekening khusus sejak 2021.

"Memang kecil jumlahnya. Mereka patuh. Kalau (lalai) mungkin karena tidak tahu," tutur Vita, saat berbincang dengan CNBC Indonesia, dikutip Senin (26/12/22).

DJBC tidak bisa mengetahui seberapa besar kepatuhan eksportir dalam melaporkan DHE sejalan dengan besarnya DHE yang masuk ke bank dalam negeri.
Pasalnya, hanya Bank Indonesia yang mengetahui lalu lintas DHE. Sesuai peraturan, DHE juga tidak diwajibkan untuk mengendap dalam periode tertentu.

Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 744/KM/4/2020, terdapat 1.208 pos tarif terbagi dalam empat sektor yang harus melaporkan atau memindahkan DHE-nya ke dalam negeri. Keempat sektor tersebut di antaranya pertambangan, perkebunan, kehutanan, dan perikanan.

Sebagai rinci, 1.280 pos tersebut terbagi atas 180 pos tarif sektor pertambangan, 472 pos tarif sektor perkebunan, 190 pos tarif sektor kehutanan, dan 366 pos tarif sektor perikanan.

Vita mengungkapkan, sektor pertambangan menjadi sektor yang paling banyak melanggar dari total pengenaan sanksi DHE SDA 2021-2022. Tercatat, nilainya mencapai Rp53 miliar.

"Dari pertambangan (karena jumlah eksportirnya banyak). Dari nilainya kan jelas lebih tinggi," ujarnya. Namun, Vita tidak dapat merinci eksportir dengan komoditas apa yang melanggar aturan DHE SDA tersebut.

Sementara itu, Direktur Teknis Kepabeanan DJBC, R. Fadjar Donny Tjahjadi mengatakan banyak dari pendapatan dari ekspor yang disimpan di Singapura. Faktor bunga deposito yang lebih besar menjadi daya tarik bagi eksportir untuk menaruh DHE di Singapura.

"Memang kalau kita perhatikan dalam fenomena terakhir tidak bisa dipungkiri ada pendapatan dari hasil ekspor yang disimpan di bank-bank Singapura," tutur Fadjar.


(haa/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Wah! 216 Eksportir Tak Simpan Dolar di RI, Didenda Rp53 M

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular