Luhut Mau Harga Sawit Minimal Rp2.500, Bye Hilirisasi?

News - Damiana Cut Emeria, CNBC Indonesia
07 June 2022 14:50
Ilustrasi Kelapa Sawit (CNBC Indonesia/Rivi Satrianegara) Foto: Ilustrasi Kelapa Sawit (CNBC Indonesia/Rivi Satrianegara)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah menargetkan, harga tandan buah segar (TBS) sawit petani akan dijaga minimal Rp2.500 per kg. Hanya saja, target itu dinilai akan sulit tercapai.

Direktur Eksekutif Palm Oil Agribusiness Strategic Institute (PASPI) Tungkot Sipayung mengatakan, target tersebut tergantung pemerintah. Karena itu, dia berharap, pengambilan kebijakan harus dengan pemahaman dinamika industri dan perubahan pasar dunia.

Jika pemerintah ingin memaksimumkan harga TBS petani dan mengekspor semua CPO (minyak sawit mentah/ crude palm oil), maka pungutan bisa dihapus sehingga harga TBS petani di Indonesia sama dengan harga TBS petani di Malaysia sekitar Rp5.000 per kg.

"Tapi dampaknya ketersediaan kebutuhan CPO untuk hilirisasi domestik termasuk ketersediaan minyak goreng domestik akan terancam. Dan penerimaan negara baik bea keluar (BK) dan pungutan ekspor (PE) akan hilang," kata Tungkot kepada CNBC Indonesia, Selasa (7/6/2022).

"Dan karena Indonesia adalah eksportir minyak sawit terbesar dunia, jika Indonesia tidak membatasi ekspor sawitnya, harga CPO dunia akan anjlok," lanjutnya.

Dia memaparkan, saat ini harga CPO dunia masih sekitar US$1.700 per ton atau Rp24.000 per kg. Dengan harga CPO tersebut seharusnya harga TBS di Indonesia sekitar Rp4.500-5.000 per kg TBS. Sehingga, kurang lebih sama dengan harga TBS di Malasya).

"Dengan BK dan pungutan saat ini, (jika tidak ada DMO dan DPO) harga TBS di Indonesia seharusnya sekitar Rp3.000-3.300 per kg. Jika saat ini harga TBS di bawah Rp2.000 per kg, itu dampak larangan ekspor kemarin, dampak DMO dan DPO jilid II dan ketidaksempurnaan pasar," kata Tungkot.

Hanya saja, dia menambahkan, ke depan tidak mungkin harga bertahan tinggi seperti sekarang.

"Semester kedua, harga CPO dunia cenderung turun," ujarnya.

"Dan karena Indonesia adalah eksportir minyak sawit terbesar dunia, jika Indonesia tidak membatasi ekspor sawitnya, harga CPO dunia akan anjlok."Tungkot Sipayung, Direktur Eksekutif Palm Oil Agribusiness Strategic Institute (PASPI)

Indonesia, katanya, yang bisa menentukan apakah harga CPO dunia masih bisa dikendalikan dan menguntungkan Indonesia.

"Tergantung kita. Jika kombinasi tiga pilar, yaitu hilirisasi domestik, pungutan ekspor, dan konsumsi domestik dapat dikelola dan tidak kita rusak, maka kita masih bisa menikmati manfaat sebagai produsen terbesar sawit dunia," kata Tungkot.

Konferensi Pers Update Ketersediaan dan Keterjangkauan Minyak GorengMenko  Marves Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, harga sawit petani akan dijaga minimal Rp2.500 per kg (Foto: Konferensi Pers Update Ketersediaan dan Keterjangkauan Minyak Goreng
Konferensi Pers Update Ketersediaan dan Keterjangkauan Minyak Goreng)

Dia mengakui, akan ada dilema pemerintah dalam menentukan kebijakan. Kebijakan pemenuhan kebutuhan domestik (domestic market obligation/DMO) dan harga domestik (domestic price obligation/ DPO) jilid II, menjaga pasokan untuk memacu hilirisasi di dalam negeri, serta mempertahankan pemasukan negara lewat BK dan PE.

"Pilihan yang realistis saat ini adalah jika kebijakan DMO dan DPO jilid II masih tetap dilakukan, harus ada koreksi pada pungutan ekspor agar tidak terjadi double taxation. Jadi PMK 23/2022 yang saat ini berlaku kembali ke PMK 76/2021. Dengan catatan tidak ada lagi hambatan nontariff barrier seperti birokratisasi atau over regulated izin ekspor," kata Tungkot.

Pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 76/2021 tentang Perubahan Kedua atas PMK No 57/PMK.05/2020 tenntang Tarif Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BLU BPDPKS) pada Kementerian Keuangan (Kemenkeu), besaran tarif pungutan ekspor adalah maksimal US$175 per ton. Yaitu untuk ekspor CPO dengan harga di atas US$1.000 per ton.

Besaran itu kemudian dinaikan dalam PMK No 23/2022 tentang Perubahan Ketiga Atas PMK No 57/PMK.05/2020 tentang Tarif BLU BPDPKS pada Kemenkeu, menjadi US$375 per ton untuk CPO dengan harga di atas US$1.500 per ton.

"Secara aturan BK itu harus tetap ada karena itu pendapatan negara. Saya yakin Menkeu akan tetap pertahankan itu ada. Soal besaran mungkin bisa diatur ulang. Secara aturan pungutan ekspor bisa ada bisa tidak," kata Tungkot.

"Dilema ya, tapi itulah seninya membuat kebijakan," imbuh dia.

Revisi

Sebelumnya, dalam keterangan pers virtual, Menko bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, pemerintah akan terus memantau dampak kebijakan ekspor minyak sawit berbasi DMO dan DPO jilid II dan dampaknya bagi harga TBS.

Pemerintah, kata dia, akan mengambil langkah percepatan segera jika harga TBS di petani masih terlalu rendah.

"Kita berharap harga TBS itu nanti tidak kurang dari Rp2.500 dan kita harap juga nanti bisa lebih dari itu," kata Luhut dalam keterangan pers ditayangkan Youtube Kemenko Kemaritiman dan Investasi, Minggu (5/6/2022).

Dalam kesempatan sama, Deputi II bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis Kemenko Perekonomian Musdhalifah Machmud mengatakan, saat ini proses perubahan atas ketentuan pungutan ekspor tengah dilakukan dan sedang menunggu keputusan dari Kementerian Keuangan.

"Kami dari kantor Menko Perekonomian sudah melakukan penyesuaian terkait pungutan ekspor dan mudah-mudahan dalam jangka waktu tidak terlalu lama," kata Musdhalifah.


[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya

Petani & Pabrik Sawit Mulai 'Teriak', Ini Biang Keroknya


(dce/dce)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Terpopuler
    spinner loading
LAINNYA DI DETIKNETWORK
    spinner loading
Features
    spinner loading