
Maaf AS Cs! Fakta Ini Sebut Putin Masih Sakti Mandraguna

Jakarta, CNBC Indonesia - Rusia saat ini masih diberondong sanksi ekonomi oleh negara-negara Barat. Ini menyusul tindakan Presiden negara itu, Vladimir Putin, yang memerintahkan militernya untuk menyerbu Ukraina.
Hal ini pun membuat perekonomian negara itu terganggu. Bahkan, angka inflasi saat ini telah menembus 17,5%.
Meski begitu, beberapa analis mengatakan Putin masih "sakti" di Rusia. Ia bahkan tak memiliki celah untuk lengser.
Hal ini setidaknya dikatakan Direktur Program Keamanan Transatlantik di Center for a New American Security (CNAS), Andrea Kendall-Taylor. Menurutnya ada segmen masyarakat yang loyal mendukung langkah Putin.
Bahkan, tegasnya, Putin bisa terus menjadi Presiden Rusia. Bukan dalam jangka pendek, tapi dalam jangka waktu yang cukup lama
"Saya tidak ingin melebih-lebihkan dukungan publik untuk perang, namun jelas ada segmen masyarakat yang menentangnya," kata dikutip Reuters, Rabu (15/6/2022).
Soal perang Rusia di Ukraina pun, Putin disebut masih punya banyak amunisi. Hal ini juga diperkuat oleh pandangan pakar ekonomi Rusia Richard Connolly.
Ia berpendapat bahwa meski ruang pendapatan Moskow saat ini dipersempit dengan sanksi, negara itu masih memiliki ruang fiskal yang luas untuk membiayai perang. Tingkat utang rendah menjadi salah satu alasan.
"Kemampuan negara Rusia untuk membiayai perang dan militernya tetap cukup kuat," ujarnya.
"Bahkan jika Moskow harus mengalami defisit anggaran. Ada banyak ruang fiskal untuk melakukan ini. Negara ini tingkat utangnya sangat rendah, tidak perlu pinjam ke luar negeri, bisa pinjam dari sumber kas dalam negeri."
"Dan saat ini, ia memiliki arus kas yang sangat positif. Jadi selama kemauan politik ada di Kremlin dan selama harga ekspor tetap tinggi, saya tidak melihat kendala keuangan langsung yang dihadapi Kremlin," jelasnya.
Connolly menambahkan bahwa sejauh ini Rusia juga tidak perlu menambah peralatan perang baru yang bergantung pada teknologi Barat. Ia menyebut Rusia memiliki cadangan persenjataan yang banyak serta teknologi senjata yang maju untuk tetap berperang.
"Saya akan sangat terkejut jika mereka tidak bersemangat menjelang perang dan oleh karena itu, saya akan membayangkan bahwa perusahaan industri pertahanan akan terus berproduksi di bulan-bulan mendatang," katanya.
Putin mendeklarasikan serangan ke Ukraina pada 24 Februari lalu. Alasannya untuk "melawan kelompok nasionalis yang telah melakukan genosida dan diskriminasi terhadap masyarakat berbahasa Rusia".
Ini juga akibat keinginan masuknya Ukraina ke NATO. Rusia sudah sejak lama cemas pada ekspansi kelompok pimpinan Amerika Serikat (AS) itu di kawasan Eropa Timur.
Meski begitu, baru kota Mariupol, Kherson, dan beberapa wilayah Timur Ukraina lainnya saja yang dilaporkan benar-benar dikuasai oleh Kremlin. Rusia sendiri sempat mendekati wilayah ibu kota Kyiv, namun tiba-tiba memutuskan untuk menarik diri dari kota itu.
Sementara itu, perang ini pun juga ikut menghasilkan korban sipil. Dalam data terbaru PBB, telah ditemukan 4.266 kematian warga sipil dan 5.178 luka-luka di Ukraina sejak Rusia menyerang.
Dalam wawancara terbaru yang rilis Selasa (14/6/2022), Paus Fransiskus menyebut perang kedua negara sama saja dengan dideklarasikannya Perang Dunia 3.
"Bagi saya, hari ini, Perang Dunia 3 telah dideklarasikan," tegasnya.
Menurutnya perang hanya mempertontonkan keganasan dan kekejaman. Ia pun meminta umat manusia merenung atas kejadian ini.
"Apa yang terjadi pada umat manusia yang telah mengalami tiga perang dunia dalam satu abad?," tanyanya.
"Ini buruk bagi kemanusiaan, ini bencana," tambahnya.
(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article AS CS Minggir, Ini Bukti Baru Ekonomi Putin Masih Sakti