Gas Terus! Neraca Dagang RI Surplus 45 Bulan Beruntun

Arrijal Rachman, CNBC Indonesia
15 February 2024 16:10
Pekerja melakukan pendataan bongkar muat kontainer peti kemas di Terminal 3 Tanjung Priok, Jakarta, Senin (22/11/2021). Pemulihan ekonomi global dari pandemi Covid - 19 dinilai lebih cepat dari yang diekspektasi banyak pihak. Sehingga produksi dan perdagangan melonjak signifikan yang membuat ketidakseimbangan pasar, yang berimbas pada kekurangan bahan baku dan kelangkaan kontainer.. (CNBC Indonesia/ Muhammad Tri Susilo)
Foto: Aktivitas Bongkar Muat Kontainer di Pelabuhan Tanjung Priok, Senin (22/11/2021). (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Neraca perdagangan Indonesia kembali surplus pada Januari 2024. Ini menandakan tren surplus terus berlanjut selama 45 bulan beruntun sejak Mei 2020, berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS).

Pada Januari 2024, surplus neraca perdagangan Indonesia mencapai US$ 2,02 miliar. Namun, lebih rendah 1,27% dari catatan surplus pada Desember 2023 yang sebesar US$ 3,29 miliar dan 1,87% dari Januari 2023 US$ 3,88 miliar.

"Dengan demikian neraca perdagangan Indonesia telah mencatatkan surplus selama 45 bulan berturut-turut sejak Mei 2020," kata Plt Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti di Kantor Pusat BPS, Jakarta, Kamis (15/2/2024).

Surplus neraca perdagangan pada Januari 2024 terjadi disebabkan nilai ekspor yang sebesar US$ 20,52 miliar lebih tinggi ketimbang nilai impor yang sebesar US$ 18,51 miliar.

Surplus yang diperoleh dari transaksi perdagangan sektor nonmigas pun lebih tinggi, yakni US $3,32 miliar, namun tereduksi oleh defisit perdagangan sektor migas US$ 1,30 miliar.

Kendati begitu, surplus neraca perdagangan migas membaik dibanding posisi Desember 2023 yang saat itu defisit US$ 1,89 miliar dan Januari 2023 defisit US$ 1,42 miliar. Sedangkan surplus neraca perdagangan nonmigas turun menjadi US$ 3,32 miliar pada Januari 2024 dari Desember 2023 US$ 5,18 miliar dan Januari 2023 US$ 5,3 miliar.

Tiga negara penyumbang surplus Januari 2024 adalah India senilai US$ 1,38 miliar, Amerika Serikat US$ 1,21 miliar, dan Filipina US$ 629,3 juta.

"Surplus terbesar yang dialami dengan India didorong komoditas bahan bakar mineral HS 27, lemak dan minyak hewan nabati HS 15, dan bijih terak dan abu logam atau HS 26," ucap Amalia.

Sedangkan, dengan China Indonesia masih defisit US$ 1,38 miliar dan menjadi yang terbesar. Sisanya dari Australia di urutan kedua dengan defisit US$ 432,6 juta, dan Thailand US$ 416,8 juta.

"Defisit terdalam yang dialami dengan Tiongkok didorong oleh komoditas mesin dan peralatan mekanis serta barang bagiannya HS 84, mesin perlengkapan elektrik dan bagiannya HS 85, serta plastik dan barang dari plastik HS 39," tegas Amalia.


(arm/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article BPS: Ekspor RI per September Anjlok 16,17% Jadi US$ 20,76 M

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular