Internasional

Inflasi di AS 'Mendarah Daging', Resesi Dunia di Depan Mata?

Aulia Mutiara Hatia Putri, CNBC Indonesia
14 September 2022 19:00
Ilustrasi Ekspor- Impor
Foto: Ilustrasi Ekspor- Impor (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Inflasi AS yang masih memanas perlu diwaspadai. Sebab akan memberikan pengaruh terhadap kondisi pasar keuangan Indonesia serta perekonomian secara keseluruhan.

"Berbagai skenario inflasi global yang melonjak tinggi dan memberikan kemungkinan kinerja ekonomi negara-negara maju harus kita perhatikan sebagai dinamika yang memiliki potensi mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, inflasi dan nilai tukar rupiah" ungkap Sri Mulyani dalam rapat kerja dengan Banggar DPR, Rabu (14/9/2022).

Ada dua jalur transmisi. Pertama adalah jalur moneter, di mana inflasi yang kian meninggi akan menciptakan tingkat suku bunga yang semakin meningkat .

The Fed yang diperkirakan siap menaikkan suku bunga jumbo pada akhirnya akan membuat dolar AS kian perkasa. Sehingga rupiah pun akan di prediski melemah membuat arus modal asing akan semakin deras keluar.

The Fed yang semakin agresif juga akan mendorong Bank Indonesia (BI) kembali menaikkan suku bunga acuannya. Karena dengan kenaikan suku bunga AS berarti selisih antara FFR dengan suku bunga Bank Indonesia (BI) akan semakin menyempit.

Menyempitnya selisih tersebut dapat menjadi ancaman karena membuat investasi di pasar keuangan Indonesia menjadi relatif kurang menarik. Ini  khususnya di pasar obligasi.

Diketahui, pada 22-23 Agustus 2022 BI memutuskan untuk menaikkan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 bps menjadi 3,75%. Ini dilakukan dalam rangka langkah pre-emptive dan forward looking.

Langkah diambil apalagi kalau bukan untuk memitigasi risiko peningkatan inflasi inti dan ekspektasi inflasi. Itu sebagai akibat kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) nonsubsidi, inflasi volatile food, serta memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah.

Saat suku bunga naik maka perbankan hanya akan melakukan penyesuaian dari sisi Asset Liability Management (ALMA). Dampak yang harus diperhatikan kestabilan pasar keuangan dan likuiditas perbankan, serta penyaluran kredit agar pemulihan akan terjaga.

Tak hanya pengusaha, kenaikan bunga juga akan berdampak pada konsumen. Mereka yang memiliki kredit konsumsi, termasuk KPR di bank juga berpotensi membayar cicilan lebih mahal dengan kenaikan bunga acuan.

Ada sisi positif dan negatif dari kenaikan suku bunga BI. Kenaikan suku bunga akan membuat biaya pinjaman makin mahal, tetapi dapat menekan inflasi sehingga harga-harga bisa terjangkau. Dengan inflasi yang terjaga, maka daya beli rumah tangga juga terjaga. 

Kedua, ini akan berdampak jalur perdagangan. Jika inflasi AS masih 'panas', AS akan masuk ke jurang resesi. Ini menyebabkan kinerja ekspor untuk tujuan AS bisa terganggu, daya beli konsumen akan tergerus sehingga mempengaruhi permintaan barang-barang yang ada di Indonesia.

Sementara itu, memasuki perdagangan minggu ketiga September. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) masih gamang menentukan pergerakannya di tengah kondisi investor yang masih menanti pengumuman kenaikan suku bunga The Fed.

Kaburnya dana asing dapat merembes hingga ke pasar ekuitas, mengingat tingginya suku bunga AS memberikan tekanan likuiditas bagi investor Barat yang sebagian mungkin terpaksa keluar dari bursa domestik. Jika aksi jual asing terjadi secara signifikan, artinya ini dapat memberikan tekanan bagi IHSG.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(aum/sef)

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular