Lagi! Jokowi Sebut Krisis Pangan Mengerikan, Begini Ceritanya
Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali menyinggung ancaman krisis yang mengancam ekonomi global. Bahkan, kata Jokowi, kondisi tidak semakin membaik malah semakin rumit.
"Mungkin sudah berkali-kali saya sampaikan mengenai ketidakpastian ekonomi global tapi perlu saya ulang-ulang karena ini prosesnya belum selesai. Tidak semakin gampang tapi semakin rumit," kata Jokowi saat memberikan arahan saat perayaan HUT RI ke-77 dengan tema 'Ekonomi Kuat, Rakyat Sejahtera' yang digelar Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia di Anjungan Riau, Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta, Selasa (23/8/2022).
Dia menuturkan bagaimana lembaga-lembaga internasional meramalkan negara-negara yang terancam ambruk akibat tekanan krisis global. Dari 9 negara bertambah menjadi 25 negara, lalu menjadi 42 negara, dan terbaru 66 negara akan ambruk dan satu per satu sudah dimulai.
"Ini lah yang kita hadapi sekarang ini, sebuah keadaan dan situasi yang tidak mudah. Situasi yang sangat-sangat sulit dan bertubi-tubi," kata Jokowi.
"Mulai krisis kesehatan karena pandemi, masuk krisis pangan, masuk lagi krisis energi, masuk krisis keuangan. Tidak mudah. Untuk pangan saja sangat mengerikan," tambah Jokowi.
Jokowi menuturkan kilas balik perjalanannya ke Ukraina dan Rusia bertemu presiden kedua negara. Yang tadinya mau berdialog, namun Jokowi kondisi lapangan tidak memungkinkan.
"Sehingga saya berbelok waktu itu untuk urusan krisis pangan saja, ya sudah saya bicara ini (soal krisis pangan). Presiden Ukraina menyampaikan ada 22 juta ton ditambah yang baru panen 55 juta ton gandum di Ukraina. Ditambah di Rusia saya tanya Presiden Putin ada 130 juta ton gandum. Artinya, total di kedua nehgara itu sudah 207 juta ton gandum nggak bisa keluar," Jokowi menuturkan.
Karena itu, dia menambahkan, tertahannya arus keluar produk dari kedua negara itu memicu kondisi sulit. Dia membandingkan dengan kondisi krisis di tahun 2008 dan 2012 yang indeks harga pangan kala itu mencapai 131,2 dan 132,4.
"Sekarang ini indeksnya sudah 140,9. Mengerikan. Awal dulu hanya 6 negara yang membatasi ekspor pangannya. Sekarang 23 negara. Semua menyelamatkan negara masing-masing. Ya mestinya memang harus seperti itu," kata Jokowi.
Indonesia sendiri sempat menutup keran ekspor minyak goreng dan bahan bakunya pada 28 April hingga 22 Mei 2022. Menyusul kelangkaan pasokan dan lonjakan harga minyak goreng di dalam negeri.
Jokowi pun mengatakan, Indonesia belum akan membuka keran ekspor untuk beras. Meski Indonesia sudah mengantongi predikat swasembada beras dari IRRI.
Badan Pusat Statistik (BPS) sebelumnya merilis, hasil Survei Cadagangan Beras Nasional tahun 2022. Hasil survei menunjukkan, per akhir Juni 2022, tercatat stok beras di Indonesia mencapai 9,71 juta ton.
Sebaran stok beras nasional per akhir Juni 2022 adalah sebanyak 67,94% ada di rumah tangga, sebanyak 11,40% lainnya ada di Bulog. Sedangkan, di penggilingan ada 7,15% dan pedagang ada 10,67%. Proporsi stok beras di rumah tangga dan Bulog cenderung meningkat selama Maret-Juni 2022.
"Dari China minta beras 2,5 juta ton. Dari Saudi minta sebulan 100 ribu ton beras. Saat ini kita belum berani. Tapi begitu produksinya melompat karena bapak ibu terjun ke situ bisa saja melimpah dan bisa kita ekspor. Dengan harga yang sangat feasible, harga sangat baik," kata Jokowi.
Jokowi mengatakan, efek domino perang Rusia-Ukraina yang salah satunya telah mengganggu rantai pasok gandum dunia. Dan memicu efek domino hingga lonjakan harga-harga pangan dan komoditas.
Kondisi itu, diperparah aksi berbagai negara yang melakukan pembatasan bahkan pelarangan ekspor.
Awalnya, kata Jokowi, hanya ada 6 negara yang membatasi ekspor, namun kini sudah berkembang menjadi 23 negara.
Indonesia sendiri, kata dia, harus bersyukur telah mampu menjaga ketahanan pangan dengan baik dan swasembada beras selama 3 tahun. Sebagaimana telah diakui oleh IRRI.
"Di negara lain kekurangan kita justru dinyatakan swasembada beras dan sistem ketahanan pangan kita baik," kata Jokowi.
Karena itu, lanjutnya, sekarang adalah saatnya untuk optimis, bukan pesimis. Dengan memanfaatkan peluang.
"Dalam kondisi sesulit apa pun pasti ada peluang.Dan yang bisa memakai peluang itu adalah entrepreneur, wirausahawan, bapak ibu sekalian, nggak ada yang lain. Peluangnya apa? Ada krisis pangan berarti peluangnya ada di pangan. Jualan pangan itu paling cepat sekali," pungkas Jokowi.
Untuk itu, Jokowi pun kembali mengimbau perlunya memacu subtitusi impor. Termasuk di tanaman pangan seperti sorgum untuk bisa menggantikan gandum yang selama ini hanya bisa dipenuhi dari impor.
Sebelumnya, Jokowi dalam KTT BRICS High Level Dialogue on Global Development menyinggung ancaman dunia dihadapkan pada tantangan dari sisi pangan.
"Kita harus bertindak sekarang agar tidak terjadi dekade pembangunan yang hilang," kata Jokowi.
Di awal bulan ini Jokowi juga memperkirakan ratusan juta orang akan kelaparan dan mengalami kekurangan makan akut akibat krisis pangan yang disebabkan terhambatnya rantai produksi akibat perang antara Rusia dan Ukraina.
"330 Juta orang kelaparan dan mungkin 6 bulan lagi bisa 800 juta orang akan kelaparan dan kekurangan makan akut karena tidak ada yang dimakan," kata Jokowi.
(dce/dce)