
Pak Jokowi, Investor Nunggu Perpres Harga Listrik Panas Bumi

Jakarta, CNBC Indonesia - Asosiasi Panas Bumi Indonesia menyebut bahwa salah satu faktor lambannya pengembangan listrik panas bumi di Tanah Air karena masalah harga.
Prijandaru Effendi, Presiden Asosiasi Panas Bumi Indonesia, mengatakan bahwa saat ini terdapat kesenjangan antara harga keekonomian yang menarik bagi investor dan harga listrik yang terjangkau bagi pembeli, dalam hal ini PT PLN (Persero) selaku satu-satunya pembeli listrik dari investor panas bumi.
"Lambatnya pertumbuhan ini karena tantangan saat ini masih berproses untuk menemukan solusinya, terutama dalam hal kesenjangan harga yaitu antara harga yang memberikan keekonomian yang menarik bagi investor dengan harga yang terjangkau oleh pembeli satu-satunya, yakni PLN. Ini lah masalah utama yang harus kita cari," paparnya saat membuka acara 'The 8th Indonesia International Geothermal Convention & Exhibition 2022' di JCC, Jakarta, Rabu (14/09/2022).
Perlu diketahui, hingga akhir 2021 kapasitas terpasang Pembangkit Listrik Panas Bumi (PLTP) baru mencapai 2.276,9 Mega Watt (MW) atau baru 9,5% dari sumber daya yang ada.
Padahal, Indonesia merupakan pemilik sumber daya panas bumi terbesar kedua setelah Amerika Serikat. Hingga Desember 2020, Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat sumber daya panas bumi Indonesia mencapai sebesar 23.965,5 Mega Watt (MW) atau sekitar 24 Giga Watt (GW).
Amerika Serikat menduduki peringkat nomor wahid untuk sumber daya panas bumi yakni mencapai 30.000 MW. Selanjutnya, Indonesia 23.965 MW, Jepang 23.400 MW, Kenya 15.00 MW dan terakhir Islandia 5.800 MW.
Oleh karena itu, pihaknya pun berharap agar pemerintah segera menerbitkan Peraturan Presiden terkait harga listrik energi baru terbarukan, termasuk panas bumi.
"Mudah-mudahan dengan terbitnya Pepres tentang percepatan pengembangan energi terbarukan untuk penyediaan tenaga listrik dapat mendorong percepatan panas bumi," tuturnya.
Dia menyebut, Asosiasi dan investor pengembang panas bumi terus berupaya untuk mencari terobosan teknologi, serta melakukan efisiensi agar panas bumi bisa kompetitif dan program pemerintah menuju netral karbon atau Net Zero Emission (NZE) pada 2060 atau lebih cepat melalui pemanfaatan panas bumi bisa tercapai.
Seperti diketahui, Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) sedang menyiapkan Peraturan Presiden (Perpres) mengenai Energi Baru dan Terbarukan (EBT). Presiden Jokowi berencana menerbitkan aturan ini pada 2022 ini.
Berdasarkan draf Perpres EBT yang diterima oleh CNBC Indonesia beberapa waktu lalu, Perpres ini berisi mengenai Pembelian Tenaga Listrik EBT oleh PT PLN (Persero).
Berikut harga listrik dari PLTP berdasarkan draf Perpres yang diterima CNBC Indonesia:
PLTP (Yang seluruhnya dibangun badan usaha dan yang seluruhnya atau sebagian dibangun oleh pemerintah pusat dan daerah):
- Kapasitas 10 MW, harga patokan tertingginya 9,76 cent/kWh x F (lokasi), pada tahun pertama sampai ke 10. Sementara harga tahun ke 11 - 30 mencapai 8,30 cent/kWh.
- Kapasitas 10 - 50 MW, harganya 9,41 cent/kWh x F di tahun 1 sampai 10 tahun, sementara tahun ke 11 - 30 tahun harganya menjadi 8,00 cent/kWh.
- Kapasitas 50 MW - 100 MW, harganya 8,64 cent/kWh x F untuk 1 sampai 10 tahun. Sementara tahun ke 11 - 30 hanya 7,35 cent/kWh.
- Kapasitas 100 MW ke atas, harganya 7,65 cent/kWh x F untuk 1 sampai 10 tahun.Sementara tahun ke 11 - 30 hanya 6,50 cent/kWh.
Tenaga Uap Panas Bumi Setara Listrik:
- Kapasitas - 10 MW, harga patokan tertingginya 6,60 cent/kWh x F (lokasi), pada tahun pertama sampai ke 10. Sementara harga tahun ke 11 - 30 mencapai 5,60 cent/kWh
- Kapasitas 10 - 50 MW, harganya 6,25 cent/kWh x F di tahun 1 sampai 10 tahun, sementara tahun ke 11 - 30 tahun harganya menjadi 5,31 cent/kWh
- Kapasitas 50 MW - 100 MW, harganya 5,48 cent/kWh x F untuk 1 sampai 10 tahun. Sementara tahun ke 11 - 30 hanya 5,31 cent/kWh.
- Kapasitas 100 MW ke atas, harganya 4,48 cent/kWh x F untuk 1 sampai 10 tahun. Sementara tahun ke 11 - 30 hanya 3,81 cent/kWh.
Selain soal harga, Perpres ini menjadi 'karpet merah' bagi pengembang Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP). Dalam Pasal 30 disebutkan bahwa: Pemerintah dapat memberikan dukungan dalam pelaksanaan eksplorasi Panas Bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) huruf d berupa:
Pertama, penugasan penambahan data dan informasi panas bumi. Kedua, penugasan survei pendahuluan dan eksplorasi. Ketiga, penanggungan risiko ekplorasi (derisking). Keempat, fasilitas pembiayaan khusus. Dan Kelima, penanggungan sebagian biaya data dan informasi.
Ayat 2 Pasal 30 ini menyebutkan bahwa, pemberian dukungan dalam pelaksanaan eksplorasi berupa penugasan penambahan data dan informasi panas bumi sebagaimana dimaksud diberikan kepada badan layanan umum atau badan usaha milik negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang panas bumi.
(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article RI Punya Harta Karun Top 2 Dunia, Tapi Digarapnya Lelet
