CNBC Indonesia Research

Di Tangan Presiden Jokowi, RI Akhirnya Mampu Taklukkan China!

Maesaroh, CNBC Indonesia
16 November 2022 06:00
Presiden Jokowi melakukan pertemuan bilateral dengan Presiden Republik Rakyat Tiongkok (RRT) Xi Jinping di Villa 14, Diaoyutai State Guesthouse, Beijing, Selasa sore, 26 Juli 2022. Presiden Jokowi disambut oleh Presiden Xi dan keduanya langsung melakukan foto bersama. Setelahnya kedua pemimpin negara bersama-sama menuju ruang pertemuan. (Dok: Biro Pers Sekretariat Presiden)
Foto: Presiden Jokowi melakukan pertemuan bilateral dengan Presiden Republik Rakyat Tiongkok (RRT) Xi Jinping di Villa 14, Diaoyutai State Guesthouse, Beijing, Selasa sore, 26 Juli 2022. Presiden Jokowi disambut oleh Presiden Xi dan keduanya langsung melakukan foto bersama. Setelahnya kedua pemimpin negara bersama-sama menuju ruang pertemuan. (Dok: Biro Pers Sekretariat Presiden)

Kendati beberapa kali mencatatkan surplus pada tahun ini, Indonesia masih membukukan defisit neraca perdagangan non-migas pada Januari-Oktober 2022 sebesar US$ 4 miliar dengan China.
Secara historis, neraca perdagangan Indonesia dengan China lebih sering membukukan surplus. Namun, tren tersebut berakhir pada 2007.

Presiden Joko Widodo, atau Jokowi, pada awal September 2022 optimis jika Indonesia akan mampu membukukan surplus pada akhir tahun ini.

"Dari sini kelihatan neraca perdagangan kita dengan China yang dulu selalu minus, di 2014 sampai minus US$13 miliar, 2021 minusnya sudah US$2,4 miliar. Tahun ini, kita pastikan sudah surplus dengan RRT, saya pastikan. Karena raw material yang tidak kita ekspor mentahan," kata Jokowi, dalam Sarasehan 100 Ekonom Indonesia, Rabu (7/9/2022).

Sejak diluncurkannya ACFTA pada 2004, surplus Indonesia terus menipis bahkan tekor mulai 2008.  Salah satu kesepakatan ACFTA adalah menghapus tarif untuk 94,6% dari semua jalur tarif untuk ekspor asal Indonesia ke China.

Kesepakatan tersebut membuat impor dari Negara Tirai Bambu mengalir deras. Di antara komoditas yang diimpor dari China dalam jumlah besar adalah mesin dan peralatan elektronik, pesawat telekomunikasi, mesin otomastis pengolah data, serta bahan obat-obatan dan kesehatan.

Pada 2003 atau sebelum ACTFA berlaku, nilai ekspor Indonesia ke Beijing mencapai US$ 5,75 miliar sementara impor mencapai US$ 4,48 miliar. Artinya, Indonesia masih membukukan surplus sebesar US$ 1,17 miliar.

Empat tahun setelah ACFTA berlaku, Indonesia sudah membukukan defisit sebesar US$ 3,61 miliar pada 2008. Defisit dagang China terus melambung hingga mencapai puncaknya pada 2018 yakni US$ 18,41 miliar pada 2018. China bahkan mengambilalih Jepang sebagai mitra dagang terbesar RI pada 2013.

Pada kondisi normal atau sebelum Covid-19 pada 2019, nilai ekspor Indonesia ke China mencapai S$ 27,96 miliar sementara impor menembus US$ 44,93 miliar.

Artinya, impor dari China melonjak 902,9% sementara ekspor melonjak 681,4% sejak ACFTA berlaku selama 16 tahun terakhir.

Defisit anjlok pada 2020 menjadi US$ 7,85 miliar dan tersisa US$ 2,46 miliar pada 2021.  Selain karena melemahnya perekonomian China akibar Covid-19, defisit menyusut karena melonjaknya ekspor Indonesia ke China.

Ekspor melonjak 20,31% menjadi US$ 53,77 miliar pada 2022 dari US$ 31,78 miliar.  Nilai perdagangan kedua negara bahkan menembus US$ 100 miliar pada 2021 untuk pertama kalinya dalam sejarah.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(mae/mae)
[Gambas:Video CNBC]


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular