
Transisi Energi Jangan Gegabah, RI Masih Bersandar Pada Fosil

Jakarta, CNBC Indonesia - Dewan Energi Nasional (DEN) menyampaikan bahwa transisi energi RI membutuhkan berbagai persiapan yang cukup matang. Sehingga ke depan, diharapkan tidak membebani perekonomian negara dan kehidupan masyarakat luas.
Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Satya Widya Yudha berharap agar pengembangan energi bersih di Indonesia tidak menimbulkan gejolak kesenjangan ekonomi dan sosial.
"Kita tidak ingin karena sudah lama dalam fosil ekonomi jangan sampai gegabah dalam transisi ini, karena EBT nya harus bisa ambil semua apa yang diambil energi fosil, ini yang jadi pertanyaan," ujar Satya dalam diskusi secara virtual, Rabu (15/6/2022).
Menurut dia, Indonesia sendiri mempunyai berbagai tantangan dalam pengembangan dan pemanfaatan sumber energi terbarukan. Oleh sebab itu, Indonesia perlu menentukan puncak emisi karbon terlebih dahulu seperti yang sudah dilakukan negara lain.
Misalnya seperti China yang sudah mengumumkan target puncak emisi karbon pada 2030. kemudian Amerika Serikat pada tahun 1980 an dan negara-negara Eropa di tahun 1970 an.
"Kita menghitung kapan keluar dari middle income trap dengan asumsinya emisi yang ditumbuhkan karena kita menuju negara maju tadi sudah lewat dari puncak emisi," katanya.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian ESDM, Ego Syahrial menyampaikan bahwa, pada dasarnya kerjasama antara pemerintah dan stakeholder sektor energi menjadi kunci utama dalam percepatan pengembangan energi baru dan terbarukan (EBT) di Indonesia.
Sinergi dan kolaborasi dalam mendorong transisi energi perlu diperkuat guna mencapai realisasi bauran energi sebesar 23% di tahun 2025.
Ego merinci setidaknya beberapa tantangan dalam pengembangan EBT. Pertama, keekonomian dan teknologi dapat mendukung keandalan sistem tenaga listrik dan terciptanya harga yang kompetitif.
Kedua, kesiapan industri dalam negeri melalui pemanfaatan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN). Ketiga, keseimbangan suplai dan pertumbuhan demand dengan harga terjangkau.
Keempat, kemudahan perizinan dan penyiapan lahan serta bottlenecking dalam pelaksanaan proyek EBT.
Di samping itu, terdapat pula berbagai pengembangan EBT, diantaranya dana EBT, sharing jaringan melalui sistem power wheeling, harga dan insentif EBT hingga harmonisasi perizinan.
Ego mengungkapkan arah kebijakan energi nasional saat ini adalah melaksanakan transisi energi, yaitu dari energi fosil menuju energi yang lebih bersih, minim emisi, dan ramah lingkungan, terutama melalui pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT). "Masih diperlukan usaha yang lebih intensif untuk mencapai target 23% pada tahun 2025," ungkapnya, Jumat (18/2/2022).
(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Era Transisi Energi, Indonesia Tinggalkan Batu Bara?
