
Hati-hati dengan Beras! Bisa Bikin Rakyat Marah

Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia merupakan negara penghasil beras terbesar ketiga di dunia dengan jumlah produksi mencapai 31,36 juta ton tahun lalu. Di tengah perang Rusia-Ukraina yang mengancam harga pangan dunia, beras terancam menjadi korban kenaikan harga seiring dengan harga pangan yang melonjak beberapa bulan terakhir.
Mengutip data World Economic Forum, China merupakan produsen terbesar beras dengan 28%. Setelahnya India 23%. Indonesia berada di posisi ketiga bersama Bangladesh dengan 7,2%. Lalu Vietnam di posisi keempat dengan 5,7%.
Sisanya adalah Thailand (3,7%), Myanmar (3,5%), Filipina (2,5%). Lalu Pakistan (1,5%) dan Brasil (1,4%). Indeks harga pangan PBB menunjukkan harga sekarang 75% di atas tingkat sebelum pandemi.
![]() |
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat produksi padi Indonesia mencapai 54,42 juta ton Gabah Kering Giling (GKG) pada 2021. Jika dikonversi menjadi beras, total produksi GKG tersebut kira-kira setara dengan 31,36 juta ton beras. Angka ini menyusut 0,45% dari produksi tahun sebelumnya yang seberat 31,5 juta ton.
![]() |
Harga bahan pangan dunia melonjak beberapa bulan terakhir akibat perang Rusia dan Ukraina. Terbaru, kenaikan pun diramal akan terjadi pada harga beras. Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia PBB (FAO) mencatat, saat ini tengah terjadi kenaikan harga beras. Bahkan menanjak ke indikator tinggi.
Dalam rilis indeks edisi Juni 2022, FAO mengungkapkan, harga beras di bulan Mei 2022 naik ke level tertinggi dalam setahun. Berada di posisi level 109,2 poin, naik 3,5% dibandingkan April 2022. Lonjakan tajam terjadi untuk semua jenis beras.
![]() |
Tingginya harga beras meningkatkan kekhawatiran pangan bagi rayat di mana hal ini dapat memicu suatu krisis kemiskinan karena begitu banyak orang di Asia Timur yang menghabiskan pendapatan mereka untuk beras. Hal ini tentu saja menjadi sangat relevan bagi Indonesia, mengingat kerentanan masyarakat miskin dan hampir miskin di Indonesia terhadap gejolak harga beras.
Lalu bagaimana ketahanan pangan Indonesia saat ini?
Pengalaman telah membuktikan kepada bahwa gangguan pada ketahanan pangan seperti meroketnya kenaikan harga beras pada waktu krisis ekonomi 1997/1998, yang berkembang menjadi krisis multidimensi, telah memicu kerawanan sosial yang membahayakan stabilitas ekonomi dan stabilitas Nasional.
Kepala Pusat Pusat Pengkajian Dan Penerapan Agroekologi Serikat Petani Indonesia (SPI) Muhammad Qomarunnajmi mengatakan, saat ini harga masih realtif stabil. Apalagi, saat ini petani baru saja melakukan panen dan sedang bersiap memasuki musim tanam berikutnya.
Menurut data Global Food Security Index (GFSI), ketahanan pangan Indonesia pada 2021 memang melemah dibanding tahun sebelumnya. GFSI mencatat skor indeks ketahanan pangan Indonesia pada 2020 mencapai level 61,4. Namun, pada 2021 indeksnya turun menjadi 59,2.
![]() |
Untuk memenuhi kebutuhan pangan penduduknya, Indonesia memerlukan ketersediaan pangan dalam jumlah mencukupi dan tersebar, yang memenuhi kecukupan konsumsi maupun stok nasional yang cukup sesuai persyaratan operasional logistik yang luas dan tersebar. Indonesia harus menjaga ketahanan pangannya.
Indeks tersebut menjadikan ketahanan pangan Indonesia tahun 2021 berada di peringkat ke-69 dari 113 negara. GFSI mengukur ketahanan pangan negara-negara dari empat indikator besar, diantaranya :
1. Keterjangkauan harga pangan (affordability)
Menurut penilaian GFSI, harga pangan di Indonesia cukup terjangkau dan ketersediaan pasokannya cukup memadai jika dibandingkan dengan negara-negara lain.
Dari sisi tata niaga, sudah menjadi rahasia umum akan panjangnya rantai pasokan yang mengakibatkan perbedaan harga tingkat produsen dan konsumen yang cukup besar dengan penguasaan perdagangan pangan pada kelompok tertentu (monopoli, kartel dan oligopoli).
Sedangkan dari sisi konsumsi, pangan merupakan pengeluaran terbesar bagi rumah tangga (di atas 50% dari jumlah pengeluaran). Yang disayangkan adalah fenomena substitusi pangan pokok dari pangan lokal ke bahan pangan impor.
2. Ketersediaan pasokan (availability)
Jika melihat dari sisi ketersediaan pasokan beras, Produksi beras petani lokal diprediksi mencapai 11,61 juta ton pada triwulan-I tahun 2022.
Perum Bulog mengutip hasil survei Kerangka Sampel Area (BPS), pada bulan Januari hingga Maret 2021, produksi beras nasional bisa mencapai 1,30 juta ton, lalu naik jadi 3,88 juta ton.
Bahkan baru baru ini Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo bicara mengenai potensi ekspor beras RI ke China. Melihat produktivitas beras yang surplus beberapa dari beberapa tahun terakhir.
Presiden setuju asalkan ketahanan pangan nasional aman. Di mana kondisi stok beras di Indonesia pada 2020 berlebih 7 juta ton, dan 2021 kelebihan pasokan mencapai 9 juta ton.
3. Kualitas nutrisi dan keamanan makanan (quality and safety)
Mutu produk ditentukan oleh produsen. Pada perkembangan selanjutnya, mutu produk ditentukan oleh pembeli, dan produsen mengetahuinya bahwa produk itu bermutu tinggi yang memang dapat dijual, karena produk tersebut dibutuhkan oleh pembeli dan bukan menjual produk yang dapat diproduksi.
Pengawasan mutu pangan ini, termasuk beras yang dijual dipasar rutin dilakukan oleh Kementerian Kesehatan.
4. Ketahanan sumber daya alam (natural resources and resilience)
Dalam rangka peningkatan produksi beras untum memenuhi kebutuhan pangan nasional yang terus meningkat memang memerlukan effort lebih dari pemerintah. hal ini tentunya memerlukan pemantauan yang tiada habisnya.
Beberapa kendala yang harus diperbaiki yakni pemanfaatan potensi sumber daya alam sebaik-baiknya mulai dari infrastruktur pendukung, penerapan teknologi tepat guna, sarana dan permodalan, jaminan harga, serta dukungan penyuluhan dan pendampingan dari instansi terkait.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Rata-rata Harga Beras Turun Selama Februari 2022