Internasional

Bukan Ukraina, Putin Dibuat Pusing Anggota 'NATO Tandingan'

Tommy Patrio Sorongan, CNBC Indonesia
16 September 2022 10:05
An Armenian serviceman fires a cannon towards Azerbaijan positions in the self-proclaimed Republic of Nagorno-Karabakh, Azerbaijan, Tuesday, Sept. 29, 2020. Armenian and Azerbaijani forces accused each other of attacks on their territory Tuesday, as fighting over the separatist region of Nagorno-Karabakh continued for a third straight day following the reigniting of a decades-old conflict. (Sipan Gyulumyan/Armenian Defense Ministry Press Service/PAN Photo via AP)
Foto: Seorang prajurit Armenia menembakkan meriam ke arah posisi Azerbaijan di Republik Nagorno-Karabakh, Azerbaijan, Selasa, 29 September 2020. (Sipan Gyulumyan/Armenian Defense Ministry Press Service/PAN Photo via

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Rusia Vladimir Putin tengah menghadapi beban militer baru. Setelah mengirimkan pasukannya dalam jumlah besar untuk berperang dengan Ukraina, kali ini Putin dipaksa untuk menugaskan militernya ke dalam perang Armenia-Azerbaijan.

Azerbaijan dan Armenia kembali bertempur di perbatasan Nagorno-Karabakh pada hari Selasa, (13/9/2022) dan saling menyalahkan siapa yang bersalah karena memulai perselisihan.

Konflik tersebut pun menempatkan Putin dalam posisi canggung. Pasalnya, Armenia merupakan sekutu Rusia dalam aliansi militer Organisasi Perjanjian Keamanan Kolektif (CSTO) yang disebut-sebut sebagai tandingan NATO.

Perdana Menteri (PM) Armenia Nikol Pashinyan meminta bantuan Moskow dengan mengaktifkan Pasal 4 aliansi itu. Pasal 4 menyatakan bahwa setiap agresi terhadap negara-negara anggota CSTO dianggap oleh anggota lain sebagai agresi terhadap semua anggota.

"Serangan Azerbaijan ke Armenia adalah skenario mimpi buruk bagi Putin. Pasukannya sudah kewalahan dan mundur di Ukraina, sekarang dia harus menemukan beberapa pasukan untuk dikirim ke Armenia," ujar penulis dan reporter internasional senior asal Kanada, Mark MacKinnon, dalam akun Twitternya dikutip Newsweek, Jumat (16/9/2022).

CSTO sendiri telah bertemu pada Selasa lalu untuk menanggapi permintaan Pashinyan yang menyerukan Pasal 4. Organisasi perjanjian itu mengumumkan gencatan senjata, tetapi Armenia melaporkan bahwa pertempuran terus berlanjut.

Sebuah misi pencarian fakta yang dipimpin oleh CSTO diperkirakan akan tiba di Ibu Kota Armenia hari ini menurut laporan dari Bloomberg, tetapi baik Putin maupun anggota CSTO lainnya tidak setuju untuk mengirim pasukan untuk membantu pertahanan Armenia.

Seorang pejabat parlemen Rusia Duma, Aleksandr Borodai, mengatakan bahwa Moskow tidak memiliki pasukan cadangan untuk campur tangan dalam konflik Azerbaijan dan Armenia. Pasalnya, pasukan negara itu telah ditugaskan secara besar-besaran di Ukraina.

Ketika anggota CSTO ragu-ragu, sekutu Azerbaijan, Turki, menyatakan dukungan mereka terhadap negara itu. Menteri Pertahanan Turki Hulusi Akar mengatakan bahwa Ankara akan tetap 'mendukung alasan adil' Azerbaijan.

Sementara itu, Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa (UE) mendorong Rusia untuk membantu menyelesaikan perselisihan tersebut. Pada hari Selasa, Juru Bicara Departemen Luar Negeri AS Ned Price menyalahkan Azerbaijan atas konflik tersebut.

"Kami telah melihat bukti signifikan penembakan Azerbaijan di dalam Armenia dan kerusakan signifikan pada infrastruktur Armenia," kata Price selama pengarahan.

Prancis juga mendesak Rusia untuk mengambil tindakan. Menurut sebuah artikel Reuters, Prancis berencana untuk mempresentasikan masalah ini di Dewan Keamanan PBB. Presiden Prancis Emmanuel Macron mendesak pemimpin Azerbaijan Ilham Aliyev untuk mengakhiri permusuhan dan mengikuti perintah gencatan senjata.


(luc/luc)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ada Ancaman Perang Baru di Asia, Putin Ikut Turun Tangan

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular