Internasional

Terungkap! Penyebab Krisis Ekonomi di Sri Lanka Makin Suram

Tommy Patrio Sorongan, CNBC Indonesia
11 May 2022 07:30
Sri Lanka's pro government and anti government protestors clash amid tear gas outside the president's office in Colombo, Sri Lanka, Monday, May 9, 2022. Government supporters on Monday attacked protesters who have been camped outside the office of Sri Lanka's prime minster, as trade unions began a
Foto: AP/Eranga Jayawardena

Jakarta, CNBC Indonesia - Sri Lanka saat ini jatuh ke dalam krisis ekonomi yang kian parah. Warga di seluruh negeri itu saat ini kesulitan untuk mendapatkan pasokan bahan pokok dan energi yang mumpuni.

Krisis ini sendiri disebabkan oleh kurangnya mata uang asing karena digunakan untuk membayar utang luar negeri yang mayoritas bersumber dari China dengan skema Belt and Roadnya. Selain itu, utang luar negeri juga datang dari India.

Dalam laporan Times of India, pemerintah Sri Lanka dilaporkan berutang kepada Beijing untuk sejumlah infrastruktur proyek sejak 2005, salah satunya pembangunan pelabuhan Hambantota. Total utang Sri Lanka ke China saat ini mencapai US$ 8 miliar, sekitar seperenam dari total utang luar negerinya.

Hal ini mengikis cadangan devisa negara itu yang biasanya digunakan untuk mengimpor pasokan energi dan komoditas lainnya. Pada akhir April lalu, cadangan devisa negara itu hanya US$ 1,94 miliar (Rp 28 triliun) sementara kebutuhan impor negara itu mencapai US$ 4 miliar.

Utang ini sendiri kemudian diperparah oleh kekurangan anggaran dan defisit transaksi berjalan yang terjadi sejak lama. Kekurangan anggaran juga disebabkan oleh pemotongan pajak yang dilakukan oleh Perdana Menteri (PM) Mahinda Rajapaksa yang baru saja mengundurkan diri.

"Sri Lanka adalah ekonomi defisit kembar klasik. Defisit kembar menandakan bahwa pengeluaran nasional suatu negara melebihi pendapatan nasionalnya, dan bahwa produksi barang dan jasa yang dapat diperdagangkan tidak memadai," kata laporan Asian Development Bank 2019 seperti dikutip Indian Express, Rabu (11/5/2022).

Saat ini, kondisi Krisis ekonomi di Negeri Ceylon itu belum benar-benar tertangani. Data pada akhir April lalu menunjukkan harga-harga barang di ibu kota Kolombo naik hingga 30%.

Untuk mengatasi krisis, berbagai cara pun dilakukan. Menteri Keuangan Ali Sabry juga mengatakan kepada BBC pihaknya akan menaikkan pungutan dan pajak.

Selain itu, pihaknya juga menyebut telah meminta beberapa bantuan lembaga keuangan dunia seperti Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia untuk membuka dana darurat. Sejauh ini, Bank Dunia telah mengucurkan dana US$ 600 juta atau setara Rp 8,6 triliun.


(luc/luc)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sri Lanka Terancam Hadapi 'Kematian Massal', Ini Penyebabnya

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular