
Catat! Kata Luhut, Ekspor CPO Cs Kena Biaya Tambahan US$200

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut B Pandjaitan mengatakan, program percepatan Penyaluran Crude Palm Oil (CPO/ minyak sawit mentah) dan pengendalian minyak goreng, tidak akan merugika petani, pelaku usaha, serta masyarakat luas. Dia mengklaim, kebijakan berlaku saat ini sudah memperhitungkan keseimbangan target dari hulu hingga hilir.
Termasuk, lanjut dia, dengan kebijakan pemerintah yang akan melakukan mekanisme flush out atau program percepatan penyaluran ekspor. Dimana pemerintah akan memberikan kesempatan kepada eksportir CPO yang tidak tergabung dalam program SIMIRAH dapat melakukan ekspor.
"Namun dengan syarat membayar biaya tambahan sebesar US$200 per ton kepada pemerintah. Biaya ini di luar pungutan ekspor dan bea keluar yang berlaku," kata Luhut saat Konferensi Pers usai memberikan arahan di Business Matching Program Minyak Goreng Curah Rakyat (MGCR), Bali, Jumat (10/6/2022).
Dengan demikian, eksportir yang tidak ikut program Minyak Curah Rakyat berbasis wajib pemenuhan domestik (domestic price obligation/ DMO) harus membayar 3 tarif sekaligus. Yaitu, bea keluar (BK) ekspor, pungutan ekspor BPDPKS, dan tambahan US$200.
Hal itu mengacu pernyataan Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi sebelumnya. Dia mengungkapkan, pemerintah tengah melakukan penyesuaian tarif bea keluar (BK) atas ekspor minyak sawit.
"Nanti BK-nya ada penyesuaian. Maksimum di US$288, sedangkan pungutan ekspor (PE) diputuskan kemarin menjadi US$200. Totalnya di harga tertinggi US$488 (per ton). Jadi BK-nya di harga tertinggi US$288, PE-nya di harga tertinggi US$200. Maksium US$488 (per ton uang harus ditanggung ekspor), tergantung pada harga CPO dunia itu sendiri," kata Lutfi kepada wartawan usai rapat kerja dengan Komisi VI DPR RI, Selasa (7/6/2022).
Sebelumnya, Menteri Perdagangan (Mendag) menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 38/2022 tentang Percepatan Penyaluran Crude Palm Oil (CPO), Refined, Bleached and Deodorized (RBD) Palm Oil, Refined, Bleached and Deodorized (RBD) Palm Olein, dan Used Cooking Oil (UCO) Melalui Ekspor. Ditetapkan pada 7 Juni 2023 dan berlaku mulai tanggal diundangkan, 8 Juni 2022.
"Atas ekspor barang dalam Program Percepatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 dikenakan bea keluar (BK) dalam rangka Program Percepatan. Dan
tarif layanan badan layanan umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," begitu bunyi pasal 4 Permendag 38/2022 dikutip Jumat (10/6/2022).
Besaran BK dimaksud akan ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
"Eksportir CPO yang tidak tergabung dalam program SIMIRAH dapat melakukan ekspor namun dengan syarat membayar biaya tambahan sebesar US$200 per ton."Luhut B Pandjaitan, Menko bidang Kemaritiman dan Investasi |
Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani juga telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 98/PMK.010/2022 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan No 39/PMK.101/2022 tentang Penetapan Barang Ekspor Yang Dikenakan Bea Keluar (BK) dan Tarif Bea Keluar. Yang berlaku mulai hari ini, Jumat (10/6/2022).
Pasal 5 PMK No 98/2022 ini menetapkan, tarif BK atas ekspor barang berupa eklapa sawit, CPO, dan produk turunannya ke dalam 17 kategori berdasarkan harga referensi.
Dimana, harga referensi termahal dalam PMK ini adalah di atas US$1.500 per ton, sedangkan terendah yang ditetapkan BK minimal adalah sampai US$750 per kg. BK diterapkan naik setiap kenaikan harga US$50 per ton.
![]() Menko Luhut mengatakan, akan ada tambahan US$200 untuk ekspor CPO program percepatan atau flush out. Hal itu disampaikan saat Konferensi Pers usai memberikan arahan di Business Matching Program Minyak Goreng Curah Rakyat (MGCR), Bali, Jumat (10/06/022). (Dok: Kemenko Marves) |
Selain itu, Luhut menambahkan, untuk mempercepat ekspor, pemerintah juga telah menaikkan rasio pengali dalam masa transisi kebijakan DMO. Dari awalnya tiga kali menjadi lima kali.
Dengan mekanisme flush out atau percepatan ekspor, kata Luhut, pemerintah menargetkan minimal satu juta ton CPO yang dapat di eskpor dalam waktu dekat. Sehingga tangki penampungan segera kosong dan mendorong permintaan sawit petani dan berujung membaiknya harga tandan buah segar (TBS) sawit petani.
Respons Pengusaha
Sekjen Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Eddy Martono mengatakan kalau eksportir merasa tidak rugi dengan tarif ini, seharusnya akan mengambil peluang ini. Selain untuk menguras tangkinya juga untuk menjaga hubungan dengan customer atau importir supaya tidak kehilangan pasar yang sudah dibangun.
"Ya benar (ada tambahan tarif US$200)," kata Eddy kepada CNBC Indonesia, Jumat (10/6/2022).
Dengan begitu, kata dia, dengan harga CPO di atas US$1.500 per ton sehingga dikenakan BK maksimal, setiap ekspor CPO akan dikenai biaya tambahan US$688.
"Dengan asumsi ekspor CPO, bayar BK US$288. Jadi bayarnya US$488 tambah tambahan biaya US$200 jadi US$688 (per ton). Kalau secara volume logis, hari ini terakhir untuk pendaftaran mendapatkan PE flush out," katanya.
"Pemerintah menetapkan tarif US$200 pasti sudah memperhitungkan semuanya," pungkas Eddy.
(dce/dce)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Jokowi-Luhut Turun Tangan Urus Minyak Goreng, Harga Turun?
