Internasional

Kronologi Sri Lanka Bangkrut, Presiden Kabur & Status Darurat

Tommy Patrio Sorongan, CNBC Indonesia
13 July 2022 14:21
Police use tear gas and water cannons to disperse demonstrators near President's residence during a protest demanding the resignation of President Gotabaya Rajapaksa, amid the country's economic crisis, in Colombo, Sri Lanka, July 8, 2022. REUTERS/Dinuka Liyanawatte
Foto: REUTERS/DINUKA LIYANAWATTE

Jakarta, CNBC Indonesia - Sri Lanka dilanda krisis ekonomi. Bahkan, hal itu mengguncang politik di Negeri Ceylon itu.

Negara kepulauan berpenduduk 22 juta orang itu telah mengalami pemadaman selama berbulan-bulan. Warga juga harus merasakan kekurangan pangan dan bahan bakar yang akut, serta inflasi yang melonjak ke rekor paling menyakitkan yang dicatat sejarah negeri itu.

Terbaru, Rabu (13/7/2022), Sri Lanka mengumumkan keadaan darurat nasional. Ini setelah beberapa jam Presiden Gotabaya Rajapaksa pergi meninggalkan negara itu ke Maladewa.

"Sejak presiden berada di luar negeri, keadaan darurat telah diumumkan untuk menangani situasi di negara ini," kata juru bicara Perdana Menteri Ranil Wickremesinghe, Dinouk Colombage kepada AFP.

Polisi pun akan memberlakukan jam malam tanpa batas di seluruh Provinsi Barat, termasuk ibu kota Kolombo. Ini untuk menahan protes yang berkembang setelah kaburnya Rajapaksa bersama istri dan stafnya dengan pesawat militer pagi tadi.

Namun bagaimana kronologinya? Berikut dikutip dari AFP:

1 April: Keadaan Darurat

Krisis dimulai 1 April kala Presiden Rajapaksa mengumumkan keadaan darurat sementara. Ini memberikan kekuatan besar kepada pasukan keamanan untuk menangkap dan menahan tersangka yang terlibat dalam serentetan protes atas krisis bahan pangan, energi, dan obat-obatan.

3 April: Kabinet Mengundurkan Diri

Bukan malah membaik, keadaan darurat justru memperburuk politik negara itu. Hampir semua menteri di kabinet Sri Lanka, termasuk Gubernur Bank Sentral, mengundurkan diri pada sebuah pertemuan yang diadakan larut malam.

Ini akhirnya meninggalkan Rajapaksa dan saudaranya yang saat itu masih merupakan Perdana Menteri (PM), Mahinda, terisolasi seorang diri dalam pemerintahan. Rajapaksa akhirnya mengangkat menteri baru, di antaranya Ali Sabry sebagai menteri keuangan. 

5 April: Presiden Kehilangan Mayoritas Dukungan

Masalah Presiden Rajapaksa semakin dalam ketika Ali Sabry pun akhirnya mengundurkan diri. Padahal ia baru beberapa hari diangkat. 

Rajapaksa kemudian kehilangan mayoritas parlemennya karena banyaknya mantan sekutu politik mendesaknya untuk mundur. Ia menolaknya dan justru menyerukan kembali "keadaan darurat".

10 April: Defisit Obat

Dokter Sri Lanka mengatakan mereka hampir kehabisan obat-obatan yang penting dalam menyelamatkan nyawa masyarakat apalagi dalam situasi pandemi Covid-19. Mereka juga memperingatkan bahwa krisis itu bisa berakhir dengan membunuh lebih banyak orang daripada virus corona.

12 April: Gagal Bayar Utang Luar Negeri

Pemerintah mengumumkan gagal bayar utang luar negerinya (default) sebesar US$ 51 miliar sebagai "upaya terakhir" setelah kehabisan devisa untuk mengimpor barang-barang yang sangat dibutuhkan.

19 April: Pendemo Tewas

Polisi melakukan tindakan referesif yang membuat seorang pengunjuk rasa tewas. Ia menjadi korban pertama dari beberapa minggu protes anti-pemerintah.

Keesokan harinya, IMF mengatakan telah meminta Sri Lanka untuk merestrukturisasi utang luar negerinya yang sangat besar sebelum paket penyelamatan dapat disetujui.

Anti government protesters swim in a pool at the president's official residence after storming into it in Colombo, Sri Lanka, Saturday July 9, 2022. (AP Photo/STR)Foto: AP/STR
Anti government protesters swim in a pool at the president's official residence after storming into it in Colombo, Sri Lanka, Saturday July 9, 2022. (AP Photo/STR)

9 Mei: Kekerasan Pecah dan PM Mundur

Sekelompok loyalis pemerintah yang datang dari pedesaan menyerang pengunjuk rasa yang berkemah di luar kantor presiden di pinggir laut ibu kota Kolombo.

Sembilan orang tewas dan ratusan lainnya terluka dalam serangan itu. Kerumunan menargetkan mereka yang bertanggung jawab atas kekerasan dan membakar rumah anggota parlemen.

Di hari yang sama, PM Mahinda Rajapaksa mengundurkan diri. Ia bahkan harus diselamatkan oleh pasukan setelah ribuan pengunjuk rasa menyerbu kediamannya di Kolombo.

Dia digantikan oleh Ranil Wickremesinghe. Ia adalah seorang veteran politik yang telah menjabat beberapa periode sebagai perdana menteri.

10 Mei: Perintah Tembak Demonstran

Kementerian Pertahanan Sri lanka memerintahkan pasukan untuk menembak di tempat siapa pun yang terlibat dalam penjarahan atau "menyebabkan kerusakan pada kehidupan". Tetapi pengunjuk rasa justru semakin melawan.

Mereka menentang jam malam pemerintah yang ditetapkan. Bahkan, seorang perwira tinggi polisi di Kolombo diserang dan kendaraannya dibakar.

10 Juni: Darurat Kemanusiaan

PBB memperingatkan bahwa Sri Lanka sedang menghadapi krisis kemanusiaan yang mengerikan. Lembaga itu menyebut jutaan orang sudah membutuhkan bantuan.

"Lebih dari tiga perempat populasi telah mengurangi asupan makanan mereka karena kekurangan pangan yang parah di negara itu," kata PBB.

27 Juni: Penjualan BBM Ditangguhkan

Pemerintah mengatakan Sri Lanka hampir kehabisan bahan bakar. Negeri itu memutuskan untuk menghentikan semua penjualan bensin kecuali untuk layanan penting.

1 Juli: Rekor Inflasi Baru

Pemerintah menerbitkan data yang menunjukkan inflasi telah mencapai rekor tertinggi untuk sembilan bulan berturut-turut. Inflasi disebutkan telah menembus angka 54,6%.

9 Juli: Rumah Presiden Diserbu

Presiden Rajapaksa melarikan diri dari kediaman resminya di Kolombo dengan bantuan pasukan sesaat sebelum demonstran menyerbu kompleks. Ia dan keluarganya dibawa ke lokasi yang dirahasiakan.

Rekaman dari dalam kediaman menunjukkan pengunjuk rasa yang gembira melompat ke kolam dan menjelajahi kamar tidurnya yang megah.

Sementara itu, kediaman Wickremesinghe dibakar. Polisi mengatakan dia dan keluarganya tidak ada di tempat kejadian.

Rajapaksa kemudian menawarkan untuk mundur pada 13 Juli. Hal ini disampaikan ketua parlemen Mahinda Abeywardana dalam sebuah pernyataan yang disiarkan televisi.

13 Juli: Rajapaksa Kabur dan Status Darurat

Presiden Rajapaksa terbang ke Maladewa dengan pesawat militer, ditemani oleh istri dan dua pengawalnya. Keberangkatannya terjadi setelah kebuntuan bandara yang memalukan di Kolombo.

Awalnya ia disebut akan terbang ke Dubai, Uni Emirat Arab (UEA). Namun staf imigrasi tidak mengizinkan layanan VIP dan memaksa semua penumpang melewati loket umum, yang dikhawatirkan berbahaya bagi Rajapaksa.

"Pihak kepresidenan enggan melalui jalur reguler karena takut akan reaksi publik," kata seorang pejabat keamanan.

SetelahRajapaksa pergi, kantor PM mengumumkan status darurat kembali. Ribuan demonstran juga dilaporkan telah mengerumuni kantor perdana menteri yang mendorong polisi menembakkan gas air mata untuk menahan mereka agar tidak menyerbu kompleks itu.

"Ada protes yang sedang berlangsung di luar kantor perdana menteri di Kolombo dan kami membutuhkan jam malam untuk mengatasi situasi," kata seorang perwira polisi senior.




(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sri Lanka Bangkrut, Kantor Pemerintah hingga Sekolah Shutdown

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular