Bukan China! IMF Beri Warning "Ngeri" ke Ekonomi AS
Jakarta, CNBC Indonesia - Dana Moneter Internasional (IMF) memberikan sebuah peringatan bagi ekonomi terbesar dunia, Amerika Serikat (AS), Selasa. Lembaga itu menyebut resesi semakin sulit untuk dihindari oleh Washington.
Dalam sebuah rilis, IMF kembali memangkas perkiraan pertumbuhan AS 2022 menjadi 2,3%, dari sebelumnya 2,9% yang dirilis akhir Juni. Karena data terbaru menunjukkan melemahnya belanja konsumen.
IMF juga memangkas perkiraan pertumbuhan PDB riil 2023 menjadi 1,0% dari 1,7% pada pengumuman 24 Juni. Pemangkasan ini dilakukan ketika lembaga itu bertemu dengan pejabat AS untuk penilaian tahunan kebijakan ekonomi AS.
"Prioritas kebijakan sekarang harus memperlambat pertumbuhan upah dan harga dengan cepat tanpa memicu resesi," kata IMF dalam laporannya dikutip Reuters, Rabu (13/7/2022).
"Ini akan menjadi tugas yang sulit."
IMF sendiri menyebutkan bahwa kenaikan suku bunga yang saat ini direncanakan oleh The Fed dapat mengurangi resiko kenaikan inflasi yang sangat tinggi. Bahkan, kenaikan suku bunga disebut akan membantu menurunkan inflasi menjadi 1,9% pada kuartal keempat tahun 2023.
Namun, di sisi lain, kenaikan yang begitu tinggi ditakutkan akan membekukan daya beli masyarakat. Ini berdampak pada pelemahan ekonomi
Direktur eksekutif IMF menyerukan pengesahan proposal belanja sosial dan iklim Presiden AS Joe Biden yang terhenti. Mereka mengatakan mengatakan ini akan mendorong peningkatan partisipasi angkatan kerja, yang akan mengurangi inflasi, sambil membantu memfasilitasi transisi ke rendah ekonomi karbon.
"Para direktur juga merekomendasikan untuk membatalkan pembatasan perdagangan dan kenaikan tarif yang diperkenalkan selama lima tahun terakhir," tambah laporan itu.
Sebelumnya, mengacu data final pertumbuhan ekonomi pada kuartal I-2022, Paman Sam mencatat PDB minus 1,6% secara kuartalan atau masih berada di zona kontraksi. Angka tersebut lebih rendah dari kuartal sebelumnya yang tumbuh sebesar 6,9%.
Resesi sendiri adalah penurunan aktivitas ekonomi secara signifikan yang berlangsung selama berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun. Para ahli menyatakan resesi ketika ekonomi suatu negara mengalami PDB negatif, meningkatnya tingkat pengangguran, penurunan penjualan ritel, dan ukuran kontraksi pendapatan dan manufaktur untuk jangka waktu yang lama.
Bisa dikatakan, resesi sudah dianggap sebagai bagian tak terhindarkan dari siklus bisnis atau irama ekspansi dan kontraksi reguler yang terjadi dalam perekonomian suatu negara. Pada tahun 1974, ekonom Julius Shiskin memberikan beberapa aturan praktis untuk mendefinisikan resesi, dan yang paling populer adalah penurunan PDB selama dua kuartal berturut-turut.
(sef/sef)