Selamat! Juragan Sawit Yakin Harga CPO Masih Bisa Nanjak Lagi

News - Damiana Cut Emeria, CNBC Indonesia
02 August 2022 12:10
Ilustrasi Kelapa Sawit (CNBC Indonesia/Rivi Satrianegara) Foto: Ilustrasi Kelapa Sawit (CNBC Indonesia/Rivi Satrianegara)

Jakarta, CNBC Indonesia - Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Joko Supriyono mengatakan, harga minyak sawit mentah (crude palm oil/ CPO) masih dalam tren positif. Karena itu, dia menambahkan, yang harus menjadi fokus kebijakan saat ini adalah memacu ekspor CPO dan turunannya.

Dia mengatakan, dengan memacu ekspor CPO dan turunannya, akan mendongkrak harga CPO di dalam negeri. Dengan begitu, akan berdampak nyata ke harga tandan buah segar (TBS) di tingkat petani sawit.

"Harga CPO kalau bicara di pasar global trennya masih bisa dikatakan bagus karena demand global itu nggak turun. Akan tren naik, terutama dengan pascarecovery pandemi ini. Yang jadi problem sekarang adalah domestik. Bagaimana menaikkan harga domestik supaya harga TBS petani naik," kata Joko dalam diskusi virtual dikutip Selasa (2/8/2022).

Untuk itu, ujarnya, dibutuhkan kebijakan yang bisa memacu percepatan ekspor. Seperti mekanisme flush out yang baru saja berakhir per 31 Juli 2022.

"Flush out itu karena terlalu mahal saja. Kalau harganya (tarif bea keluar) reasonable sih sebenarnya bisa membantu percepatan ekspor. Tapi, kan ada pilihan lain yang lebih baik. Konteksnya, why DMO (domestic market obligation/ kewajiban pemenuhan kebutuhan domestik). Kalau memang ada kebijakan lain yang lebih bisa menjaga keseimbangan, kenapa harus DMO," tukas Joko.

Di sisi lain, Joko mengatakan, pelaku usaha dan petani sawit sama-sama terancam akibat pergerakan harga CPO yang berfluktuasi. Karena itu, ujarnya, tidak ada cara untuk pengusaha melindungi petani sawit.

"Sebenarnya, pelaku usaha dan petani itu sama-sama terancam karena harga, yang berfluktuasi dan tidak bisa dikontrol. Yang bisa dilakukan adalah beradaptasi. Saat harga CPO meningkat, pelaku usaha meningkatkan spending dengan mempercantik kebun. Sama, petani juga foya-foya, dalam hal misalnya pupunya dilebihin, kebunnya jadi tama. Ini perilaku saat harga naik," kata Joko.

"Saat harga turun, kemudian akan mengurangi pengeluaran. Meski memang kemudian ada batas maksimal untuk menyesuaikan HPP. Itulah karakteristik bisnis sawit, harga yang seperti yoyo ini nggak bisa dikontrol. Cuma bisa menjaga supaya ketika kemudian harga rendah, produktivitasnya tetap terjaga tinggi sehingga tetap bisa survive," tambahnya.

Di sisi lain, lanjut dia, saat terjadi kelebihan pasokan seperti di tahun 2015, harus ada kebijakan yang memacu naiknya serapan di dalam negeri. Dengan begitu bisa mendongkrak harga.

"Intinya, dalam komoditas sawit ini nggak bisa main-main dengan harga. Karena kita semua price taker bukan price maker. Bagaimana caranya yang paling efisien dan produktif," kata Joko.

Selain itu, dia menambahkan, kemitraan pelaku usaha dengan petani bisa menjadi salah satu solusi yang ditempuh.

"Kemitraan bisa membantu memperbaiki produktivitas supaya lebih efisien biaya, sehingga harus ada kemitraan yang dimulai sejak awal. Dengan begitu bisa tetap survive di saat harga berfluktuasi tinggi," kata Joko.

Harga TBS

Sementara itu, Serikat petani Kelapa Sawit (SPKS) melaporkan, langkah pemerintah menghapus sementara pungutan ekspor (PE BPDPKS) belum berdampak signifikan mendongkrak harga TBS di tingkat petani sawit swadaya.

Sekjen SPKS Mansuetus Darto memaparkan, per 1 Agustus 2022, harga TBS di wilayah anggota mencakup 10 provinsi dan 14 kabupaten adalah:

- Sulawesi Barat kabupaten Pasang Kayu dan Mamuju Tengah Rp900/kg
- Kalimantan Barat kabupaten Sanggau Rp1.050/kg dan sekadau Rp1.350/kg
- Kalimantan Tengah, kabupaten Seruyan Rp1.450/kg dan kabupaten Kobar Rp1.350 per kg
- Kalimantan Timur kabupaten Paser Rp1.000/kg
- Riau, kabupatenn Roan Hulu Rp1.540/kg, kabupaten Siak Rp1.310/kg
- Sumatera Utara, kabupaten Labuhan Rp1.300/kg
- Jambi, kabupaten Tanjung Tabung Barat Rp1.225/kg
- Sumatera Selatan, kabupaten Muba Rp750/kg
- Sumatera Barat, kabupaten Pasaman Barat Rp1.080/kg
- Aceh, kabupaten Aceh Utara Rp1.300/kg.

"Harga di tingkat petani sawit swadaya itu masih di bawah harga yang diinstruksikan oleh pak Menteri Pertanian agar perusahaan membeli harga TBS petani paling rendah Rp1.600/kg. Dengan harga TBS yang berlaku saat ini petani sawit swadaya belum bisa menutupi biayah produksi (HPP) sekitar Rp2.000/g, dengan kondisi sekarang mayoritas petani sawit tidak melakukan pemupukan dan perwatan kebun," kata Mansuetus kepada CNBC Indonesia, dikutip Selasa (2/8/2022).


[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya

Duh! Belum Ada Tanda Harga Sawit Petani Bisa Langsung Terbang


(dce/dce)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Terpopuler
    spinner loading
LAINNYA DI DETIKNETWORK
    spinner loading
Features
    spinner loading