Buruh Marah-marah ke Menteri Jokowi, Ini Sebabnya

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal bersama Partai Buruh menolak usulan wacana memangkas jam kerja yang disebut bisa menekan potensi pemutusan hubungan kerja (PHK). Pasalnya, kata dia, pengurangan jam kerja berarti memotong upah pekerja atau disebut no work no pay (nggak kerja nggak dibayar).
"Kita menolak. Ada beberapa alasan kita menolak usulan daripada Menko PMK (Menko bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan). Nah, Menko PMK nggak ngerti, makanya saran kami kalau nggak ngerti jangan berpendapat, karena kalau berpendapat pasti salah," kata Said Iqbal kepada CNBC Indonesia, Senin (5/12/2022).
Seperti diketahui, Menko PMK Muhadjir Effendy diberitakan mendukung ide pemotongan jam kerja. Dia mengaku sudah berkoordinasi dengan asosiasi pengusaha, asosiasi pekerja, dan pemerintah daerah. Langkah itu disebut-sebut diharapkan bisa menekan potensi PHK.
Hanya saja, Muhadjir menegaskan, pemotongan jam kerja hanya bisa dilakukan jika ada kesepakatan antara pekerja dan perusahaan.
Setidaknya ada tiga alasan buruh menolak no work no pay.
Pertama, kata Said Iqbal, bertentangan dengan Undang-Undang (UU) No 13/2003 tentang Ketenagakerjaan maupun omnibus law UU Cipta Kerja No 11/20220.
"Kalau pengurangan jam kerja diiringi dengan pemotongan upah, maka akibatnya itu berlaku no work no pay. Nah, no work no pay itu tidak dikenal, itu tidak ada, bertentangan dengan UU Ketenagakerjaan No 13/2003, atau sekalipun di Omnibus Law itu juga tidak boleh, tidak ada no work no pay," tukas dia.
Kedua, untuk menghindari PHK sudah diatur dalam peraturan Menteri Ketenagakerjaan. Seperti mengurangi shift kerja, merumahkan, atau mengurangi jam kerja. Tetapi upahnya tidak boleh dipotong.
"(Lantas) pengurangan jam kerjanya diatur di mana? Bagaimana cara pengaturannya? Kalau mau dipotong upah, upah yang mana yang mau dipotong? jadi, no work no pay itu tidak kenal, selain itu juga sudah ada pengaturan jam kerja yang tidak boleh bertentangan," katanya.
Adapun pengaturan jam kerja yang dimaksud Said Iqbal, adalah jika buruh bekerja selama 6 hari dalam seminggu, berarti jam kerjanya yaitu 7 jam per hari. Sedangkan jika buruh bekerja selama 5 hari dalam seminggu, maka jam kerjanya adalah 8 jam per hari.
"Kan udah diatur jam kerja itu, yang motong upah itu gimana motong upahnya? Apakah 1 jam kerja dipotong Rp 10 ribu, terus setiap perusahaan sama nggak pemotongannya, kan gajinya beda-beda," ujarnya.
Kemudian alasan ketiga, wacana no work no pay merugikan buruh.
"Pengurangan jam kerja tidak akan menghindari PHK. Karena PHK yang terjadi atau yang diumumkan oleh para pengusaha tekstil, garmen, sepatu itu PHK yang nggak ada. Itu data bohong. Coba mana tunjukkan 45 ribu buruh tekstil di PHK, buruh tekstil itu mayoritas anggota KSPI, yang saya pimpin. Nggak ada PHK, buruh sepatu 27 ribu di PHK, mana? Nggak ada," tegas Said Iqbal.
Namun, dia membenarkan memang belakangan ini sedang terjadi penurunan permintaan terhadap garmen dari ekspor. Sebab, diketahui banyak toko-toko di luar negeri seperti di Paris, Milam, London, Sydney, Los Angeles banyak yang tutup karena terdampak oleh masalah makro ekonomi global.
"Penurunan order dari buyer, katakan yang bermerek yah, misal seperti Victoria Secret, HnM, Zara, Uniqlo itu iya penurunan order terhadap garmen. Betul, di Jenewa, di Paris, di Milan, di London, di Sydney, di LA memang ada toko-toko yang bermerek tadi itu tutup, sehingga permintaan order ke Indonesia turun," kata Said Iqbal.
"Tapi order yang turun tidak berarti akan terjadi PHK, hanya nunggu waktu lagi. Karena toko-toko di Afrika dan Asia yang pertumbuhan ekonominya masih bagus tetap dibuka baru, jadi tinggal nunggu order," lanjutnya.
Said Iqbal menambahkan, order memang benar ada penurunan, tapi tak merugikan pengusaha.
"Order benar turun, tapi pengusaha itu nggak rugi. Karena, keuntungannya mereka itu per pieces. Misal gini, 1 juta sepatu Nike order, karena toko-toko di Eropa tutup maka order diturunin jadi 800 ribu, rugi nggak? Nggak. Tetap untung, cuman tentu untungnya beda kalau 1 juta order dengan 800 ribu, makin banyak order makin besar untung. Ini kan cuman serakah aja, tetap untung, (tetapi) buruh diteken," jelasnya.
"Jadi, Menko PMK sebaiknya jangan ngomong lah. Saran saya sebagai presiden partai buruh dan KSPI, jangan ngomong kalau ga ngerti masalah," pungkasnya.
[Gambas:Video CNBC]
18 Pabrik Garmen Tutup, Ribuan Karyawan Gigit Jari Kena PHK
(dce)