Internasional

Miris! Tetangga RI Kaya Batu Bara-Gas Terancam Krisis Listrik

News - Tommy Patrio Sorongan, CNBC Indonesia
15 June 2022 14:00
Asap dan uap mengepul dari pembangkit listrik tenaga batubara Bayswater yang terletak di dekat pusat kota Muswellbrook, New South Wales, New South Wales di Australia, Rabu (26/8/2022). (Photo by David Gray/Getty Images) Foto: Asap dan uap mengepul dari pembangkit listrik tenaga batubara Bayswater yang terletak di dekat pusat kota Muswellbrook, New South Wales, New South Wales di Australia, Rabu (26/8/2022). (Photo by David Gray/Getty Images)

Jakarta, CNBC Indonesia - Tetangga RI, Australia, dikenal sebagai salah satu produsen batu bara dan gas terbesar dunia. Namun, meski kaya sumber energi, negara itu kini terancam krisis listrik.

Operator listrik negara itu telah mengeluarkan peringatan defisit daya kepada para konsumennya. Pasar Energi Australia (AEMO) meminta konsumennya agar mengantisipasi pemadaman listrik di beberapa negara bagian, khususnya di pantalla timur, karena kurangnya pasokan.

"New South Wales, Victoria, dan South Australia melampaui batas harga energi ... kemarin. Sementara Queensland sehari sebelumnya," tulis media setempat 9 News, dikutip Rabu (15/6/2022).

Peringatan juga disuarakan oleh Menteri Energi Chris Bowen. Ia menyebut bahwa musim dingin kali ini akan sedikit "bergelombang" akibat krisis tenaga listrik.

"Suhu rendah, pemadaman PLTU, tekanan geopolitik, dan banjir di wilayah pantai timur. Itu kombinasi yang menciptakan krisis," katanya.

Mengapa ini terjadi?

Bahan bakar fosil memang menyediakan sekitar 71% listrik bagi negara benua itu. Di mana batu bara mendominasi 51%.

Namun saat ini, sekitar seperempat dari pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) di pantai timur offline. Karena pemadaman dan pemeliharaan.

Selain itu, krisis ini sendiri diakibatkan oleh kenaikan harga bahan energi. Kenaikan ini tidak diimbangi oleh kenaikan tarif listrik yang ditahan pemerintah di level 300 dolar Australia (Rp 3 juta) per MW.

Perdana Menteri (PM) Anthony Albanese, yang berasal dari Partai Buruh, menyalahkan krisis energi pada pemerintah sebelumnya. Australia dikuasai sembilan tahun oleh Partai Liberal.

"Konsekuensi dari kegagalan pemerintah sebelumnya untuk menerapkan kebijakan energi sedang dirasakan saat ini," katanya kepada wartawan di Brisbane, dikutip AFP.

Pakar energi Richie Merzian dari The Australia Institute mengatakan keseimbangan perlu diubah untuk menghindari krisis semacam ini. Australia diharapkan tak bergabung lagi pada batu bara dan gas.

"Selama Australia tetap bergantung pada gas dan batu bara, konsumen Australia akan berada di atas harga bahan bakar global yang dipengaruhi oleh peristiwa di luar kendali kami," tegasnya.

Krisis Dibuat-buat?

Namun, ahli dari Climate and Energy College of the University of Melbourne, Dr Dylan McConnell, menyatakan krisis ini seperti dibuat-buat. Pasalnya, ada aturan yang mengizinkan para operator untuk menaikan tarif listrik dalam situasi seperti ini.

"Apa yang sebenarnya terjadi adalah mereka telah memilih jalur yang berbeda. Alih-alih rute tradisional, tampaknya generator memilih untuk menarik pasokan dari pasar. " kata McConnell.

McConnell menyebutkan bahwa sebenarnya kelangkaan sumber energi bukanlah deskripsi yang tepat dalam situasi ini. Ia lebih setuju untuk menyebut situasi kali ini sebagai pengetatan pasar.

Lebih lanjut, terkait wacana krisis ini disebabkan oleh transisi ke energi terbarukan. McConnell mengatakan bahwa hal ini tidak esensial mengarah pada peringatan pemadaman listrik.

"Kapasitas yang lebih besar (dari energi terbarukan) mungkin membuat dugaan itu semakin memungkinkan, tetapi itu tidak sepenuhnya relevan," tambahnya.


[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya

Gawat! Australia Terancam Gelap Gulita, "Kiamat" Listrik?


(sef/sef)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Terpopuler
    spinner loading
LAINNYA DI DETIKNETWORK
    spinner loading
Features
    spinner loading