
Rasio Kuota DMO Naik Jadi 9 Kali, Harga CPO Terancam Anjlok?

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan (Zulhas) menetapkan kebijakan baru terkait ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/ CPO). Yaitu, menaikkan rasio pengali hak eskpor atas pendistribusian minyak goreng di dalam negeri (domestic market obligation/DMO).
Dengan kebijakan itu, kata Zulhas, kuota ekspor CPO dan produk turunannya menjadi lebih besar. Ditambah penghapusan sementara pungutan ekspor (PE BPDPKS), ujarnya, akan bisa berdampak menaikkan harga tandan buah segar (TBS) sawit di tingkat petani ke atas Rp2.000 per kg.
Sebelumnya angka pengali konversi hak ekspor atas pendistribusian DMO CPO/minyak goreng adalah 1:7 kali. Mulai 1 Agustus 2022, berlaku menjadi 1:9 kali.
Yang ditetapkan dengan Keputusan Dirjen Perdagangan Luar Negeri No 14/DAGLU/KEP/07/2022 tentang Penetapan Rasio Pengali Besaran Volume Pemberian Persetujuan Ekspor Crude Palm Oil, Refined, Bleached and Deodorized Palm Oil, Refined, Bleached and Deodorized Palm Olein, dan Used Cooking Oil.
"Dengan meningkatkan angka pengali konversi hak ekspor menjadi 1:9, ditambah insentif pendistribusian DMO dalam bentuk minyak goreng kemasan merek Minyakita, perusahaan
akan dapat mengekspor 13,5 kali lipat dari realisasi DMO, lebih tinggi dari sebelumnya," kata Zulhas dikutip Kamis (4/8/2022).
Sekjen Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Eddy Martono mengatakan, kebijakan menaikkan rasio pengali DMO untuk ekspor CPO dan turunannya membantu upaya percepatan ekspor. Hanya saja, imbuh dia, saat ini posisi stok CPO Indonesia masih terlalu tinggi. Sebelumnya Eddy bahkan memprediksi stok CPO RI masih berkisar di 7 jutaan ton. Sekitar 2 kali lipat dari kondisi normal di 3-4 jutaan ton.
"Membantu ya, sebab lebih besar rasionya. Tetapi apakah dengan stok yang sangat tinggi ini bisa mempercepat pengurasan tangki, kita lihat saja minimal dalam 1 bulan ini. Apakah 1:9 ini cukup atau masih perlu ditambah lagi," kata Eddy kepada CNBC Indonesia dikutip Kamis (4/8/2022).
Terkait dampak percepatan ekspor ke harga CPO dan TBS, menurutnya, hal itu tergantung pada arus suplai dan permintaan minyak nabati dunia.
"Kalau Indonesia mempercepat ekspor artinya supplai bertambah. Hal ini pasti akan memengaruhi harga dan kemungkinan akan turun. Hanya nanti akan terbentuk keseimbangan harga baru, tergantung dengan supply dan demand minyak nabati dunia," kata Eddy.
Mengutip tradingeconomics, harga CPO pada sesi perdagangan kemarin, Rabu (3/8/2022) berakhir naik ke MYR3.864 per ton.
(dce/dce)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article DMO CPO, Jurus Rumit Anak Buah Jokowi Urus Minyak Goreng