Internal PDIP Goyang Soal BBM, Ada yang Naik, Tahan & Abstain

Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia
01 September 2022 14:45
Megawati di Rakernas II PDI Perjuangan Desa Kuat, Indonesia Maju dan Berdaulat - 21 Juni 2022
Foto: Megawati di Rakernas II PDI Perjuangan Desa Kuat, Indonesia Maju dan Berdaulat - 21 Juni 2022

Jakarta, CNBC Indonesia - Rencana pemerintah menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Pertalite dan Solar Subsidi mendapatkan respons negatif dari wakil rakyat.

Kendati pengumuman resmi belum diberikan pemerintah, seluruh perwakilan fraksi di DPR menolak jika harga BBM bersubsidi dinaikkan. CNBC Indonesia mencatat sembilan fraksi yang ada di DPR, enam fraksi menyatakan menolak jika BBM dinaikkan.

Mereka yang menolak di antaranya Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Demokrat, Partai Golongan Karya (Golkar), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Sementara itu, Partai Nasional Demokrat (Nasdem) setuju dengan adanya kenaikan.

Menariknya, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang menjadi partai koalisi pemerintah ikut bergabung bersama Partai Amanat Nasional (PAN) ke dalam golongan abstain. Tidak hanya itu, di beberapa kesempatan anggotanya ada yang menolak dengan keras dan ada yang mendorong kenaikan harga BBM. 

Anggota Komisi XI fraksi PDIP Andreas Eddy Susetyo mengungkapkan dirinya menyerahkan keputusan kenaikan harga BBM ke pemerintah. 

"Keputusan ada di tangan Presiden (Joko Widodo), karena beliau juga yang akan memitigasi. Saya melihat momennya ada di pemerintah, karena keseimbangan dari daya beli, jelas Andreas kepada CNBC Indonesia saat ditemui di gedung DPR, Rabu (31/8/2022).

Kendati demikian, Andreas menambahkan pasar dan pelaku usaha sebenarnya sudah menghitung kenaikan harga. "Jangan sampai para pelaku usaha kemudian sudah menghitung untuk usaha, tapi kemudian tidak ada kejelasan yang jelas dari pemerintah," tegasnya.

"Dunia usaha sangat rasional dan sudah menghitung-hitung, dalam pikirannya sudah bisa dikendalikan, pembatasan. Wong ekonomi lagi pick up dan mulai bergerak," tambahnya.

Dia berharap pemerintah tidak mengantungkan kebijakan ini terlalu lama. Meskipun, opsi menahan harga BBM tentu akan menahan inflasi. Lebih lanjut, Andreas berpesan agar pemerintah melakukan pembatasan kuota dan penyesuaian harga BBM. Pasalnya, subsidi tanpa pembatasan dan penyesuaian harga akan membebani anggaran.

Di sisi lain, Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi PDIP Rieke Diah Pitaloka menilai pemerintah seharusnya tidak menaikkan harga BBM bersubsidi.

"Alokasi APBN untuk subsidi energi mencapai Rp502 triliun. Artinya, subsidi naik tiga kali lipat dari tahun sebelumnya, namun terjadi kontradiksi yaitu harga BBM bersubsidi justru direncanakan akan naik," ungkapnya dalam rapat dengan Kementerian BUMN di DPR RI (24/8/2022).

Ketidaksepakatan dirinya kembali ditunjukkan dalam postingan Instagram. Dia mempertanyakan nomenklatur kompensasi BBM yang tidak tercantum dalam Perpres 98/2022. Perpres ini memuat revisi atas Perpres No.104/2021 tentang Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara TA 2022.

Dalam Perpres tersebut, menurut Rieke, tercantum perihal subsidi BBM senilai Rp14,57 triliun. Namun, Rieke tidak menemukan kompensasi BBM yang selama dibayarkan kepada Pertamina untuk membayar kelebihan harga Pertalite.

Seperti diketahui, Pemerintah telah mengumumkan bahwa Perpres 98/2022 mengakomodir subsidi BBM yang naik tiga kali lipat menjadi Rp502,4 triliun.

"Lalu darimana angka subsidi + kompensasi sebesar Rp 502,4 triliun yang disebut-sebut Menteri Keuangan? Padahal angka kompensasi BBM itu sendiri, tidak ada dalam Perpres No.98/2022," ungkap postingan yang diunggah di Instagram-nya @riekediahp, dikutip Kamis (1/9/2022).

Dalam postingannya, Rieke pun memuat rincian dokumen rincian anggaran yang menjabarkan subsidi energi. Dari dokumen tersebut, jelas tidak ada nomenklatur kompensasi BBM.

Akibat ketidakjelasan nomenklatur ini, Rieke melihat alasan untuk menaikkan harga BBM tidak kuat dan tidak berdasarkan fakta.

"Pada akhirnya sebenarnya bukan soal BBM naik atau tidak naik (kl ngotot mau naikkan hanya berdasarkan asumsi bukan fakta).. pada akhirnya dimana pertanggungjawaban ratusan triliun uang rakyat (APBN uang rakyat)...kalau indikasi kuatnya diputuskan tanpa berbasis data yang akurat dan aktual," tulis Rieke.

Tidak tanggung-tanggung, Rieke pun menyebutkan Instagram Presiden Joko Widodo @jokowi. "Barangkali suara ini hanya dianggap angin lalu... @jokowi," tegasnya dalam postingan tersebut.

Sementara itu, Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI yang berasal dari Partai PDIP Said Abdullah menyetujui rencana kenaikan harga Pertalite. Dia menilai selama ini subsidi yang diberikan memang tidak tepat sasaran dan justru banyak dinikmati orang mampu.

"Subsidi BBM ini dirasa tidak tepat sasaran. Sudah saatnya kita mendukung pengurangan subsidi energi dan direalokasi menjadi anggaran diperlukan masyarakat miskin, seperti Bantuan Langsung Tunai, bantuan upah tenaga kerja, bantuan sosial produktif UMKM atau fasilitas kesehatan dan pendidikan agar dana APBN lebih dirasakan masyarakat. Artinya, subsidi dialihkan dari si kaya ke si miskin yang benar-benar membutuhkan," kata Said dalam keterangannya, Selasa (30/8/2022).

Menurutnya, subsidi BBM memang tidak tepat sasaran. Seharusnya BBM bersubsidi digunakan untuk kendaraan bermotor dan plat kuning (kendaraan umum) serta kendaraan taksi online. Namun, penikmat subsidi justru sebagian besar adalah orang kaya, di mana 80% Pertalite dikonsumsi kalangan mampu.


(haa/haa) Next Article Saat Tito Ditegur DPR Soal Ramai Dukungan Jokowi 3 Periode

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular