Inflasi Jepang Naik (Lagi), BOJ Masih Kuat Tahan Suku Bunga?

Aulia Mutiara Hatia Putri, CNBC Indonesia
Jumat, 19/08/2022 11:00 WIB
Foto: Anadolu Agency via Getty Images/Anadolu Agency

Jakarta, CNBC Indonesia - Inflasi yang kian meninggi kini terus menghantui negara-negara di dunia, termasuk Jepang. Apalagi, data terbaru membuktikan bahwa inflasi di Negeri Sakura ini terus mengalami tren kenaikan dan melampaui target bank sentral.

Berdasarkan data yang dirilis inflasi Jepang periode Juli 2022 tercatat meningkat. Dari sisi konsumen atau Indeks Harga Konsumen/IHK naik menjadi 2,6% secara tahunan (year-on-year/yoy), dari sebelumnya sebesar 2,4%.

Adapun, secara bulanan (month-to-month/mtm), IHK Negeri Sakura pada bulan lalu naik menjadi 0,5%, dari sebelumnya pada periode Juni lalu di 0%.


Adapun IHK inti, yang tidak termasuk harga makanan segar naik menjadi 2,4% pada bulan lalu, dari sebelumnya pada Juni lalu di 2,2%.

Inflasi di Jepang sudah berada di atas target BoJ. Sejatinya, sejak Juni lalu, inflasi sudah mulai berada di atas target BoJ. Tetapi, bank sentral Negeri Sakura tersebut lebih memilih untuk tetap mempertahankan suku bunga acuannya di level rendah.

Kenaikan inflasi Jepang ini semakin jauh dari usaha Gubernur Haruiko Kuroda yang tengah mempertahankan suku bunga terendah demi mendukung pertumbuhan ekonomi. Namun dengan laju kenaikan inflasi ini, nampaknya sulit untuk mempertahankan usahanya.

Di antara anggota G-20, Jepang merupakan negara yang belum menaikkan suku bunga acuannya sejak awal pandemi 2020 lalu.

Terlepas dari kenaikan harga yang terus berlanjut, BOJ tampaknya tidak akan bergeser dari posisinya sebagai outlier di antara bank sentral global dalam waktu dekat. Bahkan, BOJ bergeming ketika Federal Reserve melakukan kenaikan suku bunga jumbo untuk mengatasi inflasi dan Bank Sentral Eropa akhirnya ikut bergabung dengan menaikkan suku bunga acuannya pertama dalam lebih dari satu dekade.

Hal ini karena BOJ masih menganggap inflasi di Jepang bersifat sementara dan tidak berkelanjutan.

"Sementara dampak harga energi akan mencapai puncaknya pada Juli atau Agustus, langkah untuk membebankan biaya bahan baku kepada konsumen jelas meningkat," kata kepala ekonom di Itochu Research Institute, Atsushi Takeda.

Atsushi menilai BOJ mungkin tidak langsung menunjukkan kebijakannya, tetapi mereka akan segera melihat bahwa kondisi saat ini bukan hanya dorongan energi sementara.

Para ekonom pun banyak merevisi perkiraan inflasi mereka, seperti Citigroup dan SMBC Nikko yang memperkirakan indeks harga konsumen dapat naik hingga 3% atau bahkan lebih di tahun 2022 ini. Faktor tambahan lainnya yang berpotensi mendorong inflasi ialah dampak biaya seluler yang lebih murah di bulan Agustus dan Oktober.

Meski begitu, Citigroup sendiri menilai bahwa inflasi yang tinggi saat ini tidak cukup mendorong BOJ untuk segera membuat perubahan kebijakan.

Sejatinya, IHK inti masih menjadi pengukur harga utama BOJ, di mana bank sentral baru-baru ini lebih menekankan pada indeks inti-inti untuk mengukur seberapa besar tekanan inflasi yang berasal dari permintaan domestik, daripada faktor satu kali seperti biaya energi.

Namun, inflasi yang di atas target harga menimbulkan tantangan komunikasi bagi BOJ. Pelonggaran moneter terus-menerus yang dilakukan bank sentral telah mendapat kecaman karena mendorong yen meluncur ke level terendah 24 tahun terhadap dolar, memperkuat melonjaknya biaya impor makanan dan energi untuk rumah tangga.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(aum/luc)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Inflasi Inti Jepang Menanjak ke Level Tertinggi Dalam 2 Tahun