Jakarta, CNBC Indonesia - Inflasi tengah menjadi momok di sejumlah negara dan kini mulai menjalar ke negara-negara Asia Pasifik. Kenaikan bahan pangan dan bahan bakar secara luas memberikan pukulan ganda.
Seperti yang diwartakan Bloomberg, 'badai' inflasi telah menjalar ke sejumlah negara-negara maju dan berkembang di Asia Pasifik. Indeks Harga Konsumen (IHK) terbaru di tahun ini terpantau naik hampir di seluruh negara ketimbang IHK pada Juni 2021.
Tsunami inflasi juga melanda negara-negara maju di Asia Pasifik, di antaranya seperti:
1. Australia
Inflasi di Australia biasanya diukur setiap kuartalan, berbeda dengan negara-negara lain yang mengukur secara bulanan.
Biro Statistik Australia (ABS) pada April lalu melaporkan inflasi di kuartal I-2022 melesat 5,1% dibandingkan periode yang sama tahun lalu (year-on-year/yoy).
Head of Prices Statistic ABS, Michelle Marquard, mengatakan kenaikan tersebut menjadi yang terbesar sejak tahun 2000. Kala itu pemerintah menaikkan pajak barang dan jasa.
Sementara itu inflasi inti tumbuh 3,7% (yoy) jauh lebih tinggi dari estimasi Reuters sebesar 3,4%. Inflasi tersebut sudah jauh lebih tinggi dari target bank sentral Australia (Reserve Bank of Australia/RBA) sebesar 2% - 3%.
Namun, jika melihat pada angka inflasi pada periode yang sama di 2021, angka inflasi di Australia melonjak dari 3,8% ke 5,1%.
2. Singapura
Inflasi utama pada Mei 2022 di Singapura tercatat sebesar 5,6% dan menjadi yang tertinggi sejak 2011. Tingginya inflasi Singapura itu didorong oleh kenaikan harga makanan dan barang.
Menurut keterangan Otoritas Moneter Singapura (MAS) dan Kementerian Perdagangan dan Industri Singapura (MTI), dikutipChannel News Asia, Kamis (23/6/2022), inflasi makanan mencapai 4,5% pada Mei 2022, lebih tinggi dari inflasi pada bulan sebelumnya sebesar 4,1%.
Inflasi ritel dan barang-barang lainnya juga naik menjadi 1,8%, lebih tinggi dari posisi April 2022 sebesar 1,6%. Kondisi serupa juga terjadi untuk harga energi, jasa, hingga akomodasi.
Tingkat inflasi tersebut sudah melonjak hampir dua kali lipat dari periode inflasi Juni 2021 yang berada di 2,4%.
3. Jepang
Negeri matahari terbit tersebut mencatatkan lonjakan inflasi per April yang mencapai 2,5% dan menjadi yang tertinggi sejak Oktober 2014. Lonjakan pada inflasi dipicu oleh kenaikan harga energi dan komoditas.
Pada Juni 2021, angka inflasi Jepang minus 0,5%, dengan begitu angka inflasi sudah melonjak lebih dari dua kali lipat selama hampir satu tahun.
Kenaikan harga di Jepang memang lebih sederhana jika dibandingkan dengan negara-negara maju lainnya karena didorong oleh pertumbuhan upah yang lamban sehingga mempersulit pelaku usaha untuk menaikkan harga kepada konsumen.
Lantas, bagaimana dengan negara berkembang? Sejauh apa inflasi telah memburuk? Simak di halaman berikutnya
Inflasi di negara-negara berkembang di Asia Pasifik terpantau lebih tinggi ketimbang inflasi di negara-negara maju. Hal tersebut karena negara berkembang cenderung memiliki pertumbuhan ekonomi yang lebih pesat jika dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi di negara maju.
Pertumbuhan ekonomi yang cepat dapat menyebabkan kelebihan permintaan dan kesenjangan output yang menyebabkan inflasi lebih tinggi. Lantas, seberapa parah lonjakan inflasi di negara berkembang?
1. Thailand
Inflasi Thailand pada Juni mencapai 7,66% secara tahunan dan menjadi level tertinggi hampir 14 tahun. Kenaikan didorong oleh harga energi yang lebih tinggi dan sejumlah barang pokok.
Angka tersebut juga melampaui batas target bank of Thailand (BOT) di 1-3%. Analis DBS bank memperkirakan adanya kenaikan suku bunga sebesar 25 basis poin menjadi 0,75% pada pertemuan di Agustus.
Jika dibandingkan dengan periode yang sama pada 2021, angka inflasi tersebut telah melonjak lebih dari lima kali lipat dari 1,33% di Juni 2021.
2. India
Tidak jauh berbeda, inflasi per Mei di India mencapai 7,04% didorong oleh melambungnya harga bahan pangan seperti sayuran, bumbu-bumbuan, dan minyak nabati.
Kenaikan harga bahan pangan tersebut sangat memberatkan karena pangan adalah kebutuhan dasar. Selama tiga bulan terakhir, harga pangan rata-rata melonjak 7,3% sementara harga bahan bakar rumah tangga melonjak 15%.
Inflasi juga didorong oleh melambungnya harga energi seiring lonjakan harga minyak mentah dunia yang selalu di atas US$ 100 per barel sejak serangan Rusia ke Ukraina, 24 Februari lalu.
Inflasi Mei sebenarnya telah melandai jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya, tapi laju inflasi tersebut masih jauh di atas target bank sentral India (RBI) di 2-6%.
Namun, jika dibandingkan Juni 2021, laju inflasi telah terakselerasi dari 6,26% ke 7,04% di Mei 2022.
3. Indonesia
Awal bulan ini, Badan Pusat Statistik (BPS) telah melaporkan inflasi secara tahunan (year-on-year/yoy), inflasi Juni 2022 berada di 4,35%. Lebih tinggi dibandingkan Mei 2022 yang 3,55% sekaligus jadi yang tertinggi sejak Juni 2017.
Kelompok volatile menjadi pemicu kenaikan inflasi yang tinggi tersebut. Kenaikan harga kelompok volatile menembus 2,51% (mtm) dan 10,07% (yoy).
Level tersebut menjadi yang tertinggi sejak Desember 2014 atau 7,5 tahun terakhir. Jika dilihat lagi inflasi volatile meroket di item bahan makanan yang mencapai 2,3% (mtm) dan 9,57% (yoy). Pada Juni 2021, inflasi Indonesia masih berada di 1,33%, artinya inflasi telah melonjak lebih dari tiga kali lipat ke 4,35% di Juni 2022.
4. Malaysia
Menariknya, angka inflasi di negeri tetangga, yakni Malaysia menunjukkan tren menurun. Malaysia menjadi satu-satunya negara di Asia Pasifik yang tercatat mengalami penurunan pada angka inflasi dari Juni 2021 ke Mei 2022.
Pada Juni 2021, angka inflasi Malaysia berada di 3,4%, turun jika dibandingkan dengan inflasi di Mei 2022 yang berada di 2,8%. Melansir Reuters, penyebab inflasi yang lebih tinggi di Juni 2021 karena biaya transportasi melonjak 16,6%, serta kenaikan pada harga perumahan, utilitas dan pangan.
Menurunnya angka inflasi pada tahun ini, tidak lepas dari langkah pemerintahnya dengan menggelontorkan subsidi agar harga sejumlah bahan pokok tidak naik.
Pada tahun ini, pemerintah Malaysia telah menghabiskan US$22 miliar untuk subsidi dan menjadi paket dukungan tertinggi dalam sejarah negara tersebut. Hal tersebut bertujuan guna meredam lonjakan biaya bensin, solar, bahan bakar gas cair, minyak goreng, tepung, hingga biaya listrik.
Sehingga, angka inflasi pun terjaga dan cenderung lebih rendah dibandingkan dengan negara berkembang di Asia Pasifik lainnya.
TIM RISET CNBC INDONESIA