Jangan Senang Dulu! Ada Ancaman Ini Mengintai Neraca Dagang

Maesaroh, CNBC Indonesia
15 July 2022 12:25
Petani Kelapa Sawit
Foto: Pekerja melakukan aktivitas bongkar muat kontainer di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (4/3/2022). (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Surplus neraca perdagangan melesat pada Juni 2022 dan menembus hingga US$ 5,09 miliar. Lonjakan surplus ditopang oleh tingginya ekspor minyak sawit mentah (CPO).

Namun, mulai melandainya harga komoditas, kekhawatiran resesi, serta perlambatan ekonomi global bisa berdampak negatif ke ekspor Indonesia sekaligus membuat surplus semakin menyusut ke depan.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai ekspor pada Juni 2022 mencapai US$ 26,09 miliar. Nilai tersebut melonjak 21,30% dibandingkan Mei 2022 dan melesat 40,68% dibandingkan Juni 2021.
Nilai ekspor Juni adalah yang tertinggi ketiga setelah April 2022 (US$ 27,32 miliar) serta Maret 2022 (US$ 26,50 miliar).


Impor pada Juni 2022 tercatat US$ 21 miliar. Nilai tersebut naik 12,87% dibandingkan bulan sebelumnya dan melesat 21,98% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Dengan demikian, neraca perdagangan membukukan surplus sebesar US$ 5,09 miliar. Nilai tersebut menjadi tertinggi ketiga dalam sejarah setelah April 2022 (US$ 7,56 miliar) dan Oktober 2021 (US$ 5,79 miliar).
Surplus terseut jauh di atas perkiraan pasar. Polling CNBC dari 12 lembaga memperkirakan surplus hanya menyentuh US$ 3,42 miliar.

Dengan kembali surplusnya neraca perdagangan pada Juni maka neraca perdagangan Indonesia sudah mencatatkan surplus selama 26 bulan terakhir.

Secara keseluruhan, ekspor pada Januari-Juni atau semester I tahun ini tercatat US$ 141,07 miliar atau melonjak 37,11% dibandingkan periode yang sama sebelumnya.

Sementara itu, nilai impor pada semester I-2022 tercatat US$ 116,18 miliar. Dengan demikian, neraca perdagangan pada semester I-2022 membukukan surplus sebesar US$ 24,89 miliar. Pencapaian tersebut adalah yang tertinggi sepanjang sejarah.

"(Kenaikan nilai ekspor) ini menunjukkan kita dapat wind fall (dari kenaikan komoditas). Baik ekspor dan impor sampai satu semeter ini tumbuh impresif, surplus tinggi dan ini memberikan dampak kepada pertumbuhan ekonomi di Indonesia pada kuartal II," tutur kepala BPS Margo Yuwono, pada konferensi pers, Jumat (15/7/2022).

Harga komoditas diperkirakan akan melandai pada semester II tahun ini karena perlambatan ekonomi dan kekhawatiran resesi.

Melandainya harga komoditas tercatat dari sejumlah indikator . Indeks pangan Badan Pangan Dunia (FAO Food Price Index) pada Juni tahun ini tercatat 154,2, melandai 2,3% dibandingkan Mei. FAO Food Price Index sudah melemah tiga bulan beruntun. Harga minyak nabati seperti minyak sawit mentah (CPO) juga sudah jauh melandai.
Penurunan karena melandainya harga minyak nabati, sereal, dan gula turun.

Harga CPO juga terus melandai ke posisi MYR 3568 per ton, rekor terendah sejak 30 Juni pada penutupan perdagangan kemarin. Harga CPO sudah amblas 33,3% dalam sebulan dan 11,8% dalam setahun.
Harga emas sudah amblas 7,6% sebulan dan 5,2% setahun. Bijih besi juga amblas 20,8% sebulan dan 52,6% setahun karena melemahnya permintaan. Harga baja sudah menyusut 15,7% sebulan dan 22,2% setahun.

Harga tembaga anjlok 21,1% sebulan dan 25,2% setahun sementara nikel amblas 24,9%s ebulan dan 3,1% setahun.



"Harga komoditas mulai masuk ke tren pelemahan di tengah resesi global. Kondisi ini bisa berdampak kepada kinerja ekspor pada semester II," tutur ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman, dalam Macro Brief.

Di sisi lain, impor akan terus meningkat sejalan dengan pemulihan ekonomi dan membaiaknya permintaan masyarakat.
"Kita memperkirakan surplus pada neraca perdagangan akan mengecil akrena impor akan meningkat sejalan dengan pemulihan ekonomi," imbuhnya.

Bank Mandiri juga memperkriakan banyak produsen yang akan melakukan frontloading impor untuk menghindari pelemahan rupiah. Kondisi ini membuat impor membengkak ke depan.

Mirae Asset Sekuritas dalam laporannya Economic Outlook Recovery mengatakan memburuknya outlook perekonomian global akan berdampak terhadap ekspor Indonesia ke depan.

"Perekonomian global menghadapi risiko pelemahan sehingga akan berdampak negatif kepada kinerja ekspor hingga akhir tahun. Harga komoditas juga akan melandai. Kami memperkirakan surplus neraca perdagangan akan menyusut di saat yang bersamaan impor aakn terus naik," tutur Rully Arya Wisnubroto dari Mirae Asset Sekuritas.

Wisnu Wardana juga memperkirakan neraca perdagangan akan terus menyusut karena melandainya perdagangan global. Pelemahan rupiah akan membuat nilai impor semakin besar.

Meningkatnya permintaan masyarakat serta pemulihan ekonomi juga akan membuat impor minyak semakin membengkak sehingga surplus menyusut.
Sebagai catatan, impor migas Indonesia menembus US$ 3,67 miliar pada Juni atau  melonjak 60% dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu.

Besarnya nilai ekspor Indonesia tidak bisa dilepaskan dari peran minyak sawit mentah (CPO). Sebagai catatan, pemerintah sempat melarang ekspor CPO dan produk turunanya selama periode 28 April-22 Mei 2022. Ekspor kembali dibuka pada 23 Mei 2022.

Pada pertengahan Juni, pemerintah bahkan mengeluarkan program flush out atau percepatan penyaluran ekspor untuk komoditas CPO dan turunannya. Kebijakan tersebut berlaku dari 14 Juni 2022 hingga 31 Juli 2022. Dua kebijakan tersebut membuat ekspor CPO melambung pada Juni baik secara nilai ataupun volume. 

Berdasarkan data BPS, ekspor minyak kelapa sawit pada Juni menembus US$ 2,74 miliar, terbang 862,66% dibandingkan bulan sebelumnya.

"Minyak Kelapa Sawit menyumbang 54% terhadap surplus neraca perdagangan Indonesia Juni 2022" tutur Margo.

Perkembangan ekspor komoditas andalanFoto: BPS
Perkembangan ekspor komoditas andalan

Secara volume, ekspor CPO juga melesat pada Juni. Pada bulan lalu, volume ekspor CPO mencapai 1,76 juta ton atau melesat 864,6% dibandingkan bulan sebelumnya. Ekspor CPO pada Juni juga jauh lebih tinggi dibandingkan pada April 2022 yang tercatat 1,53 juta ton.

Pakistan menjadi negara tujuan utama ekspor CPO Indonesia pada Juni dengan nilai mencapa US$ 450,63 juta disusul kemduian dengan China (US$ 314,38 juta), India (US$ 270,57 juta), dan Bangladesh (US$ 160,65 juta).

"Peningkatan neraca perdagangan ini didorong oleh peningkatan ekspor. Peningkatan ekspor yang lebih tinggi didorong oleh peningkatan volume ekspor CPO setelah pada bulan Mei terjadi pelarangan ekspor CPO," tutur ekonom Bank Permata Josua Pardede, kepada CNBC Indonesia.

Selain CPO, kenaikan ekspor Indonesia juga ditopang oleh batu bara dan besi baja.

Kontribusi CPO kepada neraca perdaganganFoto: BPS
Kontribusi CPO kepada neraca perdagangan

Pada Juni 2022, ekspor batu bara Indonesia menembus US$ 4,5656 miliar atau naik 3,27% (month to month/mtm) dan melesat 136,63% (yea ron year/yoy). Ekspor Besi dan baja menyentuh US$ 2,24 miliar turun 18,02% (mtm) tetapi masih naik 12,3%.

Tingginya ekspor batu bara didorong oleh keputusan negara-negara Uni Eropa untuk menghidupkan kembali pembangkit batu bara mereka serta krisis energi di India.

"Catatan positif lain yang perlu disorot adalah terus naiknya ekspor manufaktur dari sektor kendaraan dan pakaian," tutur ekonom Bank Danamon Wisnu Wardana kepada CNBC Indonesia.

Merujuk data BPS, ekspor kendaraan dan bagiannya naik 40,11% (mtm) menjadi US$ 972,6 juta pada Juni. Sementara itu, ekspor alas kaki melesat 36,18% (mtm) menjadi US$ 712,7 juta. Ekspor pakaian dan aksesorinya melonjak 50,57% (mtm menjadi US$ 437,1 juta pad Juni.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular