INTERNASIONAL

Duh, Ukraina Disebut Mungkin Hilang 2 Tahun Lagi

Tommy Patrio Sorongan, CNBC Indonesia
15 June 2022 21:00
TOPSHOT - People standing near a Ukrainian national flag watch as dark smoke billows following an air strike in the western Ukrainian city of Lviv, on March 26, 2022. - At least five people wounded in two strikes on Lviv, the regional governor said, in a rare attack on a city that has escaped serious fighting since Russian troops invaded last month. (Photo by Aleksey Filippov / AFP) (Photo by ALEKSEY FILIPPOV/AFP via Getty Images)
Foto: AFP via Getty Images/ALEKSEY FILIPPOV

Jakarta, CNBC Indonesia - Mantan Presiden Rusia Dmitry Medvedev memprediksi bahwa Ukraina akan hilang dalam dua tahun lagi. Pernyataan ini ia lontarkan saat Moskow terus menggempur negara tetangganya itu.

Medvedev mengeluarkan pendapatnya ini saat mendengar bahwa Ukraina akan mendapatkan bantuan pasokan energi berupa gas alam cair (LNG) dari negara lain. Dalam laporan yang diterimanya, komoditas itu akan disuplai kepada Kyiv hingga dua tahun mendatang.

"Saya melihat laporan bahwa Ukraina ingin menerima LNG (gas alam cair) di bawah perjanjian pinjam meminjam dari luar negeri dengan pembayaran untuk pengiriman dalam dua tahun," ujarnya yang sekarang menjadi wakil kepala Dewan Keamanan di Telegram resmi, Rabu, (15/6/2022).

"Dan siapa yang mengatakan bahwa dalam dua tahun, Ukraina bahkan akan ada di peta dunia?" kata sekutu dekat Presiden Vladimir Putin itu dilansir AFP.

Ukraina sendiri sejauh ini dapat bertahan dengan bantuan persenjataan yang dikirimkan oleh negara-negara NATO. Meski begitu, Rusia terus menerus menggempur senjata-senjata bantuan itu.

Terbaru, Moskow mengatakan bahwa pasukannya menghancurkan sebuah depot yang berisi senjata yang dipasok NATO di Ukraina barat.

"Di dekat kota Zolochiv di wilayah Lviv, rudal jarak jauh Kalibr berpresisi tinggi menghancurkan gudang amunisi senjata asing yang dikirim ke Ukraina oleh negara-negara NATO, termasuk howitzer M777 155mm," kata Kementerian Pertahanan (Kemhan) Rusia dalam sebuah pernyataan.

Pertempuran antara Rusia dan Ukraina telah berlangsung lebih dari 100 hari. Beberapa analis menyebut pertempuran ini mungkin akan berjalan lama, dengan sanksi ekonomi dan bantuan kepada Ukraina dianggap belum mampu menggoyahkan Putin.

"Kemampuan negara Rusia untuk membiayai perang dan militernya tetap cukup kuat," ujar pakar ekonomi Rusia Richard Connolly.

"Bahkan jika Moskow harus mengalami defisit anggaran. Ada banyak ruang fiskal untuk melakukan ini. Negara ini tingkat utangnya sangat rendah, tidak perlu pinjam ke luar negeri, bisa pinjam dari sumber kas dalam negeri."

Rusia menyerang Ukraina pada 24 Februari lalu. Putin mengatakan langkah ini bertujuan untuk melawan kelompok nasionalis yang telah melakukan genosida dan diskriminasi terhadap masyarakat berbahasa Rusia.

Sejauh ini, pusat pertempuran antara keduanya masih berfokus di wilayah Severodonetsk. Wilayah itu merupakan sebuah kota strategis dekat wilayah Donbass yang merupakan hulu dari konflik antara Moskow dan Kyiv.

Meski menyasar kelompok nasionalis bersenjata, perang ini nyatanya juga ikut menimbulkan korban sipil. PBB menyebut korban sipil yang tewas dalam perang itu hingga saat ini mencapai di atas 4 ribu jiwa.


(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article 'Saudara Kembar' Putin Beraksi, Rusia Ancam AS hingga Jepang

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular