
Hadapi Krisis Ekonomi, Sri Lanka Butuh Suntikan Rp 86,7 T

Jakarta, CNBC Indonesia - Sri Lanka kini kekurangan uang. Salah satu negara di Asia Selatan itu telah meminta Dana Moneter Internasional (IMF) mengatur pertemuan kreditur untuk pinjaman US$ 6 miliar atau setara Rp 86,7 triliun (asumsi Rp14.450/US$).
Permohonan peminjaman tersebut nantinya akan membantu menjaga negara itu tetap bertahan selama krisis ekonomi yang tengah berlangsung saat ini.
Perdana Menteri Ranil Wickremesinghe mengatakan negara itu membutuhkan US$ 5 miliar (Rp 72,2 triliun) untuk kebutuhan sehari-hari dalam enam bulan ke depan. Sementara US$ 1 miliar (Rp 14,4 triliun) digunakan untuk menstabilkan rupee Sri Lanka yang tengah terdepresiasi dengan cepat.
"Kami menyerukan Dana Moneter Internasional untuk mengadakan konferensi untuk membantu menyatukan mitra pemberi pinjaman kami," kata Wickremesinghei kepada parlemen, dilansir dari AFP, Selasa (7/6/2022).
Dia mengatakan pertemuan di bawah naungan IMF dengan China, Jepang dan India, yakni tiga pemberi pinjaman bilateral terbesar Sri Lanka akan menjadi "kekuatan besar" dalam membantu lebih banyak sumber pinjaman.
Sri Lanka sudah dalam pembicaraan dengan IMF untuk bailout dan telah menunjuk ahli internasional untuk membantu merestrukturisasi utangnya, sekitar setengahnya dalam obligasi negara internasional.
Pemadaman listrik selama berbulan-bulan, antrean panjang untuk bensin, dan rekor inflasi telah membuat sengsara kehidupan sehari-hari masyarakat di negara kepulauan Asia Selatan yang berpenduduk 22 juta orang itu.
![]() |
Pemerintah telah gagal membayar utang luar negeri US$51 miliar (Rp737 triliun), dan kekurangan mata uang asing membuat para pedagang tidak dapat mengimpor pasokan makanan, bahan bakar, dan barang-barang penting lainnya yang memadai.
Wickremesinghe juga memperingatkan negara yang ia pimpin tengah menuju kekurangan pangan yang serius dan mengatakan PBB telah setuju untuk mengeluarkan seruan mendesak untuk mengumpulkan dana kemanusiaan.
Larangan bencana impor bahan kimia pertanian, diperkenalkan oleh Presiden Gotabaya Rajapaksa tahun lalu, secara dramatis membatasi hasil panen dan menyebabkan protes oleh petani.
Kebijakan itu dibatalkan beberapa bulan kemudian, tetapi Sri Lanka telanjur kehabisan mata uang asing untuk mengimpor pupuk, pestisida, dan bahan kimia pertanian lainnya yang sangat dibutuhkan.
Wickremesinghe menjadi perdana menteri pada Mei setelah pendahulunya, Mahinda Rajapaksa, kakak laki-laki presiden, mengundurkan diri setelah adanya protes berbulan-bulan terhadap salah urus ekonomi pemerintahan.
Sedikitnya sembilan orang tewas dan banyak lagi terluka dalam kerusuhan yang terjadi setelah serangan terhadap demonstran damai di luar kantor Presiden Rajapaksa di Kolombo pada Mei lalu.
(tfa/luc)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Terungkap! Penyebab Krisis Ekonomi di Sri Lanka Makin Suram