China Bisa 'Bahayakan' RI, Jokowi & Pengusaha Kini Was-was!

Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia kini dihadapkan pada masalah baru. Bukan perang Rusia dan Ukraina atau kenaikan suku bunga acuan Amerika Serikat (AS), melainkan pelemahan ekonomi China.
Survei terbaru dari Reuters yang melibatkan 40 ekonom menunjukkan perekonomian China diperkirakan tumbuh 3,2% di 2022, jauh di bawah target pemerintah 5,5%. Nomura memangkas proyeksi PDB China 2022 menjadi 2,8% saja. Untuk tahun depan, PDB diperkirakan tumbuh 4%, dipangkas dari proyeksi sebelumnya 4,3%.
Riset terbaru UOB juga menunjukkan pelemahan ekonomi yang akan terjadi di China berlangsung cukup lama. Negeri Tirai Bambu tersebut memberikan andil besar terhadap turunnya perekonomian banyak negara dan dunia secara keseluruhan.
Hal ini dikarenakan strategi zero-COVID yang diberlakukan oleh pemerintahan Xi Jinping. Apabila ini berkepanjangan maka akan berisiko menurunkan permintaan global lebih dalam dan memperburuk gangguan rantai pasokan.
Indonesia menjadi negara yang terkena imbasnya. Presiden Joko Widodo (Jokowi) baru-baru ini mengingatkan situasi tersebut akan menekan ekspor nasional yang kini tengah terbang tinggi.
"Oleh sebab itu 2023 betul-betul kita harus waspada saya setuju harus optimis tapi harus tetap hati-hati dan waspada. Yang pertama itu ekspor Indonesia tahun ini tahun lalu melompat jauh tapi hati-hati tahun depan bisa turun," ujar Jokowi saat berpidato di Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (BI) pada pekan lalu.
Kalangan dunia usaha pun kini cukup khawatir. China merupakan pasar ekspor terbesar Indonesia, nilainya sepanjang Januari - Oktober sebesar US$ 51,5 miliar dan berkontribusi 22,3% dari total ekspor.
"Dampaknya sangat signifikan, China itu adalah mitra dagang utama kita, memang sekarang ini yang ekspor ke mereka ini kan kebanyakan hasil komoditi yang terbesar, tapi kalau mereka itu mengalami pertumbuhan yang terus melambat pasti ada efek juga," ungkap Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani.
"Kalau lama-lama mereka lockdown berkepanjangan gini untuk kita dan untuk dunia menurut saya nggak bagus karena kalau China itu sampai dia bermasalah itu pasti pengaruh ke dunia besar, karena dia juga men-supply produk-produk mereka ke seluruh mata rantai industri dunia," tambahnya.
Pengusaha kini hanya menunggu perubahan kebijakan penanganan covid-19 tersebut. "Kalau kita khusus dengan China ini lebih kepada memang kita enggak bisa berbuat banyak ya karena yg berat itu lockdown ya kalau mereka tidak lockdown mungkin ga ada masalah," jelasnya.
Ekonom INDEF, Esther Tri Astuti, melihat pemerintah Indonesia harus mengambil langkah cepat agar tidak tertekan terlampau dalam. Antara lain mengoptimalkan konsumsi rumah tangga sebagai mesin pertumbuhan.
Dari sisi ekspor, pemerintah diharapkan mencari alternatif pasar selain China. "Nah kalau China melemah, kita harus cari destinasi ekspor negara lain yang potensial, tidak hanya China," ujarnya.
Peningkatan investasi juga bisa dilakukan untuk memompa perekonomian. Jalan yang harus ditempuh adalah dengan regulasi yang konsisten, kemudahan perizinan dan rendahnya biaya bisnis.
"Jangan sampai investasi itu disambut dengan biaya produksi yang tinggi gitu."
[Gambas:Video CNBC]
Tak Cuma AS, Suramnya China Juga Bikin Sri Mulyani Was-was
(mij/mij)