
Hubungan Dagang Amerika-China: Benci Tapi Rindu...

Perang dagang yang berlangsung pada 2018-2020 tidak hanya berdampak kepada China dan AS tapi juga kepada perdagangan dan perekonomian global. Ibarat pepatah gajah bertarung dengan gajah, pelanduk mati di tengah Indonesia juga menjadi salah satu korban perang tersebut.
Dampak yang paling besar kepada Indonesia adalah meningkatnya tekanan eksternal akibat volatilitas pasar keuangan global. Indonesia pun ketiban getahnya dengan banyaknya capital outflow yang keluar, meningkatnya defisit transaksi berjalan, hingga melemahnya rupiah.
Berdasarkan data Laporan Perekonomian Indonesia 2018 yang diterbitkan Bank Indonesia, secara rata-rata, rupiah pada triwulan II dan III 2018 mengalami depresiasi 2,7% dan 4,5%, sehingga ditutup di Rp 14.902/US$ pada akhir September 2018.
Tekanan eksternal yang salah satunya disebabkan perang dagang Rusia-China juga membuat banyak modal asing keluar sehingga kinerja Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) memburuk. NPI pada triwulan II dan III 2018 mencatat defisit cukup besar yakni masing-masing US$ 4,31 miliar dan US$ 4,39 miliar dengan kontribusi terbesar bersumber dari penurunan aliran masuk modal asing. Defisit transaksi berjalan juga membengkak menjadi 2,94% terhadap PDB di tahun 2018 dari 1,6% terhadap DPB di 2017.
Kaburnya modal asing pun langsung berdampak besar terhadap pergerakan yield surat utang pemerintah Indonesia. Yield Surat Utang negara (SUN) tenor 10 tahun juga melonjak ke level 8,8 pada Oktober 2018, yang merupakan level tertinggi sejak Januari 2016.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(mae/mae)[Gambas:Video CNBC]