CNBC Indonesia Research
Anwar Ibrahim Jadi PM Malaysia Saat Biaya Hidup Mencekik!

Sama dengan Indonesia, Malaysia kemungkinan tidak akan mengalami resesi di tahun depan, tetapi bukan berarti bebas dari tekanan.
Pada kuartal III-2022, produk domestik bruto (PDB) Malaysia tercatat melesat 14,2% (yoy). Kenaikan yang sangat tinggi, tetapi lebih karena low base effect, yakni kontraksi 4,5% (yoy) di kuartal yang sama tahun lalu.
Namun tantangan akan dimulai di kuartal IV-2022 hingga tahun depan. Dengan inflasi yang tinggi, daya beli masyarakat akan menurun. Hal ini bisa menyeret PDB.
Selain itu, resesi dunia di 2023 juga akan memberikan dampak yang besar. Ekspor, salah satu motor penggerak Malaysia tentunya akan terdampak.
"Ekspor (Malaysia) kemungkinan melambat, kami memperkirakan harga komoditas akan menurun dan perekonomian global mengalami resesi di 2023," kata Shivaan Tandon, ekonom wilayah Asia di Capital Economics, sebagaimana dilansir Reuters Kamis (10/11/2022).
Capital Economics memprediksi perekonomian Malaysia akan "penuh perjuangan".
Hal ini juga diakui gubernur bank sentral Malaysia, Nor Shamsiah Yunus.
"Pertumbuhan ekonomi global yang moderat akan berdampak pada ekspor Malaysia," ujarnya.
Dengan outlook yang muram, PM Anwar perlu merancang anggaran belanja 2023 yang jitu. Dan itu akan menjadi tantangan pertama. Bagaimana membuat anggaran belanja yang bisa memacu pertumbuhan ekonomi, tetapi tidak memicu inflasi.
Ketika belanja negara ditingkatkan, maka ada risiko kenaikan inflasi. Belanja negara dikurangi, pelambatan ekonomi akan semakin dalam.
Racikan anggaran belanja tersebut bisa menjadi semakin rumit jika PM Anwar tidak mendapat dukungan dari partai lain, mengingat tidak ada kursi mayoritas di Parlemen.
[Gambas:Video CNBC]
(pap/pap)