Industri Tekstil Kebal Pelemahan Rupiah? Ternyata Gegara Ini
Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah masih melanjutkan pelemahan terhadap dolar AS, terpantau di sesi siang berkisar Rp14.760-an. Hal ini diakui bisa berdampak bagi industri yang masih mengandalkan pasokan bahan baku atau material penolong impor.
Termasuk industri tekstil. Pasalnya masih ada bahan baku yang harus di impor dari luar negeri hingga pengusaha harus merogoh kocek lebih untuk menebus bahan baku dari luar negeri dengan mahalnya kurs.
Ketua Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta mengatakan dua bahan baku yang masih harus di impor dari luar negeri yakni cotton dan kapas.
"Mungkin pengaruh bagi yang pakai bahan baku kapas itu 100% impor, dan juga yang pakai cotton base," kata Redma kepada CNBC Indonesia, Kamis (16/6/2022).
Sehingga jika ada peningkatan harga kemungkinan hanya terjadi pada produk tekstil dengan cotton base, dan kapas. Meski menurut dia dampaknya signifikan.
"Karena untuk produk tekstil jadi itu perpaduan dari banyak komposisi bahan baku. Misal cotton dengan polyester atau rayon, jadi gak signifikan," katanya.
Terlebih menurut dia saat ini industri hulu tekstil RI saat ini juga sudah termasuk baik. Sehingga secara keseluruhan pelemahan rupiah belum memberi dampak yang signifikan.
Dimana untuk bahan baku polyester dan rayon produksi dalam negeri sudah banyak dipakai. Begitu juga dengan impor cotton yang konsumsinya atau impor dari luar negeri juga menurun dari tahun ke tahun.
"Impor kita turun, konsumsi cotton di 2021 itu 600-700 ribu ton, sekarang juga hanya 500 ribu ton. Kalau kain-kain bahan baku intermediate sudah di-push untuk produk dalam negeri. Jadi pengaruhnya tidak terlalu besar," jelas Redma.
Seperti diketahui, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) tengah memacu substitusi impor. Yaitu, meningkatkan pemakaian pasokan bahan baku dan material produksi lokal untuk kebutuhan industri dan konsumsi. Tahun 2022, Kemenperin menginisiasi kebijakan substitusi impor sebesar 35% untuk memperbaiki neraca perdagangan nasional, terutama bagi bahan baku dan bahan penolong.
Melemahnya kurs rupiah terhadap dolar AS sudah terjadi tiga hari beruntun. Bahkan menyentuh dalam titik terendah dalam 18 bulan terakhir.
Pada penutupan perdagangan Rabu kemarin, posisi rupiah sedikit membaik menjadi Rp 14.740/US$, atau melemah 0,31% di pasar spot, melansir data Refinitiv. Dalam 3 hari, rupiah tercatat melemah 1,3%.
(dce)