Pengurangan Gas Rusia vs Embargo Eropa, Siapa Bertahan?
Jakarta, CNBC Indonesia - Ketegangan antara Rusia dan negara-negara Eropa telah memasuki babak baru. Kali ini, keduanya mulai bersitegang terkait pasokan gas, di mana Eropa menggantungkan sekitar 40% kebutuhan gasnya dari Rusia.
Dalam kejadian terbaru, beberapa negara Eropa seperti Prancis, Austria, dan Italia melaporkan terjadinya pemotongan gas dari Rusia. Pengurangan itu pun diumumkan langsung oleh perusahaan energi plat merah Rusia, Gazprom
Moskow beralasan bahwa gangguan ini disebabkan gangguan pada pipa Nord Stream I yang biasa mengaliri gas ke wilayah Eropa.
Namun, penjelasan ini tak bisa diterima oleh Benua Biru. Perdana Menteri (PM) Italia Mario Draghi menyebut hal itu merupakan kebohongan. Pasalnya, hubungan antara Moskow dan Eropa memang sedang memanas soal Ukraina, di mana negara di benua itu juga ikut menjatuhkan sanksi kepada Rusia.
"Kami diberitahu, bersifat teknis. Kami dan Jerman dan lainnya percaya bahwa ini adalah kebohongan," ujarnya setelah berkunjung ke Ukraina.
Sejak Rusia menyerang Ukraina, Benua Biru bersama Amerika Serikat (AS) telah menjatuhkan blokade keuangan kepada Moskow. Saat ini, Rusia telah diblokir dari akses pembayaran internasional yang menyulitkan negara itu untuk mendapatkan devisa.
Hal ini mendorong Presiden Rusia Vladimir Putin untuk memaksa negara-negara Eropa untuk membayar gas dengan mata uang rubel dari yang sebelumnya biasa membayar dengan euro. CEO Gazprom, Alexei Miller, menyebut bahwa Eropa harus patuh pada aturan ini untuk terus mendapatkan pasokan dari Rusia.
"Produk kami, aturan kami. Kami tidak bermain dengan aturan yang tidak kami buat," kata Miller selama diskusi panel di Forum Ekonomi Internasional Saint Petersburg di kota kedua Rusia.
Metode ini pun nyatanya masih belum dapat diterima secara menyeluruh oleh beberapa negara benua biru lantaran dikhawatirkan akan memperkuat pendapatan Rusia untuk perang. Ini juga mendorong Eropa berusaha untuk melepas dependensi gasnya dari Rusia dengan mencari pasokan ke negara lainnya..
Saat ini, ada beberapa negara yang didekati benua biru yakni AS, Australia, dan Qatar. Bahkan, perusahaan energi Eropa seperti Total telah memperluas investasinya di AS dan Qatar.
Meski begitu, hal ini masih diperdebatkan oleh negara daratan seperti Hungaria. Pasalnya kebanyakan gas di negara itu tergantung dari pasokan pipa sementara diketahui untuk pengiriman dari negara-negara tersebut akan dikirim via jalur laut.
Selain itu, Washington, Canberra, dan Doha pernah menyatakan bahwa mereka tidak dapat mengirim lebih banyak dalam jangka pendek.
Atas hambatan ini, negara Eropa pun meminta warganya untuk mengurangi penggunaan listrik dan juga pemanas. Terbaru, Wakil Kanselir Jerman Robert Habeck meluncurkan kampanye yang menargetkan 80 juta penduduknya untuk menghemat energi dan juga menggunakan lebih banyak energi terbarukan.
"Hanya dengan lebih banyak energi terbarukan dan lebih banyak efisiensi energi, kita akan memperkuat kemandirian kita," ujarnya.
Pandangan yang sama juga mulai disuarakan pelaku usaha energi. CEO Total Patrick Pouyanne, menekankan konsumen di Eropa perlu menghemat konsumsi listrik demi dapat menggunakannya sepanjang waktu.
"Yang bisa dilakukan konsumen adalah mengecilkan pemanas di Eropa. Saat ini tidak ada pemanas karena ini musim panas. Tapi saran saya, AC juga jangan terlalu banyak," tambahnya.
(luc/luc)