Dunia di Bibir Jurang Krisis, Lebih Ngeri dari 1998 & 2008?

Maesaroh, CNBC Indonesia
21 June 2022 14:55
Antrean warga untuk mendapatkan minyak goreng di Pasar Senen, Jakarta, Kamis (17/3/2022). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Antrean warga untuk mendapatkan minyak goreng di Pasar Senen, Jakarta, Kamis (17/3/2022). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

1. Krisis Ekonomi Asia 1997/1998


Krisis Ekonomi Asia atau Krisis Moneter pada 1997/2998 bermula dari krisis mata uang di beberapa negara Asia, seperti Thailand. Krisis itu menjalar ke Indonesia dan dengan cepat menggoyang perekonomian nasional yang fondasi ekonominya rapuh.

Fondasi ekonomi Indonesia dinilai keropos karena sistem perbankan yang  buruk serta besarnya utang dalam dollar AS.
Krisis menjatuhkan nilai tukar rupiah dari Rp 2.500 menjadi Rp 16.900 per dolar AS. Krisis juga membuat inflasi Indonesia melonjak hingga 77% sementara ekonomi terkontraksi 13,7% lebih.

Berdasarkan Laporan Tim Kajian Pola Krisis Ekonomi Kementerian Keuangan, sebelum 1997, perekonomian Indonesia sedang tumbuh tinggi  sekitar 7% dengan dimotori oleh investasi.

Kondisi tersebut membuat pihak swasta menambah utang untuk menggerakkan proyek akibatnya utang swasta berjangka pendek maupun jangka panjang mencapai sekitar 157% terhadap PDB pada tahun 1998.


Pengawasan yang buruk juga membuat sistem perbankan Indonesia rapuh karena banyak dikuasai sekelompok pebisnis.  Pada 1988 Indonesia mengeluarkan aturan di dunia perbankan yang mengizinkan siapa saja untuk mendirikan bank asalkan memiliki modal Rp 10 miliar.

Kondisi ini dimanfaatkan oleh sejumlah pihak untuk mendirikan bank sekaligus membiayai bisnis termasuk dari luar negeri. 

Krisis 1997/1998 bermula dari Thailand yang  meninggalkan kebijakan nilai tukar tetapnya (fixed exchange rate) terhadap dolar AS pada Juli 1997.

Kebijakan tersebut membuat banyak perusahaan menjadi gagal  bayar karena nilai mata uang yang melemah. Krisis menjalar ke negara-negara Asia Tenggara termasuk Indonesia.

Besarnya utang swasta dari peminjam luar negeri membuat perbankan ambruk menjalar ke sektor lain karena banyak perusahaan yang tidak mampu membayar utang akibat kurs yang terus melemah.

Menurut Laporan Tim Kajian Pola Krisis Ekonomi, nilai tukar merosot tajam dari rata-rata Rp 2.450 per dollar AS Juni 1997 menjadi Rp 13.513 akhir Januari 1998.



Menyusul terus melemahnya rupiah, pemerintah akhirnya melepas rupiah sesuai mekanisme pasar atau free floating. Kebijakan tersebut menggantikan managed floating yang dianut sejak 1978.

Indonesia harus membayar mahal atas terjadinya krisis 1997/1998 yakni runtuhnya pemerintahan hingga krisis politik dan sosial yang mengakibatkan kerusuhan massal. Butuh lebih dari lima tahun bagi Indonesia untuk bangkit dari keterpurukan krisis 1997/1998.

Pemerintah juga harus melakukan bailout ratusan triliun untuk menghidupkan kembali sektor perbankan.  Indonesia juga harus harus meminjam kepada Dana Moneter Internasional (IMF) senilai SDR  7,3 miliar pada tahun 1998.

Krisis 1997/1998 melahirkan sejumlah kebijakan dan aturan baru seperti devisa rezim bebas, Undang-Undang Keuangan Negara, Undang-Undang Perbankan,  serta pemberian independensi Bank Indonesia.

(mae/mae)
Pages

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular