
Gara-gara Ini! Eksportir RI Betah Taruh Dolar di Singapura

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Joko Widodo terus menyoroti devisa hasil ekspor yang tak kunjung memenuhi perbankan dalam negeri. Pasalnya, fenomena pasokan dolar mengering mengancam Tanah Air, di tengah kinerja neraca perdagangan surplus 31 bulan beruntun.
Direktur Teknis Kepabeanan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan, R. Fadjar Donny Tjahjadi mengatakan, dari hasil pemantauan pihaknya, kondisi ini lebih disebabkan ekspor Indonesia yang lebih memilih menaruh dolar hasil ekspornya ke negara lain, seperti Singapura.
"Memang kalau kita perhatikan dalam fenomena terakhir tidak bisa dipungkiri ada pendapatan dari hasil ekspor yang disimpan di bank-bank Singapura yang kita lihat di tengah fenomen penguatan dolar Amerika," kata Fajar seperti dikutip dari acara Power Lunch CNBC Indonesia, Senin (19/12/2022).
Menurut Fajar, kecenderungan eksportir menempatkan dolarnya di bank-bank Singapura ketimbang perbankan dalam negeri karena tingkat suku bunga deposito yang ditawarkan mereka jauh lebih tinggi dibandingkan di Indonesia. Mereka menawarkan tingkat bunga hingga 3-4%
"Kalau kita perhatikan sepertinya di Bank Singapura ini menawarkan rate yang lebih tinggi, lebih dari 3-4% setahun untuk dolar AS yang biasanya ditempatkan di deposito berjangka," ujar dia.
Sementara itu, tingkat suku bunga depostio yang ditawarkan bank-bank di Indonesia menurutnya rata-rata hanya dikisaran 1,25-1,75% saja dalam satu tahun. Akibatnya selisih suku bunga ini yang membuat para eksportir dalam negeri tak tertarik menempatkan dolarnya di dalam negeri.
"Sehingga karena daya tarik keuntungan untuk menyimpan atau menabung di perbankan luar negeri memang lebih besar sehingga kecenderungannya eksportir tidak mau menaruh uang di Indonesia," tuturnya.
Permasalahan ini lah yang kemudian membuat Presiden Joko Widodo meminta Bank Indonesia (BI) segera membuat kebijakan yang dapat menahan dolar hasil ekspor di dalam negeri. Dengan demikian, artinya, setiap devisa hasil ekspor (DHE) dalam bentuk dolar harus ditahan di dalam negeri untuk beberapa waktu.
Hal ini disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto usai Sidang Kabinet Paripurna, Kantor Presiden, Selasa (6/12/2022).
"Tentunya dari BI bisa buat sebuah mekanisme sehingga ada periode tertentu cadangan devisa yang bisa disimpan dan diamankan di dalam negeri," kata Airlangga, dikutip Rabu (7/12/2022
Dengan mekanisme ini, pemerintah berharap bisa melihat hasil jelas dari devisa yang dihasilkan setelah neraca perdagangan domestik mencetak surplus selama 30 bulan berturut-turut.
Pemerintah dan BI telah sepakat menegakkan kembali memberlakukan sanksi untuk eksportir yang tidak menyimpan devisa hasil ekspor (DHE) di dalam negeri pada September lalu.
Sebelumnya, aturan wajib parkir devisa di dalam negeri ini direlaksasi oleh BI sepanjang pandemi. Pertengahan Juli lalu, BI bahkan memperpanjang batas waktu pengajuan pembebasan Sanksi Penangguhan Ekspor (SPE) hingga akhir Desember 2022. Namun, hal tersebut dibatalkan dan BI mencabut relaksasi tersebut.
Sayangnya, ketentuan ini tidak sepenuhnya dengan tegas membuat eksportir menahan dolarnya di Tanah Air untuk periode tertentu.
(haa/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Wah! 216 Eksportir Tak Simpan Dolar di RI, Didenda Rp53 M