'Durian Runtuh' Tak Akan Terulang Lagi, RI Bakal Nyungsep?

Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia
10 August 2022 15:15
Perang Rusia Vs Ukraina Bikin Harta Karun RI 'Dikeroyok' Dunia
Foto: Infografis/ Perang Rusia Vs Ukraina Bikin Harta Karun RI 'Dikeroyok' Dunia/Aristya Rahadian

Jakarta, CNBC Indonesia - Tren harga komoditas dipastikan akan mulai melandai disebabkan beberapa faktor, termasuk di dalamnya permintaan global dan sentimen dari kondisi perekonomian maupun geopolitik internasional. Apa kabar perekonomian Indonesia?

Ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman menjelaskan, adanya kekhawatiran resesi global, serta China yang masih berjibaku dengan pandemi, harga komoditas akan mulai melandai, meski dibandingkan akhir tahun lalu, namun posisinya masih berpeluang lebih tinggi.

Harga komoditas yang turun, menurut Faisal membawa keuntungan dalam menurunkan lonjakan inflasi. Inflasi yang turun, maka beban pemerintah dalam belanja subsidi dan bantuan sosial (bansos) juga akan turun.

Dengan momentum mobilitas masyarakat yang semakin membaik, maka Indonesia masih punya peluang besar untuk tumbuh terakselerasi.

"Perlu diingat lebih dari 50% ekonomi Indonesia dibentuk oleh konsumsi rumah tangga, sehingga inflasi yang terjaga tentu dapat meningkatkan konsumsi rumah tangga," jelas Faisal kepada CNBC Indonesia, Rabu (10/8/2022).

Oleh karena itu, menurut Faisal peluang pertumbuhan ekonomi di atas 5% di tahun ini masih bisa terwujud.

"Perlu diingat tahun lalu kita pada Kuartal I mencatatkan kontraksi dan di Kuartal III-2021 ada PPKM darurat karena delta varian. Jadi, ada faktor low base juga disini. Dengan membaiknya konsumsi rumah tangga akibat pelonggaran PPKM, Indonesia masih mampu tumbuh 5% di 2022," jelas Faisal.

Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet menambahkan, dengan target pertumbuhan ekonomi pemerintah yang sebesar 5,3% - 5,9% (year on year) pada 2023, menurut Yusuf seharusnya penerimaan pajak masih bisa diandalkan untuk penopang belanja negara di tahun depan.

Selain itu, di saat yang bersamaan, kelanjutan pemerintah, dalam hal ini DJP untuk menindaklanjuti data-data yang didapatkan dari program reformasi pajak, menjadi salah satu kunci untuk mendorong penerimaan negara yang lebih baik di 2023.

Perekonomian Indonesia akan bergantung pada konsumsi dan rumah tangga. Dengan pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang semakin membaik dan investasi juga akan ikut meningkat di tahun depan.

"Pertumbuhan ekonom di atas 5% tanpa harga komoditas yang tinggi, saya kira masih bisa terjadi, karena umumnya komoditas itu berdampak terhadap ekspor dan ekspor kita tahu sumbangannya relatif lebih kecil jika dibandingkan dengan konsumsi dan juga investasi," jelas Yusuf.

"Dengan asumsi investasi akan didorong karena pemerintah berhasil melakukan reformasi struktural maka saya kira target pertumbuhan ekonomi di atas 5% masih bisa dicapai tanpa kenaikan harga komoditas yang relatif tinggi," kata Yusuf lagi.

Pandangan lain datang dari ekonom sekaligus Direktur Celios Bhima Yudhistira. Menurut dia, harga komoditas yang turun, maka penerimaan negara juga akan turun signifikan, rasio pajak bisa kembali terkoreksi.

Pasalnya penerimaan negara yang juga ditopang dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) - yang selama ini diuntungkan dari commodity boom. Sehingga ruang fiskal menjadi semakin sempit.

Menurut Bhima, pemerintah harus melakukan banyak sekali pemangkasan anggaran atau mendorong penerimaan pajak di dalam negeri, yang itu juga bisa kontradiksi terhadap pemulihan ekonomi.

"Pertumbuhan ekonomi di 2023 untuk tumbuh di atas 5% tidak akan tercapai, begitu juga di 2022 ini. Untuk tumbuh di atas 5%, di Kuartal III-2022 ini kalau harga komoditas mulai menurun, pasti akan sangat berpengaruh terhadap investasi dan net ekspor. Apalagi 2023," jelas Bhima.

Menteri Keuangan Sri Mulyani indrawati mengungkapkan, lonjakan harga komoditas Internasional yang menimpa Indonesia bak 'durian runtuh' tidak akan berulang lagi pada tahun depan.

"Ini tidak akan berulang atau setinggi ini tahun depan," ungkap Sri Mulyani dalam konferensi pers usai rapat kabinet, Senin (8/8/2022).

Komoditas yang alami lonjakan harga antara lain batu bara, bauksit, nikel, tembaga hingga kelapa sawit. Situasi ini terjadi akibat meletusnya perang Rusia dan Ukraina beberapa waktu lalu.

Sejauh ini, penerimaan pajak akibat lonjakan harga komoditas telah mencapai Rp 279 triliun. Kemudian penerimaan pada bea keluar juga melonjak hingga Rp 48,9 triliun, khususnya dari minyak kelapa sawit (CPO).

"Jadi tidak akan terulang pada level setinggi ini," jelasnya.

Pemerintah melalui Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan menyampaikan RAPBN 2023 dan Nota Keuangan ke DPR pada 16 Agustus 2022. Kondisi global terkini akan menjadi salah satu pertimbangan pemerintah dalam menyusun RAPBN.

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan juga mulai was-was, adanya gejolak ekonomi dunia akan berdampak terhadap penerimaan negara ke depan. Bahkan pada Semester II-2022 kemungkinan tidak akan tumbuh sekuat pada Semester I-2022.

Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo dalam media briefing di kantornya, Selasa (2/8/2022).

"Di Semester II-2022, kami perkirakan pertumbuhan (pajak) sejalan dengan perkembangan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi dunia dan menjadi titik kita, kemungkinan ada rembesan ke dalam negeri. Pengaruh ke ekonomi akan memberikan dampak ke penerimaan pajak," ujar Suryo.

"Kami ekspektasikan memang mungkin agak sedikit kekuatan pertumbuhannya (di semester II-2022) mengingat semester I basis juga lebih rendah, mungkin semester II-2022 kekuatan pertumbuhan kalau kita bandingkan dengan semester II-2021 memang mungkin agak sedikit berbeda," kata Suryo lagi.

Lagipula kata Suryo harga komoditas global yang saat ini menjadi penopang penerimaan negara tidak akan seterusnya tinggi.

"Kita tidak akan pernah tahu harga komoditas akan tinggi sampai kapan. Jadi, kami optimis dan waspada terhadap pergerakan harga komoditas yang akan kita ikuti dari waktu ke waktu," jelas Suryo.

Sebagai informasi, total penerimaan pajak sepanjang semester I-2022 (Januari-Juni) mencapai Rp 868,3 triliun. Realisasi tersebut naik 55,7% atau jauh lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang hanya tumbuh 5%.

Pages

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular