Ada Titik Cerah, Kontraksi Ekonomi Jepang Mulai Menciut

Aulia Mutiara, CNBC Indonesia
08 June 2022 13:18
JAPAN-STABBING/
Foto: REUTERS/ISSEI KATO

Jakarta, CNBC Indonesia - Pertumbuhan Ekonomi Jepang terkontraksi 0,5% (yang disetahunkan/annualisedpada kuartal I tahun 2022. Kontraksi ini lebih kecil dibandingkan data awal yang dikeluarkan di Mei yakni negatif 1%.


Data Kantor Kabinet Jepang juga mencatat Produk Domestik Bruto (PDB) di kuartal I-2022 terkontraksi 0,1% dibandingkan kuartal sebelumnya ( annualized qoq). Lebih baik dibandingkan kontraksi 0,2% pada data awal.

Perekonomian Jepang terkontraksi akibat tingginya inflasi serta lonjakan kasus Covid-19 varian omicorn.
Inflasi di Negara Matahari Terbit melejit ke level 1,2% di bulan Maret 2022, yang merupakan level tertinggi sejak Oktober 2018. Inflasi kembali melonjak ke angka 2,5% yang menjadi rekor tertinggi sejak Oktober 2014.

Lonjakan kasus Covid-19 sepanjang kuartal ketiga dan keempat tahun 2021 memukul perekonomian Jepang. Pertumbuhan ekonomi Jepang pada kuartal III-2021 terkontraksi 3,6% dan pada kuartal IV-2021 terkontaksi 4,6%(yang disetahunkan/annualised)terutama karena lesunya konsumsi dan menurunnya produksi mobil.

Kontraksi sebesar 0,5% di kuartal I-2022 memberi angina segar bahwa perekonomian Jepang mulai pulih. Pemulihan utamanya dipicu oleh peningkatan konsumsi di tengah membaiknya keadaan pasca pandemi Covid-19.

Pertumbuhan ekonomi JepangFoto: World Bank
Pertumbuhan ekonomi Jepang


Jepang yang berstatus sebagai negara dengan perekonomian terbesar ketiga di dunia, PDB nya mengalami kontraksi dalam tiga dari lima kuartal terakhir.

Di hampir sepanjang kuartal pertama tahun ini, Jepang memberlakukan pembatasan ekonomi di sebagian besar wilayah sebagai upaya membendung penyebaran Covid-19. Warga dilarang pergi berbelanja atau makan di luar yang menyebabkan penurunan tajam dalam konsumsi pribadi.

Menyusul membaiknya situasi Covid-19, Jepang pun kini berjuang melawan serangkaian pukulan ekonomi, mulai dari efek pandemi hingga invasi Rusia ke Ukraina yang membuat biaya energi melonjak.

Kenaikan harga energi telah menekan laju konsumsi dan bisnis Jepang, tercermin dari pengeluaran rumah tangga Jepang yang turun 2,3% pada Maret dari periode sama tahun sebelumnya.

Sektor rumah tangga juga terpukul oleh kenaikan harga pangan dan energi yang berasal dari dampak serangan Rusia ke Ukraina pada 24 Februari.

Jepang merupakan negara net importir dalam komoditas pangan dan energi sehingga inflasi komoditas yang terjadi di tingkat global menyebabkan nilai impor tumbuh jauh lebih tinggi daripada ekspor.

Sejumlah Ekonom memperkirakan ekonomi Jepang akan tumbuh positif di kuartal II tahun. Optimisme ini timbul karena konsumen mendapatkan kembali kepercayaan diri untuk membelanjakan uang setelah pencabutan pembatasan mobilitas.

The Japan Center for Economic Research (JCER) memperkirakan ekonomi Jepang diperkirakan tumbuh 1,3% yoy pada kuartal II tahun ini.
"Kami berharap PDB akan rebound di kuartal II tahun ini karena konsumsi rumah tangga yang membaik meskipun lonjakan inflasi akan membatasi PDB," tutur Robert Carnell, analis dari ING, seperti dikutip dari AP.

Dibukanya kembali pariwisata juga diharapkan mampu mempercepat gerak perekonomian Negara Matahari Terbit.

Namun, sejumlah risiko masih mengintai. Berdasarkan laporan ekonomi yang diperbarui pada hari ini, Rabu (8/6/2022), risiko utama telah bergeser dari pandemi ke inflasi yang disebabkan kenaikan biaya dan diperburuk oleh nilai mata uang yang merosot.  

Artinya, ada dampak lanjutan dari perang Rusia di Ukraina dan perlambatan yang perlu dikhawatirkan.Penurunan yen membuat harga barang impor menjadi lebih tinggi.

Di sisi lain, Pada Selasa (7/6/2022) Gubernur bank sentral Jepang (BoJ) Haruhiko Kuroda mengatakan bahwa pelemahan yen bermanfaat bagi perekonomian Jepang, selama pergerakan mata uang tidak terlalu tajam.


Sejauh ini, Bank of Japan bertahan dengan sikap kebijakan dovish yakni membiarkan suku bunga ultra-rendah untuk mendukung perekonomian. Langkah ini berbanding terbalik dengan apa yang terjadi beberapa negara di mana bank sentral memilih menaikkan suku bunga untuk mendinginkan inflasi.

Jepang mencatatkan inflasi di bulan April 2022 sebesar 2,5%. Untuk mengurangi dampak inflasi, pemerintah Perdana Menteri Fumio Kishida pada Selasa (17/5/2022) menyetujui program bantuan fiskal senilai 2,7 triliun yen atau sekitar Rp307 triliun.

Bantuan termasuk subsidi bensin dan pemberian uang tunai kepada keluarga berpenghasilan rendah.
Untuk membantu warga Jepang, Bank of Japan juga melawan tren pengetatan global dengan menjaga biaya kredit pada level terendah untuk bisnis dan rumah tangga.

Semua kebijakan tersebut diharapkan bisa mengerek kembali pertumbuhan ekonomi Jepang ke zona positif di kuartal dua tahun ini.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular