Internasional

"Teror" Inflasi Makan Korban Lagi: Korea Selatan

Tommy Patrio Sorongan, CNBC Indonesia
Selasa, 05/07/2022 14:02 WIB
Foto: (REUTERS / Kim Hong-Ji)

Jakarta, CNBC Indonesia - Inflasi tinggi kembali dilaporkan terjadi di negara maju. Kali ini, korban kenaikan harga barang-barang itu adalah Korea Selatan (Korsel).

Dalam sebuah rilis hari Selasa (5/7/2022), indeks harga konsumen melompat 6% pada Juni 2022. Ini merupakan kenaikan tertinggi sejak tahun 1998.

Sejumlah ekonom dan pakar pasar menepis potensi risiko yang meramal Korsel akan jatuh dalam krisis. Hal ini berkat perbaikan yang signifikan dalam neraca pembayaran internasional dan profil utangnya.


Tetapi beberapa memperingatkan pemerintah dan bank sentral bahwa saat ini Korsel menghadapi masa yang sulit. Pasalnya, berhembus wacana mengenai kenaikan suku bunga hingga 50 basis poin, yang mungkin belum pernah terjadi sebelumnya.

"Pembuatan kebijakan akan menjadi semakin sulit karena mereka memiliki campuran risiko inflasi naik dan risiko pertumbuhan ekonomi turun yang terus berlanjut untuk saat ini," kata seorang analis di JPMorgan Chase, Park Seok-gil, dikutip Reuters.

Inflasi sendiri sebelumnya telah dialami beberapa negara maju seperti di Amerika Serikat (AS) dan juga negara-negara Uni Eropa (UE). Hal ini didorong oleh kenaikan harga energi dan pangan imbas dari perang Rusia-Ukraina.

Atas dampak yang cukup luas, pasar saham Korsel tidak menunjukkan tanda-tanda kepanikan setelah data ini dirilis. Pasar saham, obligasi dan mata uang semuanya tercatat membukukan keuntungan kecil.

Namun, tekanan terus meningkat di atas pemerintahan Presiden konservatif Yoon Suk Yeol yang baru menjabat. Pasalnya, ia belum memberikan rancangan kebijakan yang jelas terhadap perekonomian.

Presiden Yoon sebelumnya telah memerintahkan reformasi sektor publik, menyerukan penjualan aset menganggur dan penghematan pengeluaran. Ia juga berjanji bahwa dia akan memimpin pertemuan darurat tentang ekonomi setiap minggu.

Sejak Yoon menjabat, bank sentral telah menjual dolar untuk menjinakkan kejatuhan mata uang won ke level terlemah sejak krisis keuangan global 2008-2009. Pada saat yang sama, ia harus berurusan dengan arus keluar modal yang berkelanjutan dari pasar saham.

Bank of Korea mengatakan pada hari Selasa bahwa pihaknya menjual sebagian dari cadangan devisanya selama empat bulan berturut-turut pada bulan Juni untuk "mengurangi volatilitas di pasar valuta asing".

Meski begitu, pihak bank sentral itu tidak mengungkapkan berapa banyak yang dijual. Namun yang diketahui, langkah ini menyebabkan nilai dolar dalam cadangan devisanya menyusut hingga US$ 9,43 miliar pada bulan Juni.


(sef/sef)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Inflasi Inggris Betah di Level Tinggi Pada Mei 2025