Internasional

Ekonomi Australia Lesu, Apa Dampaknya Buat RI?

Aulia Mutiara Hatia Putri, CNBC Indonesia
04 August 2022 11:30
aktivitas bongkar muat di Jakarta International Container Terminal (JICT)
Foto: Ilustrasi aktivitas bongkar muat di Jakarta International Container Terminal (JICT), Tanjung Priok, Jakarta Utara. (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Ekspor Impor Australia pada Juni 2022 tercatat turun dari bulan sebelumnya di mana Australia kini sedang dihantam gejolak ekonomi. Isu resesi masih terus menghantui Australia.

Bagaimanapun juga laju inflasi yang tinggi disertai dengan kebijakan moneter yang agresif telah membuat perekonomian global bergejolak di sepanjang tahun ini. Termasuk ekspor-impor Australia ikut tertekan akibat gejolak ini.

Pada Kamis (8/4/2022) Australian Bureau of Statistic melaporkan pertumbuhan ekspor barang atau jasa Australia pada Juni di angka 5%, melambat dari bulan sebelumnya yaang tumbuh 9%. Sementara Impor Australia juga ikut melambat menjadi 1% pada Juni 2022.

Meskipun tercatat turun, tetapi surplus perdagangan Australia tumbuh lebih dari yang diperkirakan ke rekor tertinggi di bulan Juni, didukung oleh ekspor yang stabil dan sedikit penurunan impor dari bulan sebelumnya.

Surplus Juni sebagian besar didorong oleh ekspor bijih besi dan batu bara dan produk utamanya. Total ekspor naik 5% dari Mei menjadi AU$ 61,53 miliar. Negara ini adalah produsen bijih besi terbesar di dunia, hampir sepertiga dari ekspornya pada tahun 2020.

Meskipun ditekan oleh inflasi yang kembali melejit serta membuat Bank sentral Australia (Reserve Bank of Australia/RBA) kembali menaikkan suku bunga acuan pada Selasa (2/8/2022). Dengan demikian, RBA di bawah pimpinan Gubernur Philip Lowe sudah menaikkan suku bunga dalam 4 bulan beruntun.

Inflasi yang tinggi begitu juga dengan suku bunga, maka daya beli terancam akan tergerus. Pada akhirnya tingkat suku bunga pun dikhawatirkan akan mempengaruhi volume ekspor dan impor ke depan.

Tingkat suku bunga yang tinggi akan membatasi konsumsi masyarakat yang dilakukan secara kredit, yang pada akhirnya akan mengurangi pinjaman yang dilakukan oleh importir yang menyebabkan nilai maupun volume impor pun akan menurun. Sebaliknya jika suku bunga yang relatif rendah akan mendorong peningkatan konsumsi yang pada akhirnya juga akan menaikkan volume impor dan ekspor.

Namun demikian, RBA sudah berada pada jalur penurunan inflasi sambil menjaga stabilitas ekonomi, tetapi memerlukan waktu yang cukup lama.

"Kenaikan suku bunga hari ini... adalah langkah lebih lanjut dalam menormalisasi kondisi moneter Australia," kata Lowe.

Lowe melihat inflasi akan mencapai puncaknya di akhir tahun ini, kemudian akan menurun menuju target 2-3%. Perekonomian juga dikatakan masih akan kuat, meski ada beberapa perhatian utama dalam beberapa bulan ke depan, yakni ketidakpastian yang disebabkan oleh perilaku rumah tangga dalam berbelanja.

Dalam pengumuman kebijakan moneter Selasa (2/8/2022), RBA menaikkan suku bunga sebesar 50 basis poin menjadi 1,85%, menjadi yang tertinggi dalam 6 tahun terakhir.

Menteri Keuangan Australia, Jim Chalmers, bahkan mengatakan kenaikan tersebut membuat hidup warga Australia jadi susah. Kenaikan suku bunga akan berdampak pada harga perumahan, belanja konsumen dan investasi perumahan yang bisa menekan tingkat keyakinan konsumen.

Berbicara soal ekspor impor Australia, faktanya negara kita memiliki hubungan perdagangan dengan Australia. Menurut pangkalan data perdagangan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UN Comtrade), nilai perdagangan barang antara Indonesia dan Australia mencapai US$12,64 miliar pada 2021, rekor tertinggi sejak tahun 1989.

Dengan nilai perdagangan tersebut, Australia menjadi mitra dagang terbesar ke-10 bagi Indonesia pada tahun lalu, dengan kontribusi sekitar 2,95% terhadap total nilai perdagangan barang Indonesia.

Namun, pada 2021 Indonesia membukukan defisit perdagangan barang dengan Australia sebesar US$ 6,2 miliar. Ini menjadi defisit paling besar sejak 1989. Sementara, nilai impor Indonesia terhadap Australia mencapai US$ 9,4 miliar.

Di sisi lain, nilai impor Indonesia dari negara tersebut tumbuh 102,83% (yoy) ke US$ 9,42 miliar pada tahun 2021. Berikut lima komoditas utama yang diimpor Indonesia dari Australia.

Kerja sama perdagangan Indonesia-Australia akan terus berlanjut. Di mana Comprehensive Economic Partnership Agreement (IA-CEPA) akan mendongkrak nilai perdangan Indonesia-Australia ke depan.

Dalam kerangka perjanjian ini, juga Australia menghapus 6.474 pos tarif produk Indonesia menjadi nol. Karena itu, kerja sama itupun telah mendongkrak nilai perdagangan antar dua negara.

Menurut Kementerian Perdagangan impor Indonesia lebih besar dibandingkan ekspor lantaran impor bahan baku dan penolong mencapai 90,65% dari total impor, sedangkan barang modalnya hanya sekitar 1,49%.

Contoh konkret, manfaat itu antara lain impor batu bara jenis lignit yang digunakan industri baja Indonesia. Sedangkan produk baja tersebut kemudian berhasil menembus pasar ekspor ke Tiongkok, Korea Selatan, dan beberapa negara Eropa.

Kemudian impor gandum dari Australia menjadi produk makanan yang bernilai tambah dan diekspor ke pasar global. Di mana Indonesia adalah negara dengan iklim tropis, gandum tidak mungkin tumbuh dan Indonesia sangat tergantung dari impor.

Tetapi, hambatan terhadap pertumbuhan dari perang Rusia-Ukraina, prospek ekonomi global yang penuh ketidakpastian, hingga gejolak wabah yang masih bertahan akan mengancam perdagangan Indonesia-Australia.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular