RI Punya Harta Karun Top 2 Dunia, Tapi Digarapnya Lelet

News - Verda Nano Setiawan, CNBC Indonesia
14 September 2022 10:17
Pembangkit Listrik Panas Bumi (PLTP) Sokoria sebanyak 5 MW/Gustidha Budiartie Foto: Pembangkit Listrik Panas Bumi (PLTP) Sokoria sebanyak 5 MW/Gustidha Budiartie

Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia dianugerahi sumber daya alam melimpah, termasuk "harta karun" energi. Tak hanya di sektor pertambangan, Indonesia juga dikaruniai "harta karun" di bidang energi baru terbarukan (EBT). Bahkan, Indonesia tercatat sebagai pemilik sumber daya panas bumi terbesar kedua di dunia setelah Amerika Serikat.

Hingga Desember 2020, Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat sumber daya panas bumi Indonesia mencapai sebesar 23.965,5 Mega Watt (MW) atau sekitar 24 Giga Watt (GW).

Amerika Serikat menduduki peringkat nomor wahid untuk sumber daya panas bumi yakni mencapai 30.000 MW. Selanjutnya, Indonesia 23.965 MW, Jepang 23.400 MW, Kenya 15.00 MW dan terakhir Islandia 5.800 MW.

Meski memiliki cadangan yang besar, sayangnya apa yang dimiliki Indonesia ini belum dimanfaatkan secara maksimal. Buktinya, kapasitas terpasang PLTP di Indonesia hingga akhir 2021 baru mencapai 2.276,9 MW atau baru 9,5% dari sumber daya yang ada.

Lambatnya perkembangan sumber energi panas bumi di Tanah Air juga diaminkan oleh Prijandaru Effendi, Presiden Asosiasi Panas Bumi Indonesia.

Dalam acara 'The 8th Indonesia International Geothermal Convention & Exhibiton 2022', Prijandaru mengakui bahwa pengembangan panas bumi di Indonesia berjalan lambat, rata-rata pertumbuhan per tahun hanya 60 Mega Watt. Padahal, sumber daya masih ada 24 GW.

Menurutnya, lambatnya perkembangan panas bumi menjadi sumber energi listrik yakni Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) di Tanah Air karena masih terdapat sejumlah kendala, terutama harga.

Dia menilai saat ini masih ada kesenjangan harga yakni antara harga keekonomian untuk menarik investor dengan harga listrik terjangkau bagi pembeli, dalam hal ini satu-satunya pembeli yakni PT PLN (Persero).

"Lambatnya pertumbuhan ini karena tantangan saat ini masih berproses untuk menemukan solusinya, terutama dalam hal kesenjangan harga yaitu antara harga yang memberikan keekonomian yang menarik bagi investor dengan harga yang terjangkau oleh pembeli satu-satunya, yakni PLN. Ini lah masalah utama yang harus kita cari," paparnya saat membuka acara 'The 8th Indonesia International Geothermal Convention & Exhibiton 2022' di JCC, Jakarta, Rabu (14/09/2022).

Tak hanya itu, menurutnya ketidakpastian regulasi juga turut berdampak pada pengembangan panas bumi di Tanah Air. Pasalnya, target kapasitas terpasang PLTP di
dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) terlalu ambisius, sehingga akan sulit dicapai. Pada 2025, PLTP terpasang ditargetkan mencapai 7,2 GW, lalu 2030 10 GW, dan di 2050 mencapai 17 GW.

"Pencapaian target tersebut gak mudah, karena perlu kerja keras," ujarnya.

Kendati demikian, dirinya mengaku bahwa pihaknya berkomitmen membantu pencapaian target tersebut. Tapi ini semua menurutnya bisa dilakukan bila ada dukungan penuh dari pemerintah agar kendala dan tantangan yang telah disebutkan di atas dapat segera diselesaikan.

"Mudah-mudahan dengan terbitnya Pepres tentang percepatan pengembangan energi terbarukan untuk penyediaan tenaga listrik dapat mendorong percepatan panas bumi," tandasnya.


[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya

Bakal Digarap Sinar Mas Grup, Ini Lho Harta Karun Top 2 Dunia


(wia)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Terpopuler
    spinner loading
LAINNYA DI DETIKNETWORK
    spinner loading
Features
    spinner loading