Redam Keluhan Warga Xinjiang, China Kerahkan 'Buzzer' Medsos
Jakarta, CNBC Indonesia - Otoritas China telah memerintahkan sensor ketat untuk 'membungkam' keluhan masyarakat di sosial media terkait kekurangan makanan dan obat-obatan selama penguncian (lockdown) di wilayah Xinjiang lebih dari sebulan terakhir.
Prefektur otonom Ili Kazakh, juga dikenal sebagai Yili dan rumah bagi sekitar 4,5 juta orang, diyakini pertama kali dikunci pada awal Agustus 2022 tanpa pengumuman resmi kepada publik. Kini masyarakat yang berada di sana mengeluhkan kekurangan makanan, penundaan, atau penolakan perawatan medis selama beberapa hari terakhir.
Namun, menurut arahan yang bocor dan diterbitkan oleh China Digital Times (CDT), sensor dilakukan untuk membuka "kampanye banjir komentar" guna menenggelamkan unggahan atas keluhan mereka.
"Tidak ada batasan isi materi konten," menurut arahan tersebut, berdasarkan terjemahan CDT yang dikutip The Guardian, Senin (12/9/2022).
"Konten dapat mencakup kehidupan rumah tangga, pengasuhan anak sehari-hari, memasak, atau suasana hati pribadi. Semua personel komentar internet harus mengunggah satu jam sekali (total dua kali), tetapi tidak secara berurutan! Ulangi: tidak berurutan dengan cepat!"
Dalam contoh unggahan yang diarsipkan oleh CDT, sensor melakukan kampanye "banjir komentar" dengan berbagi foto masakan Xinjiang dan lingkungan yang indah untuk menenggelamkan keluhan tentang lockdown.
Xinjiang, tempat kampanye penindasan pemerintah selama bertahun-tahun terhadap penduduk Muslim, berada di bawah tingkat kontrol dan sensitivitas politik yang lebih tinggi daripada sebagian besar wilayah China.
Sekitar 40% dari populasi perumahan Xinjiang adalah Han Cina, dan sisanya sebagian besar Uyghur dan etnis minoritas lainnya. Namun ini juga menjadi daya tarik pariwisata domestik, khususnya Yili, yang berbatasan dengan Kazakhstan.
"Ini benar-benar terjadi selama epidemi Yili, penduduk setempat telah mencoba banyak hal untuk memberi tahu dunia luar tentang keadaan kami di sini," kata seorang komentator menurut situs monitor, What's On Weibo.
"Kami terkunci di dalam dan tidak memiliki persediaan yang cukup, namun mereka membuka daerah wisata yang indah, bantu kami, bantu kami di sini, bantu orang-orang biasa Yili!"
Keluhan dari masyarakat yang di-lockdown selama lebih dari 40 hari penguncian telah memicu ratusan ribu komentar dan unggahan.
Banyak laporan terkait wanita hamil yang dipulangkan dari rumah sakit yang tutup, wanita lain dan bayinya yang baru lahir ditolak masuk kembali ke tempat tinggal mereka setelah melahirkan di rumah sakit, hingga seorang pria tua yang muntah darah ditolak masuk setelah tiba di unit gawat darurat.
"Anak-anak yang demam 40 derajat bahkan tidak bisa ke dokter, ibu hamil bahkan tidak bisa masuk rumah sakit, kami benar-benar tidak tahan lagi," kata salah satu komentar yang dilaporkan.
Pihak berwenang telah membantah beberapa klaim tersebut, termasuk kematian dan bunuh diri. Tapi pekan lalu mereka mengakui ada masalah dengan makanan dan pasokan medis, dan meminta maaf dalam konferensi pers, serta menyalahkan pejabat setempat.
Pada Sabtu, mengutip laporan South China Morning Post, seorang pejabat kesehatan Yili mengatakan penguncian yang tersisa akan dicabut setelah dua hingga tiga putaran pengujian lagi.
Pada Minggu, komisi kesehatan nasional China melaporkan 1.138 kasus lokal, termasuk 28 di Xinjiang. Sekitar 200 kasus lokal telah dilaporkan dari Xinjiang pada minggu lalu, menurut pengarahan harian dari komisi kesehatan nasional.
Strategi nol-Covid China menyebabkan meluasnya lockdown dan pembatasan lainnya diterapkan secara tiba-tiba dan tanpa peringatan di kota, lingkungan, dan tempat tinggal individu. Hal ini tentu memicu meningkatnya keluhan dari warga.
(luc/luc)