RUU EB-ET Jadi Pintu Masuk Pengembangan Pembangkit Nuklir

News - Verda Nano Setiawan, CNBC Indonesia
14 June 2022 17:05
In this Feb. 12, 2020, photo, the Unit 1 and 2 reactor buildings, damaged by the 2011 earthquake and tsunami, are seen at the Fukushima Dai-ichi nuclear power plant in Okuma, Fukushima Prefecture, Japan. Nine years ago, on March 11, 2011, a magnitude 9.0 quake and tsunami destroyed key cooling functions at the plant, causing a meltdown that leaked a massive amount of radiation and forcing some 160,000 residents to evacuate. About 40,000 of them still haven't returned. (AP Photo/Jae C. Hong) Foto: Pembangkit listrik tenaga nuklir Fukushima Dai-ichi. (AP Photo/Jae C. Hong)

Jakarta, CNBC Indonesia -  DPR RI dalam rapat paripurna yang digelar pada Selasa (14/6/2022) mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Energi Baru dan Energi Terbarukan (EB-ET) menjadi inisiatif DPR. Adapun, RUU ini akan menjadi pintu masuk pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir atau PLTN di tanah air.

Wakil Ketua Komisi VII DPR Eddy Soeparno berharap melalui RUU ini pengembangan energi baru ke depan akan lebih bergerak maju. Misalnya seperti pengembangan proyek hidrogen, proyek hilirisasi batu bara menjadi Dimetil Eter (DME) hingga PLTN.

"Kita berharap energi baru seperti hidrogen, hilirisasi batu bara seperti DME dan nuklir menjadi semakin tergerakkan untuk dikembangkan di Indonesia," kata Eddy kepada CNBC Indonesia, Selasa (14/6/2022).

Namun demikian, Eddy menilai pengembangan energi baru seperti hidrogen hingga program hilirisasi batu bara ke depan akan lebih tergerak maju ketimbang nuklir. Pasalnya, pengembangan nuklir secara teknis masih membutuhkan tingkat keamanan dan tingkat keselamatan yang menjadi prioritas saat ini.

"Itu menjadi pertimbangan mengapa kita mengurai permasalahan-permasalahan terdahulu sebelum kita gunakan nuklir karenanya kita maksimalkan potensi energi baru yang lain sebelum kita masuk ke nuklir," kata Eddy.

Adapun berdasarkan pembahasan antara Komisi VII dengan Kementerian ESDM disepakati bahwa nuklir menjadi alternatif energi baru yang akan dikembangkan targetnya pada tahun 2040 mendatang.

Adapun berdasarkan draf RUU terbaru yang diterima CNBC Indonesia, diketahui antara energi baru dengan energi terbarukan dipisahkan. Dengan begitu, maka RUU tentang Energi Baru dan Terbarukan (EBT) kini berubah nama menjadi RUU Energi Baru dan Energi Terbarukan.

Dalam draf RUU terbaru ini, pasal 9 menyebutkan bahwa sumber energi baru terdiri dari beberapa macam. Diantaranya yakni nuklir, hidrogen, gas metana batubara (coal bed methane), batu bara tercairkan (coal liquefaction), batu bara tergaskan (coal gasification); dan Sumber Energi Baru lainnya.

Sementara, pada pasal 26 menyebutkan bahwa penyediaan Energi Baru oleh Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah diutamakan di daerah yang belum berkembang, daerah terpencil, dan daerah pedesaan dengan menggunakan Sumber Energi Baru setempat. Daerah penghasil Sumber Energi Baru mendapat prioritas untuk memperoleh Energi Baru dari Sumber Energi Baru setempat.

Penyediaan Energi Baru dilakukan melalui badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, badan usaha milik desa, koperasi, badan usaha milik swasta; dan badan usaha lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan.

Sedangkan di dalam pasal 30, Sumber Energi Terbarukan terdiri beberapa macam. Diantaranya yakni panas bumi, angin, biomassa, sinar matahari, aliran dan terjunan air, sampah, limbah produk pertanian dan perkebunan, limbah atau kotoran hewan ternak, gerakan dan perbedaan suhu lapisan laut, dan Sumber Energi Terbarukan lainnya.

Adapun dalam Pasal 32, ayat 1 disebutkan bahwa orang perseorangan dan Badan Usaha dalam pengusahaan Energi Terbarukan wajib memiliki Perizinan Berusaha. Badan Usaha sebagaimana dimaksud terdiri atas; badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, badan usaha milik desa, koperasi, badan usaha milik swasta, dan badan usaha lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan.

Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa menilai DPR memiliki kepentingan dalam penyusunan RUU EBT itu terlihat dari pemisahan antara Enegri Baru (EB) dan Energi Terbarukan (ET).

"Ini menunjukan DPR berusaha mengakomodasi kepentingan EB, tapi tidak ingin kehilangan ET-nya. Dengan begitu RUU ini jadi kehilangan fokus," terang Fabby kepada CNBC Indonesia, Selasa (14/6/2022).

Bagi Fabby, dengan masukanya energi baru itu, maka pengembangan energi terbarukan menjadi tidak fokus. Padahal energi terbarukan merupakan yang sangat instrumental dalam proses transisi energi karena teknologinya relatif sudah matang, bisa dikembangkan secara cepat dan cost-effective.

"Dibandingkan dengan PLTN yang di sini masuk dalam kategori energi baru, dengan teknologi yang berisiko tinggi dan mahal. Sedangkan teknologi PLTN jenis SMR masih dikembangkan, belum mendapatkan sertifikasi & belum teruji," ungkap dia.

Demikian juga dengan gasifikasi batu bara, Fabby bilang, yang sebenarnya bukan barang baru dan justru problematik jika dikembangkan dalam rangka transisi energi karena akan meningkatkan emisi GRK dan biaya penyerapan carbon dg carbon capture sangat mahal.


[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya

RUU EBT Siap Terbit, Peran Panas Bumi Bisa Mengembang?


(pgr/pgr)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Terpopuler
    spinner loading
LAINNYA DI DETIKNETWORK
    spinner loading
Features
    spinner loading