Pasokan Bakal Luber, Ini Cara Pemerintah Optimalkan Gas Bumi

News - Robertus Andrianto, CNBC Indonesia
30 August 2022 15:40
Freeport LNG (Photo: Freeport LNG via AP) Foto: Freeport LNG (Photo: Freeport LNG via AP)

Bali, CNBC Indonesia - Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Tutuka Tutuka mengungkapkan bahwa konflik yang terjadi di Eropa membuat harga-harga energi naik dan menekan ekonomi negara-negara anggota G20, yang baru saja bangkit kembali setelah pandemi Covid-19.

Namun Indonesia lebih tahan karena tidak merasakan dampak langsung gejolak harga gas dunia. "Sebagai produser dan eksportir, Indonesia tidak secara langsung terkena dampak dari kondisi pasar gas," tuturnya dalam forum.

Tutuka mengungkapkan hal tersebut pada gelaran Agenda Paralel Energy Transitions Working Group (ETWG) Presidensi G20 Indonesia, bertajuk Exploring Short-term Solutions for the Global Gas Crisis, Senin (29/8/2022).

"Terkait gas alam, situasi saat ini telah menyebabkan pasar gas semakin ketat, di mana terjadi gangguan pasokan, volatilitas harga, dan underinvestment. Dampaknya bagi pasar gas adalah terjadinya peningkatan pada LNG spot price," ujar Tutuka.

Harga LNG di berbagai pasar baik Asia hingga Eropa naik semua. Harga gas LNG di JKM spot market melonjak hingga US$60 per mmbtu pada Agustus, ini naik lebih dari 3 kali lipat, ujar Tutuka.

Tutuka juga menyoroti kenaikan harga gas di Eropa yang selangit. Harga gas acuan Rotterdam TTF mencapai US$240 per GwH atau sekitar US$410 per barel srude oil equivalent, ini naik 4 kali dari tahun lalu.

Tutuka mengatakan Indonesia memiliki potensi hulu migas yang besar. Dalam upaya menarik investasi yang lebih besar lagi, pemerintah Indonesia memberikan berbagai kebijakan menarik seperti fleksibilitas kontrak yang memungkinkan kontraktor memilih skema PSC cost recovery atau gross split.

"Kebijakan juga terkait perbaikan terms and conditions pada putaran lelang, insentif fiskal dan non-fiskal, perizinan online, dan penyesuaian regulasi untuk WK Migas non-konvensional," tambahnya.

Pemerintah Indonesia juga telah membangun infrastruktur gas bumi di seluruh indonesia, Sebagai negara produsen, peningkatan investasi gas bumi menjadi penting untuk menjamin keamanan pasokan dan menstabilkan harga.

Neraca minyak dan gas Indonesia (migas) pada 2022-2030, diprediksi mampu memenuhi seluruh permintaan produksi domestik, baik dari suplai eksisting, suplai proyek, dan suplai potensial. Ditambah peran LNG yang akan makin optimal. Sesuai proyeksi, akan terdapat peningkatan produksi LNG pada 2028.

"Dalam 10 tahun mendatang, Indonesia akan surplus gas hingga 1.715 MMSCFD, berasal dari proyek potensial di berbagai daerah di Indonesia," ujat Tutuka.

"Proyek-proyek tersebut antara lain Masela yang akan mulai berproduksi setelah pertengahan dekade ini, dan Proyek IDD yang diharapkan dapat mendukung produksi LNG Bontang. Ada juga Andaman dan Agung, yang diharapkan bisa berkontribusi pada neraca gas dalam jangka panjang," tambahnya.

Produksi LNG Bontang pada 2026 diperkirakan mencapai 28 kargo, kemudian akan meningkat hingga dua kali lipat menjadi 56 kargo. Sementara untuk produksi Blok Masela diperkirakan pada 2008 produksi LNG sekitar 150 kargo dan hingga 2035 produksinya relatif stabil.

Tutuka memaparkan bahwa sebanyak 64,3% produksi gas Indonesia pada 2021, yakni 5.734 BBUTD, digunakan untuk memenuhi kebutuhan domestik. Sementara dari total keseluruhan produksi, sebanyak 27,45% untuk kebutuhan industri, 22,18% untuk ekspor berupa LNG, pupuk sebesar 12,08%, ekspor 13,14%, dan listrik 11,9%.

Indonesia memanfaatkan gas untuk kebutuhan domestik berupa LNG dan LPG masing-masing sebesar 8,56% dan 1,56%. Sebagian kecil dari sisa konsumsi adalah untuk gas kota dan bahan bakar transportasi.

Indonesia pun sepanjang 2021 mampu mengekspor LNG ke beberapa negara dengan volume penjualan mencapai 460 juta MMBTU. China sebagai negara tujuan ekspor terbesar dengan volume sekitar 250 juta MMBTU, diikuti Korea Selatan sebesar 80,23 juta MMBTU dan Jepang sebesar 63,76 juta MMBTU.

Sementara itu, di hilir LNG Indonesia mengekspor sebanyak 111 juta MMBTU dengan tujuan utama Jepang, Korea Selatam, dan China Taipei.

Pada saat yang sama, Chair ETWG Yudo Dwinanda Priaadi menekankan bahwa stabilitas pasar gas sangat penting.

"Gas adalah material kunci untuk berbagai industri, seperti industri pupuk, baja, dan petrokimia. Gas juga sumber energi kunci untuk menyediakan energi yang lebih bersih dan andal untuk rumah tangga, terutama bagi negara berkembang. Gas juga menjadi jembatan bagi pengembangan sumber energi terbarukan," jelas Yudo.


[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya

Eropa Mestinya Tak Perlu Takut Krisis Energi! Kan Ada RI...


(ras/ras)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Terpopuler
    spinner loading
LAINNYA DI DETIKNETWORK
    spinner loading
Features
    spinner loading