
Ada Titik Cerah, Kontraksi Ekonomi Jepang Mulai Menciut

Jakarta, CNBC Indonesia - Pertumbuhan Ekonomi Jepang terkontraksi 0,5% (yang disetahunkan/annualised) pada kuartal I tahun 2022. Kontraksi ini lebih kecil dibandingkan data awal yang dikeluarkan di Mei yakni negatif 1%.
Data Kantor Kabinet Jepang juga mencatat Produk Domestik Bruto (PDB) di kuartal I-2022 terkontraksi 0,1% dibandingkan kuartal sebelumnya ( annualized qoq). Lebih baik dibandingkan kontraksi 0,2% pada data awal.
Perekonomian Jepang terkontraksi akibat tingginya inflasi serta lonjakan kasus Covid-19 varian omicorn.
Inflasi di Negara Matahari Terbit melejit ke level 1,2% di bulan Maret 2022, yang merupakan level tertinggi sejak Oktober 2018. Inflasi kembali melonjak ke angka 2,5% yang menjadi rekor tertinggi sejak Oktober 2014.
Lonjakan kasus Covid-19 sepanjang kuartal ketiga dan keempat tahun 2021 memukul perekonomian Jepang. Pertumbuhan ekonomi Jepang pada kuartal III-2021 terkontraksi 3,6% dan pada kuartal IV-2021 terkontaksi 4,6%(yang disetahunkan/annualised)terutama karena lesunya konsumsi dan menurunnya produksi mobil.
Kontraksi sebesar 0,5% di kuartal I-2022 memberi angina segar bahwa perekonomian Jepang mulai pulih. Pemulihan utamanya dipicu oleh peningkatan konsumsi di tengah membaiknya keadaan pasca pandemi Covid-19.
![]() Pertumbuhan ekonomi Jepang |
Jepang yang berstatus sebagai negara dengan perekonomian terbesar ketiga di dunia, PDB nya mengalami kontraksi dalam tiga dari lima kuartal terakhir.
Di hampir sepanjang kuartal pertama tahun ini, Jepang memberlakukan pembatasan ekonomi di sebagian besar wilayah sebagai upaya membendung penyebaran Covid-19. Warga dilarang pergi berbelanja atau makan di luar yang menyebabkan penurunan tajam dalam konsumsi pribadi.
Menyusul membaiknya situasi Covid-19, Jepang pun kini berjuang melawan serangkaian pukulan ekonomi, mulai dari efek pandemi hingga invasi Rusia ke Ukraina yang membuat biaya energi melonjak.
Kenaikan harga energi telah menekan laju konsumsi dan bisnis Jepang, tercermin dari pengeluaran rumah tangga Jepang yang turun 2,3% pada Maret dari periode sama tahun sebelumnya.
Sektor rumah tangga juga terpukul oleh kenaikan harga pangan dan energi yang berasal dari dampak serangan Rusia ke Ukraina pada 24 Februari.
Jepang merupakan negara net importir dalam komoditas pangan dan energi sehingga inflasi komoditas yang terjadi di tingkat global menyebabkan nilai impor tumbuh jauh lebih tinggi daripada ekspor.