Hubungan Dagang Amerika-China: Benci Tapi Rindu...
Jakarta, CNBC Indonesia - Amerika Serikat (AS) berencana mencabut tarif bea masuk untuk sejumlah produk China. Keputusan tersebut dilakukan untuk menekan laju inflasi AS yang melambung pada tahun ini.
Pencabutan tarif akan menjadi titik balik kedua negara yang berseteru dalam perang dagang pada periode 2018-2020. Pada periode tersebut, baik China dan AS saling menaikkan tarif bea impor terhadap ratusan produk yang ikut menggoyang perdagangan global.
Dua tahun setelah perang dagang berakhir, dunia sudah berubah drastis karena pandemi Covid-19 dan perang Rusia-Ukraina. Kedua faktor tersebut telah melambungkan harga komoditas pangan dan energi sehingga inflasi melonjak tinggi.
Inflasi AS mencapai 8,3% (year on year) pada April tahun ini. Memang lebih rendah dibandingkan Maret (8,5%) tetapi angkanya tetap ada di level tertinggi dalam 40 tahun terakhir.
Dilansir dari CNN, Menteri Perdagangan AS Gina Raimondo mengatakan Presiden AS Joe Biden telah meminta timnya untuk membuat analisis mengenai kemungkinan dihapuskannya bea masuk sejumlah tarif yang diterapkan era Presiden Donald Trump.
"Kami melihat kemungkinan itu. Presiden sudah meminta timnya untuk menganalisis kemungkinan tersebut. Kami dalam proses untuk menganalisisnya dan Presiden Biden akan memutuskan," tutur Raimondo, kepada CNN.
Sejumlah produk yang kemungkinan tarifnya dihapus adalah kebutuhan rumah tangga atau kebutuhan lain seperti sepeda. Tarif sejumlah produk strategis seperti baja dan aluminium akan tetap dipertahankan. Langkah tersebut dilakukan untuk melindungi pekerja dan industri domestik.
Penghapusan nilai tarif tersebut diperkirakan akan menghilangkan penerimaan ratusan miliar dolar AS.
Rencana pencabutan tarif produk impor China sontak menjadi perdebatan panas di kalangan pejabat AS. Deputi Menteri Keuangan AS Wally Adeyemo mengatakan penghapusan tarif tetap harus mempertimbangkan keseimbangan antara menekan inflasi dan kebutuhan jangka panjang termasuk daya saing dengan produk China.
Menteri Keuangan AS Janet Yellen telah mendukung pemotongan tarif tetapi hanya untuk beberapa produk "non-strategis". Sementara itu, utusan senior perdagangan AS Katherine Tai berharap penurunan tarif dilakukan sebagai strategi keseluruhan untuk menekan China dalam komitmen perdagangan kedua negara.
"Yang terpenting adalah masyarakat paham bahwa pemerintah berkomitmen melakukan apapun untuk menurunkan harga," tutur Adeyemo, seperti dikutip CNN.
Studi yang dilakukan Peterson Institute menunjukkan pencabutan tarif tidak terlalu efektif dalam menekan inflasi AS. Pencabutan tarif hanya akan menurunkan Indeks Harga Konsumen sebesar 0,26 poin persentase (ppt) dan indeks harga belanja personal senilai 0,35%.
Berdasarkan studi, sekitar 66% produk impor China sudah dikenai tarif dengan rata-rata tarif sebesar 19,3%. Tarif tersebut akan berdampak besar terhadap produk impor seperti baja dan panel surya. Namun, hanya 2% dari produk impor Cina yang masuk dalam perhitungan IHK dan 2,7% dalam indeks harga belanja personal.
(mae/mae)