Hati-hati! Bisa Ketularan Malaysia, Sawit RI Terancam

Damiana Cut Emeria, CNBC Indonesia
26 September 2022 12:25
Pekerja memuat tandan buah segar kelapa sawit untuk diangkut dari tempat pengumpul ke pabrik CPO di Pekanbaru, provinsi Riau, Indonesia, Rabu (27/4/2022). (REUTERS/Willy Kurniawan)
Foto: Pekerja memuat tandan buah segar kelapa sawit untuk diangkut dari tempat pengumpul ke pabrik CPO di Pekanbaru, provinsi Riau, Indonesia, Rabu (27/4/2022). (REUTERS/Willy Kurniawan)

Jakarta, CNBC Indonesia - Direktur Eksekutif Palm Oil Agribusiness Strategic Institute (PASPI) Tungkot Sipayung mengatakan, bukan tak mungkin, persoalan tenaga kerja di Malaysia bisa menular ke Indonesia.

Pasalnya, kata dia, dengan tarif upah yang terus naik, semakin sulit mencari tenaga pemanen untuk kebun kelapa sawit di dalam negeri.

"Tahun ini produksi CPO Indonesia naik di atas 5%. Efek kondisi shortage tenaga kerja di Malaysia tergantung sebagaimana kecepatan menggantikan sebagian tenaga kerja dengan mekanisasi dilakukan," kata Tungkot kepada CNBC Indonesia, Senin (26/9/2022).

"Jangan lupa di Indonesia juga mulai terlihat fenomena yang sama. Cari tenaga pemanen mulai sulit diperoleh dan upah makin naik terus. Makanya jika harga TBS (tandan buah segar) di bawah Rp1.000, banyak yang tidak panen karena tidak lagi ekonomis," tambah Tungkot.

Hal itu pun dibenarkan Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Gulat Manurung.

"Ada kecenderungan ke arah itu. Akibat tidak bergairahnya harga TBS sehingga upah panen nggak masuk hitungan dari segi kecukupan," kata Gulat kepada CNBC Indonesia, Senin (26/9/2022).

Apkasindo mencatat, harga rata-rata TBS di 22 provinsi wilayah Apkasindo, per 24 September 2022 adalah Rp1.852 per kg untuk petani swadaya dan Rp2.075 untuk petani bermitra.

Harga itu naik tipis dibandingkan 17 September 2022 yang tercatat Rp1.765 per kg TBS petani swadaya dan Rp2.032 per kg TBS petani bermitra.

Sementara, Dinas Perkebunan menetapkan, harga adalah Rp2.072 per kg. Sedangkan HPP TBS saat ini adalah Rp2.250 per kg.

Ditambah, lanjut dia, harga pokok produksi (HPP)TBS kini semakin naik akibat kenaikan harga BBM.

"Pekerja sawit pada 4 bulan terakhir banyak yang pindah ke sektor lain di perkotaan karena ketidakpastian selama ini mengakibatkan kebun-kebun. Banyak yang tidak panen rutin, jadi para pekerja panen enggan lagi balik ke kebun," kata Gulat.

"Pekerja membaca bahwa kebijakan pemerintah tentang sawit tidak memberikan penyelesaian masalah yang terjadi sejak larangan ekspor. Jadi, timbul keraguan untuk kembali bekerja di kebun," tukasnya. 

Seperti diketahui, asosiasi minyak sawit Malaysia, Malaysian Palm Oil Association (MPOA) sebelumnya mengungkapkan, hanya sekitar 400 ribu orang tenaga kerja asing yang bisa masuk ke Malaysia sejak Januari 2022. Itu pun, untuk semua sektor.

Karena itu, MPOA meminta pemerintah Malaysia segera mengatasi masalah keterbatasan tenaga kerja tersebut untuk mendukung daya saing dan keberlanjutan industri kelapa sawit lokal.

Sekjen Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Eddy Martono mengatakan, kondisi kekurangan tenaga kerja di Malaysia terjadi akibat efek domino pandemi Covid-19.

"Ini terjadi waktu Covid-19 masih tinggi karena tenaga kerja sulit masuk, kalau tidak salah di awal tahun saja. Kalau sekarang justru produksi Malaysia sedang memasuki panen puncak," kata Eddy kepada CNBC Indonesia, Senin (26/9/2022).

Akibatnya, kata Eddy, harga CPO tertekan karena produksi Indonesia dan Malaysia meningkat sehingga pasokan ke pasar global meningkat.


(dce/dce)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Luhut Mau Harga Sawit Minimal Rp2.500, Bye Hilirisasi?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular