
Anti Resesi! Ekonomi Jepang Tumbuh 2,2%

Jakarta, CNBC Indonesia - Ekonomi Jepang tumbuh pada kuartal II-2022 di tengah dorongan konsumsi swasta yang solid. Kondisi ini menunjukkan pemulihan pasca Covid-19 yang terus menjadi 'momok' bagi Jepang.
Berdasarkan data yang dirilis oleh Kantor Kabinet pada Senin (15/8/2022), data awal Produk Domestik Bruto (PDB) Jepang tumbuh 2,2% year on year (yoy) pada kuartal II-2022. Angka ini lebih rendah dari perkiraan jajak pendapat Reuters yakni tumbuh 2,5%.
PDB tahunan untuk periode tersebut mencapai 542,12 triliun yen (US$ 4,07 triliun), angka ini melebihi tingkat sebelum Covid-19 sebesar 540,84 triliun yen pada Oktober-Desember 2019.
Jepang telah tertinggal dari negara ekonomi utama lainnya dalam sepenuhnya pulih dari pukulan pandemi karena konsumsi yang lemah, sebagian disebabkan oleh pembatasan aktivitas yang berlangsung hingga Maret lalu. Prosepek ekonomi Negeri Sakura ini karena masih dihantui oleh kenaikan infeksi Covid-19, perlambatan pertumbuhan global, kendala pasokan, serta kenaikan harga bahan baku yang meningkatkan biaya hidup rumah tangga.
Pertumbuhan ekonomi Jepang ini sebagian besar dipicu oleh kenaikan 1,1% dalam konsumsi swasta, yang menyumbang lebih dari setengah PDB Jepang. Kenaikan konsumsi swasta pun lebih rendah ketimbang prediksi pasar sebesar 1,3%.
Sementara belanja modal meningkat 1,4%, angka ini melebihi perkiraan pasar rata-rata untuk ekspansi 0,9%. Permintaan eksternal tidak mampu menambah atau mengurangi pertumbuhan PDB, dibandingkan dengan perkiraan untuk kontribusi 0,1 poin persentase.
Di sisi lain, Dana Moneter Internasional bulan lalu menurunkan perkiraan pertumbuhan Jepang untuk 2022 menjadi 1,7% dari proyeksi April sebesar 2,4%. Ekonomi ini diproyeksikan melambat karena inflasi serta kebijakan moneter dari bank sentral.
Berbicara inflasi, pada Juli 2022 inflasi Jepang tercatat di angka 2,5% naik dibandingkan dengan Juni 2022 di 2,3%. Angka ini menjadi angka tertinggi dalam 7,5 tahun.
Berdasarkan data yang dirilis Kementerian Dalam Negeri dan Komunikasi, pada Juli 2022 inflasi ini dipicu oleh kenaikan harga makanan tercatat sebesar 3,7%, lebih rendah dibandingkan dengan bulan sebelumnya sebesar 4,1%. Begitu pula dengan bahan bakar, listrik, dan air yang kenaikannya sebesar 14%, turun dari 14,4%.
Adapun, secara bulanan, indeks harga konsumen Jepang pada Juni 2022 tidak mencatatkan inflasi maupun deflasi alias 0%. Angka itu turun dibandingkan dengan Mei 2022 yang mencatatkan deflasi 0,3%.
Mengutip Reuters, para analis menilai naiknya harga bahan bakar dan makanan, yang sebagian disebabkan oleh serangan Rusia ke Ukraina dan pelemahan tajam yen yang membuat biaya impor membengkak, diperkirakan akan menjaga inflasi konsumen inti Jepang di atas target BoJ untuk tahun ini.
Sebelumnya, BoJ pada hari Kamis menaikkan perkiraan inflasi konsumen intinya untuk tahun fiskal saat ini yang berakhir pada Maret 2023 menjadi 2,3% dari 1,9%, tetapi mempertahankan suku bunganya di level yang sangat rendah.
Di antara anggota G-20, Jepang merupakan satu dari tiga ekonomi yang belum menaikkan suku bunga acuannya sejak awal pandemi 2020 lalu. Dua negara lainnya adalah China dan Indonesia.
Terlepas dari kenaikan harga yang terus berlanjut, BOJ tampaknya tidak akan bergeser dari posisinya sebagai outlier di antara bank sentral global dalam waktu dekat.
Bahkan ketika Federal Reserve melakukan kenaikan suku bunga jumbo untuk mengatasi inflasi dan Bank Sentral Eropa akhirnya ikut bergabung dengan menaikkan suku bunga acuannya pertama dalam lebih dari satu dekade. Hal ini karena BOJ masih menganggap inflasi di Jepang bersifat sementara dan tidak berkelanjutan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aum/aum)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Dihantam Inflasi dan Omicron, PDB Jepang Terkontraksi 1%