CNBC Indonesia Research

Badai PHK Saat Ekonomi RI Cemerlang, Sebenarnya Ada Apa?

Aulia Mutiara Hatia Putri, CNBC Indonesia
21 November 2022 12:55
UKRAINE-CRISIS/POLAND-BLAST-BIDEN
Foto: REUTERS/KEVIN LAMARQUE

Baru saja memulai pemulihan, perang Rusia-Ukraina meletus pada 24 Februari lalu perekonomian negara-negara di dunia ikut terancam. Dua raksasa ekonomi yang menjadi sumber pertumbuhan dunia yakni China dan Amerika Serikat (AS) juga tengah pincang.

Tidak hanya AS tapi dunia juga diramal akan mengalami resesi tahun depan karena tingginya inflasi. Analis memperkirakan bahwa risiko dunia mengalami resesi kini sebesar 50% dalam 18 bulan ke depan.

Ekonomi global terus dilanda guncangan supply yang parah, yang membuat inflasi meninggi dan pertumbuhan ekonomi melambat. Tetapi, kini dua faktor lagi muncul, yakni bank sentral yang menaikkan suku bunga dengan sangat agresif serta demand konsumen yang melemah.

Ketidakpastian global yang semakin tinggi akibat perang, pengetatan suku bunga dan krisis biaya hidup membuat para analis memperkirakan tren negara-negara yang jatuh ke jurang resesi tahun depan semakin benar adanya.

Dari daftar negara yang berpotensi kena resesi, Indonesia tidak termasuk di dalamnya. Tepat seperti paragraf awal, ekonomi Indonesia terlihat cukup kuat.

Namun memang harus disayangkan, walaupun perekonomian kita tumbuh bagus 5,72% bukan berarti semua perusahaan untung.

Indonesia memang sukses mempertahankan ekonominya di tengah isu resesi semakin meluas, namun jika dilihat dari lapangan usaha, ada beberapa sektor yang melesat tinggi dan menurun tajam hingga berujung pada pemutusan hubungan karyawan (PHK).

Untuk diketahui, krisis yang terjadi antara Rusia-Ukraina ini memunculkan krisis yang melanda sektor perdagangan, finansial, energi hingga pangan di seluruh dunia, termasuk Indonesia.

Dari titik itulah muncul gelombang kedua PHK. Di sektor riil, PHK massal melanda perusahaan Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) di Jawa Barat. Data Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mencatat ada 73.000 orang yang di-PHK sepanjang Januari-Oktober 2022. Jumlah itu belum termasuk pekerja perusahaan yang tidak tergabung di Apindo.

Sektor teknologi digital, yang selama ini dianggap kalis dari efek pandemi dan mendapat berkah darinya, kini ikutan terpukul efek embargo Barat atas Rusia. Para raksasa teknologi telah memangkas karyawannya, mulai dari Meta, Twitter hingga Microsoft.

Keputusan seperti ini merupakan hal yang biasa terjadi. Kejadian ini juga menjadi dampak dari keputusan bisnis yang belum tepat.

Gaya bisnis startup yang mengedepankan pertumbuhan dengan arus kas negatif tidak akan bisa bertahan. Pada akhirnya, bisnis yang sehat harus punya arus kas yang positif.

Model bisnis startup yang sepenuhnya bergantung kepada dana investor. Modal mereka kemudian dihabiskan untuk segala bentuk promosi dan pemasaran demi menggaet pengguna, yang dikenal dengan "bakar duit".

Bisnis tidak bisa terus-terusan berharap suntikan modal baru terus datang untuk mendanai ekspansi mereka. Subsidi ke konsumen, hanya merupakan cara untuk meningkatkan penguasaan pasar, yang kemudian menjadi fondasi bisnis yang sehat.

Hal serupa juga terjadi di Indonesia. Baru-baru ini, sejumlah perusahaan startup memangkas drastis jumlah pekerjanya. Terbaru, ada emiten PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) dan Ruangguru di sana.

Mereka harus melakukan operasionalisasi karena keterbatasan modal, tidak bisa lagi bakar-bakar duit, sumber dana dari investornya sudah hampir habis.

Maklum saja era suku bunga murah sudah berakhir. Bank sentral di berbagai negara menaikkan suku bunga dengan agresif di tahun ini.

Lihat saja bagaimana bank sentral AS (The Fed) yang menaikkan suku bunga dalam tempo 9 bulan menaikkan suku bunganya sebesar 375 basis poin menjadi 3,75% - 4%. Dalam waktu singkat, suku bunga kredit yang sebelumnya berada di rekor terendah sepanjang sejarah naik ke level tertinggi dalam 14 tahun terakhir.

Artinya, para investor harus membayar mahal jika mengambil kredit investasi. Pendanaan bagi startup-pun seret. Masalahnya di tahun depan situasinya masih sama, bahkan bisa lebih buruk lagi. Kampanye bank sentral menaikkan suku bunga masih belum berakhir guna memerangi inflasi. Suku bunga bisa lebih tinggi lagi, dan resesi hampir bisa dipastikan akan terjadi.

Maka perusahaan startup akhirnya menjaga cash flow supaya tetap sehat. Oleh karena itu, perusahaan memilih melakukan PHK terhadap para karyawan. 

Jika tidak melakukan PHK, beban pembayaran gaji karyawan tentunya akan membengkak, apalagi di tahun depan pemerintah sudah memutuskan kenaikan Upah Minum naik maksimal 10% tahun depan. 

(aum/aum)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular