Bukan Ketatkan PPKM, Ini Caranya Agar Kasus Covid RI Turun
Jakarta, CNBC Indonesia - Kasus positif harian Covid-19 di Indonesia kembali melonjak dalam sepekan terakhir. Kenaikan kasus tersebut dikhawatirkan bisa membuat Indonesia kembali mengetatkan kebijakan mobilitas yang berdampak serius kepada roda perekonomian.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), kasus Covid-19 di Indonesia dalam sepekan terakhir (10-17 Juni 2022) mencapai 5.688, naik 84% dibandingkan pekan sebelumnya yakni 3.091 kasus.
Dalam dua hari terakhir, tambahan kasus bahkan selalu menembus 1.000 yakni masing masing 1.242 kasus pada Rabu dan 1.173 pada Kamis kemarin.
Tambahan kasus di atas 1.000 ini terbilang tinggi mengingat Indonesia tidak pernah melaporkan kasus harian di atas 1.000 pada periode 14 April hingga 14 Juni 2022 atau dalam rentang waktu dua bulan.
Selain tambahan kasus baru, positivity rate dan kasus aktif juga melonjak. Angka positivity rate Indonesia pada dua hari terakhir melewati 2,0%. Padahal, sepanjang 16 April hingga 14 Juni selalu di bawah 1%. Kasus aktif di Indonesia juga melonjak menjadi 6.668 pada Kamis kemarin, naik dibandingkan 4.341 yang tercatat pada Jumat pekan lalu.
Kendati kasus meningkat, Presiden Joko Widodo melihat kasus Covid-19 di Indonesia masih terkendali. Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin juga memperkirakan kenaikan kasus masih akan terjadi hingga pekan ketiga Juli sebagai dampak munculnya varian BA.4, BA5 yang lebih cepat menular. Hingga kini, pemerintah belum mengemukakan niatnya untuk memperketat mobilitas meskipun kasus merangkak naik.
Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah mengatakan sangat sulit bagi Indonesia untuk kembali ke periode pengetatan mobilitas seperti sebelumnya. Soalnya, persepsi masyarakat terhadap Covid-19 sudah berubah.
"Mau diperketat sudah susah karena masyarakatnya sudah tidak ada takut-takutnya lagi sama Covid-19," tutur Piter, kepada CNBC Indonesia.
Dia mengingatkan kasus Covid-19 yang dilaporkan saat ini jauh di bawah yang sebenarnya. Pasalnya, kalaupun masyarakat sakit atau bergejala, mereka memilih untuk tidak melakukan tes Covid-19. "Kalau positif juga mungkin tidak lapor atau kalau bergejala tidak dites karena sudah dianggap flu biasa tapi tinggal di rumah," imbuhnya.
Piter mengatakan sikap masyarakat dalam menjaga protokol kesehatan juga masih terjaga, terutama di kota besar seperti DKI Jakarta. Fakta ini setidaknya menjadi kabar baik karena kesadaran masyarakat menjaga protokol kesehatan masih terjaga.
"Kita syukuri, kedisplinan memakai masker masih tinggi. Nonton bulu tangkis pakai masker, ke mal juga pakai masker," tuturnya.
Piter mengingatkan pengetatan mobilitas akan membuat roda perekonomian kembali melambat. Sejumlah sektor yang baru saja pulih juga bisa terancam tumbang kembali, seperti perhotelan, hiburan, dan transportasi.
"Konsumsi akan bisa melandai kembali padahal baru tumbuh. Pengetatan bisa membuat confidence masyarakat menurun, orang malas keluar belanja jadi konsumsi turun," tuturnya.
Dia menjelaskan saat ini consumer confidence terutama untuk masyarakat kelas atas baru kembali naik. "Orang kaya yang selama ini memilih saving sudah belanja dan ini penting karena belanja mereka gede. Kontribusi mereka pun gede misal untuk beli rumah atau baju," ujarnya.
Survei yang dilakukan Bank Indonesia (BI) menunjukkan IKK pada Mei tahun ini meloncat ke 128,9. Indeks sebesar itu merupakan yang tertinggi dalam sejarah Indonesia merdeka. Peningkatan IKK juga terjadi di hampir seluruh kota cakupan survei, dengan yang tertinggi di kota Bandung, diikuti kota Pangkal Pinang dan Mataram.
Kenaikan keyakinan konsumen disampaikan seluruh kelompok pengeluaran serta kelompok usia responden, terutama pada responden dengan pengeluaran lebih dari Rp 5 juta per bulan.
Badan Pusat Statistik (BPS) juga melaporkan konsumsi rumah tangga pada kuartal I tumbuh 4,34% (year on year/yoy). Meskipun belum kembali ke 5% seperti pra pandemi, konsumsi rumah tangga jauh lebih besar dibandingkan pada kuartal IV-2021 (3,55%) ataupun kuartal I-2021 di mana pada periode tersebut masih terjadi kontraksi 2,21%.
(mae/mae)