Hubungan Dagang Amerika-China: Benci Tapi Rindu...

Maesaroh, CNBC Indonesia
07 June 2022 15:33
Trump
Foto: AP/Tony Dejak

China dan AS yang merupakan dua kekuatan perekonomian utama dunia berseteru melalui perang dagang selama 2018-2020. Presiden Trump memutuskan untuk melakukan perang dagang karena defisit neraca dagang AS dengan sejumlah negara, seperti China, terus membengkak.

Pada 2017,  AS membukukan defisit perdagangan dengan China sebesar US$ 375,17. Defisit tersebut membesar dari US$ 346,83 miliar di tahun 2016 dan US$ 367,33 miliar di tahun 2015. 

Genderang perang dagang AS dan China dimulai pada 22 Januari 2018 saat AS mengenakan tarif terhadap produk impor China seperti panel surya dan mesin cuci. Penel surya dikenai tarif bea masuk 30% sementara mesin cuci sebesar 20%. Pada 2018, AS kembali mengenakan tarf impor untuk produk baja dan alumunium.

Diserang AS, China tidak tinggal diam. Pada awal April 2018, Negeri Tirai Bambu melakukan serangan balik dengan menaikkan tarif produk daging babi serta skrap aluminium. China juga memberlakukan tarif bea masuk sebesar 25% kepada 120 komoditas AS, termasuk buah-buahan.

Pihak Beijing juga mengenakan anti-dumping terhadap tepung impor AS yang nilainya diperkirakan mencapai US$ 1 miliar. Atas perang tarif yang dilakukan AS, China juga mengadukannya kepada WTO pada April 2018.

Pada Mei 2018, China dan AS ke meja perundingan untuk membahas perang tarif tetapi nihil kesepakatan. Pada bulan tersebut, AS bahkan melangkah lebih jauh dengan memberikan sanksi kepada perusahaan teknologi Cina, ZTE . Perusahaan AS dilarang menjual komponen peralatan kepada ZTE yang membuat perusahaan tersebut merugi.

Pada 2018, AS kembali mengumumkan tarif senilai US$ 50 miliar kepada barang China yang diproduksi antara Juli hingga Agustus. Menanggai keputusan AS, China melakukan hal yang sama yakni mengenakan tarif senilai US$ 50 miliar kepada barang AS yang diproduksi antara Juli hingga Agustus 2018.

Masih pada Juni 2018, AS menerbitkan daftar yang berisi 1.102 barang impor China yang berpotensi dikenai tarif. Sebanyak 818 barang impor tersebut dikenai tarif 25%.

Perang tarif kedua negara terus berlangsung sepanjang tahun. Pada Desember 2018 kedua negara sepakat untuk melakukan perundingan dagang kembali.

Presiden Trump bertemu dengan Presiden China Xi Jinping di sela-sela pertemuan G-20 di Argentina pada Desember 2018. Kedua negara sepakat untuk menunda pengenaan tarif. China sepakat untuk membeli sejumlah produk AS yang sangat substansial dan menangguhkan tarif tambahan yang ditambahkan yang akan diterapkan mobil dan suku cadang buatan AS selama tiga bulan, mulai 1 Januari 2019.

Namun, "gencatan senjata" hanya berlangsung lima bulan. Pada Me 2019, AS menaikkan bea masuk atas impor China senilai US$ 200 miliar.

China kemudian membalasnya dengan menaikkan tarif produk impor AS senilai US$ 60 miliar, berlaku Juni. Pada 2019, pemerintahan Trump kembali menaikkan tarif sebesar 10% kepada produk impor China senilai US$ 300 miliar mulai 1 September.

Perang dagang AS-China memasuki babak baru saat nilai tukar yuan jatuh pada Agustus 2019. Negeri Paman Sam menuduh China sengaja melemahkan yuan untuk meningkatkan nilai ekspor mereka.

Tuduhan tersebut dibantah bank sentral China. Pada akhir Agustus, China membalas AS dengan mengenakan tarif baru kepada barang impor China senilai US$ 75 miliar.

Perang dagang mulai sedikit mereda pada Januari 2020 saat kedua negara menandatangani kesepakatan dagang Fase I. Kesepakatan tersebut memuat peningkatan pembelian barang AS oleh China serta perjanjian reformasi dalam praktik transfer teknologi paksa China. China diminta membeli setidaknya US$ 200 miliar produk ekspor AS selama dua tahun.

Pada pertengahan September 2020 , Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) mengumumkan "berakhirnya" perang dagang AS dan China. Perang berakhir setelah WTO memutuskan bahwa AS telah melanggar aturan perdagangan global karena AS mengenakan tarif miliaran dolar selama perang dagang. Tarif tersebut juga di atas tarif maksimum yang disepakati. WTO juga menilai AS tidak punya alasan cukup kuat untuk memberlakukan tarif tersebut.

(mae/mae)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular